Program “Food Estate” Sudah dari Lama dan Semuanya Gagal!

FTNews – Program Food Estate sebenarnya bukanlah program baru, melainkan program yang sudah ada sejak tahun 1950-an. Program ini sudah ada sejak jaman pemerintahan Presiden Soeharto hingga Presiden yang sekarang, Joko Widodo. 

Lalu bagaimanakah sejarah dari program Food Estate di Indonesia? Berdasarkan Jurnal Holistic: Journal of Tropical Agriculture Science, berikut program-program Food Estate yang pernah ada di Indonesia.

Proyek Lahan Gambut 1 Juta 

Pada tahun 1950-an, Presiden Soeharto menggalakkan program pertanian bernama Pengembangan Lahan Gambut (PLG). Program ini dikenal juga sebagai proyek pencetakan sawah 1 juta hektare (ha). 

Tujuan dari program ini untuk mengalihfungsikan lahan gambut menjadi lahan pertanian tanaman pangan di Kalimantan Tengah. Dalam mengimplementasikan program ini, banyak permasalahan yang terjadi sehingga program ini dianggap gagal dan diberhentikan tahun 1999.

Kurangnya perencanaan menjadi permasalahan dalam program ini. Pemerintah tidak memperhitungkan tentang tingkat kelembapan, kemiringan lahan, dan kandungan tanah di lahan gambut tersebut.

Selain itu, adanya konflik antara pemerintah dan masyarakat sekitar juga kerap jadi menyebabkan kegagalan. Pasalnya, pemerintah tidak memerhatikan hak-hak masyarakat setempat yang berkaitan dengan lahan gambut tersebut. Hal ini menyebabkan pemerintah tidak mendapatkan dukungan dari masyarakat lokal.

Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE)

Program Food Estate kembali muncul pada tahun 2010. Kali ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merencanakan sebuah proyek pembangunan pertanian bernama Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE).

Berlokasi di Papua, MIFEE memiliki tujuan untuk mempercepat pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari daerah lain. Program ini mencakup lahan seluas 1,28 juta hektare di Kabupaten Merauke.

Pemerintah berharap program ini dapat meningkatkan produksi pangan dan kesejahteraan masyarakat setempat. Akan tetapi, terjadi kontroversi dan konflik antara pemerintah dan masyarakat lokal.

Permasalahan seperti penggunaan tanah masyarakat adat mengakibatkan pemiskinan masyarakat adat dan pengusiran dari wilayah mereka. Pemerintah tidak mementingkan kepentingan dan hak-hak masyarakat lokal yang sudah tinggal di daerah tersebut sejak dahulu kala.

Tidak hanya itu, lahan gambut yang tidak cocok ditanami padi atau sayuran menjadi permasalahan. Kesalahan awal terulang kembali karena, sebagian besar wilayah Merauke adalah lahan gambut.

Delta Kayan Food Estate (DeKaFe)

Presiden SBY kembali mengadakan program Food Estate di tahun 2011 yang kali ini berlokasi di Bulungan, Kalimantan Utara (dahulu Kalimantan Timur). DeKaFe ini bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan di Indonesia melalui pengembangan kebun-kebun pertanian yang terintegrasi dengan industri pengolahan pangan.

BACA JUGA:   Presiden Jokowi Kagum Hasil Produksi Pindad

Seluas 50.000 hektare lahan akan digunakan, terdapat 30.000 hektare lahan yang subur dengan jenis tanah aluvial. Akan tetapi, program ini tidak menunjukkan hasil yang sesuai target hingga pelaksanaannya di tahun ke-6.

Meski menanam di tanah yang subur, lagi-lagi kurangnya perencanaan dan penilaian yang tepat terhadap potensi dampak proyek menggagalkan program ini. Tidak hanya itu, permasalahan dengan masyarakat adat setempat kerap terjadi.

Lahan Food Estate ini berada di atas tanah masyarakat adat setempat. Selain itu, tidak melibatkan masyarakat lokal dalam program ini. Hal ini membuat masyarakat lokal merasa tidak memiliki kepentingan untuk menjaga lahan tersebut.

Tidak adanya kelembagaan atau instansi yang secara khusus menaungi program ini juga menjadi permasalahan besar. Pembangunan secara parsial dan sektoral menjadi akibat dari ketidakadaannya lembaga atau instansi.

Selain itu, lingkungan juga tidak mendukung untuk melakukan pertanian dan peternakan. Daerah yang pemerintah gunakan adalah daerah rawan banjir sehingga sulit untuk bertani dan berternak.

Ketapang Food Estate (KFE)

Ini adalah program terakhir dari program Food Estate di era kepresidenan SBY. Kementerian BUMN pada tahun 2013 menunjuk Ketapang, Kalimantan Barat.

Ketapang merupakan daerah penghasil makanan terbesar di Indonesia. Namun, bukan berarti program ini dapat menjadi sukses.

Kali ini, pemerintah memiliki konflik lahan/tanah, tenaga kerja, dan produksi. Pembukaan lahan untuk sawah telah menghilangkan bagian subur pada tanah. Hal ini menyebabkan terjadinya gagal panen di semua lokasi.

Sekitar 50 keluarga petani juga menyatakan bahwa lahan mereka diambil oleh perusahaan swasta yang terlibat dalam KFE. Selain itu, mereka mengungkapkan bahwa tidak adanya persetujuan dan kompensasi yang layak menjadi permasalahan.

Konflik dalam tenaga kerja juga terjadi, di mana pekerja yang menjadi petani padi merupakan orang-orang yang terbiasa bekerja di perkebunan sawit. Penanaman dan perawatan padi sangatlah berbeda dengan sawit, sehingga ketidaktahuan para pekerja menyebabkan hasil yang tidak maksimal.

Artikel Terkait