Tiga Komoditas Desa Devisa di Wilayah Sumatera Berpotensi Jadi Motor Penggerak Ekspor Baru

FT News – Pemerintah mendorong ekspor tiga komoditas dari Desa Devisa di wilayah selatan, Riau, dan Aceh melalui Program Special Mission Vehicle (SMV) Icon.

Potensi itu pun dibuka oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Yang mana komoditas dari ketiga desa tersebut di antaranya Desa Devisa Tenun di Palembang, Desa Devisa Sagu di Kepulauan Meranti dan Desa Devisa Kopi Gayo di Aceh.

“Dengan potensi produksi dan permintaan global yang terus meningkat, kain tenun, sagu, dan kopi Gayo diharapkan dapat menjadi motor penggerak ekspor baru bagi Indonesia, sekaligus memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah,” kata Kepala Kanwil DJKN Sumsel, Jambi, dan Bangka Belitung Kementerian Keuangan Ferdinan Lengkong, dilansir dari Antara, Kamis (26/9/2024).

Desa Devisa Tenun di Palembang salah satu komoditas dari ketiga Desa Devisa, berpotensi jadi motor penggerak ekspor baru. (Istimewa)

Capaian peluang pemerintah dalam mendorong ekspor kain tenun, sagu, dan kopi tercermin dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah oleh LPEI.

Pada 2023, peningkatan ekspor tenun tertinggi masih dicatatkan dengan negara tujuan ke Arab Saudi (naik 12,25 juta dolar AS), Uni Emirat Arab (naik 10,71 juta dolar AS), Meksiko (naik 5,22 juta dolar AS), India (naik 4,72 juta dolar AS), dan Filipina (naik 1,97 juta dolar AS).

Indonesia paling banyak mengekspor jenis kain tenun berupa kain tenunan dari benang filamen sintetik (50,64 persen), kain tenunan lainnya dari serat stapel sintetik (13,77 persen) serta kain tenunan dari < 85 persen serat stapel sintetik, dicampur dengan kapas (8,27 persen).

Sementara itu, nilai ekspor sagu Indonesia meningkat tajam sebesar 134,40 persen (yoy) pada 2023, sejalan dengan volume ekspor yang meningkat 164,86 persen. Peningkatan tersebut terutama dipicu oleh tingginya permintaan dari Tiongkok, Malaysia, Taiwan, Filipina, dan Singapura.

“Sagu menarik perhatian pasar global karena sifatnya yang non-GMO dan bebas gluten sehingga menarik konsumen yang peduli dengan kesehatan,”
Di sisi lain, pada periode Januari-Juni 2024, nilai ekspor kopi meningkat sebesar 10,79 persen (yoy).

Hal ini menunjukkan adanya pengaruh positif dari kenaikan harga kopi di pasar global.

Kopi Gayo Aceh, berpotensi jadi motor ekspor yang baru. (Istimewa)

Ekspor kopi ke sejumlah negara masih mencatatkan peningkatan, tertinggi ke Thailand (naik 26,75 juta dolar AS), diikuti ke Filipina (naik 10,88 juta dolar AS), Malaysia (naik 9,02 juta dolar AS), Uni Emirat Arab (naik 6,38 juta dolar AS), dan Armenia (naik 4,53 juta dolar AS).

BACA JUGA:   Emil Dardak: Jadikan Nganjuk Fashion Carnaval Momentum Kebangkitan Ekonomi

Ferdinan menilai, produk unggulan seperti tenun Palembang, sagu dari Kepulauan Meranti, dan Kopi Gayo asal Bener Meriah, Aceh memiliki potensi untuk tembus pasar ekspor dalam dua tahun mendatang.

Kepala Departemen Jasa Konsultasi UKM LPEI Nilla Meidhita mengatakan Program Desa Devisa bertujuan untuk mendorong ekspor produk lokal, meningkatkan devisa negara, serta kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan koperasi dan UMKM.

Dengan pendampingan dan pelatihan yang diberikan oleh LPEI, diharapkan produk-produk UMKM dapat memenuhi standar ekspor dan bersaing di pasar global.

“LPEI tidak hanya memberikan pengetahuan yang mendalam kepada peserta, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan ekspor secara lebih terstruktur dan profesional, sekaligus mendukung pengembangan potensi komoditas desa menuju pasar internasional,” kata Nilla.

Adapun sejak 2020 hingga Agustus 2024, akumulasi jumlah Desa Devisa LPEI mencapai 1.545 Desa Devisa yang tersebar di seluruh Indonesia dengan melibatkan 134.918 petani, nelayan, pengrajin, dan warga lainnya.

Terdapat 23 komoditas ekspor unggulan Desa Devisa antara lain kopi, rumput laut, kakao, gula aren, dan kerajinan. Desa Devisa Tenun Palembang meliputi 6 desa dengan jumlah 20 pengrajin yang mempekerjakan sekitar 300 orang pekerja.

Desa Devisa Tenun Palembang memiliki kapasitas produksi 600 lembar kain per tahun dengan omset Rp1,3 miliar.

Desa Devisa Sagu dari Kepulauan Meranti terdiri dari 16 desa dengan melibatkan lebih dari 6.000 petani.

Dengan kapasitas produksi mencapai 1.000 ton per bulan, program ini diharapkan mampu meningkatkan daya saing produk sagu di pasar internasional melalui peningkatan kualitas, diversifikasi produk, dan penerapan standar mutu global.

Sementara Desa Devisa Kopi Gayo asal Bener Meriah, Aceh, meliputi 220 desa dengan total lahan seluas 192 hektar yang menghasilkan 134,4 ton dengan potensi penjualan mencapai Rp14,1 miliar.

Untuk memperkuat daya saing dan memastikan keberlanjutan, Kementerian Keuangan, LPEI, dan Pemerintah Kabupaten Bener Meriah telah membentuk Koperasi Panca Gayo Aceh sebagai off-taker kopi gayo untuk dapat menembus pasar kopi dunia.

Artikel Terkait