Apa Itu Lahan Gambut yang Banyak Digunakan “Food Estate”?

FTNews – Pemerintah Indonesia sedang gencar untuk memperkuat ketahanan pangan Indonesia. Salah satu program pemerintah untuk penguatan ketahanan pangan adalah food estate.

Program ini sudah dilakukan sejak tahun 1950-an hingga sekarang. Namun, program-program tersebut banyak yang gagal akibat dari banyak permasalahan.

Sejak awal program food estate, pemerintah Indonesia terlihat banyak menggunakan lahan gambut sebagai kawasannya. Akan tetapi, apakah lahan gambut cocok untuk pertanian? Apakah mungkin ini salah satu penyebab mengapa kegagalan terus terjadi?

Apa Itu Lahan Gambut?

Berdasarkan buku Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan, lahan gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati. Timbunan terus bertambah karena rendahnya biota pengurai sehingga dekomposisi menjadi terhambat.

Penelitian menduga pembentukan gambut terjadi antara 5.000 – 10.000 tahun yang lalu. Pembentukan ini berawal dari danau dangkal yang secara perlahan ditumbuhi tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman-tanaman yang tumbuh yang mati dan melapuk secara bertahap sehingga terjadi lapisan gambut.

Gambut memiliki karakteristik berkadar air sangat tinggi, bahkan dapat menyerap air sampai 13 kali dari bobotnya. Berat isi dari gambut sendiri sangat rendah sehingga menjadi lembek dan daya menahan bebannya rendah.

Gambut juga memiliki karakteristik kimia mulai dari kandungan mineral, ketebalan, dan jenis mineral. Kandungan mineral gambut pada umumnya kurang dari 5 persen dan sisanya adalah bahan organik.

Lahan gambut juga memiliki tingkat keasaman yang relatif tinggi. Keasaman lahan gambut berkisar dari pH 3 – 5. Secara ilmiah, lahan gambut memiliki tingkat kesuburan yang rendah karena rendahnya unsur hara dan tingginya asam yang menjadi racun bagi tumbuhan.

Cocokkah untuk Tanaman Pangan?

Berdasarkan arahan Kementerian Pertanian, pemanfaatan lahan gambut yang baik pada gambut dangkal (kurang dari 100 cm). Karena gambut dangkal memiliki kesuburan relatif lebih tinggi dan risiko lingkungan lebih rendah dibandingkan gambut dalam.

BACA JUGA:   Dugaan Pelecehan Seksual Rektor, Univ Pancasila: Terapkan Asas Praduga Tak Bersalah

Tentu, dengan unsur hara yang tidak mendukung, penanaman tanaman tidak bisa secara sembarangan. Tanaman pangan yang sejauh ini bisa beradaptasi adalah padi, kedelai, jagung, kacang panjang, dan berbagai jenis sayuran lainnya.

Selain itu, pengelolaan air berdasarkan karakteristik gambut dan jenis tanaman harus dipertimbangkan juga. Setiap tanaman memerlukan drainase yang berbeda-beda, sementara gambut dapat menyerap air dengan mudah.

Tanah gambut yang bersifat asam tidak mempermudah penanaman tanaman pangan di lahan gambut. Lahan ini memerlukan peningkatan pH untuk mengurangi tingkat keasaman di tanah.

Biasanya peningkatan ini dapat melalui kapur, tanah mineral, pupuk kandang, dan abu sisa pembakaran.

Penanaman tanaman di lahan gambut tentu bukanlah hal yang praktis karena perlu banyak perhitungan dan tingginya risiko kegagalan. Selain itu, pembukaan lahan dari lahan gambut menjadi lahan pertanian berpotensi merusak lingkungan.

Menurut kalian, apakah penanaman tanaman di lahan gambut perlu terus dilanjutkan?

Artikel Terkait