Daerah

Jangan Keliru Berikan Makanan Tambahan untuk Atasi “Stunting”

Forumterkininews.id, Jakarta- Hari ini di media massa muncul perdebatan mengenai menu mencegah stunting dalam program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) di Kota Depok.

Dalam unggahan yang beredar, orang tua mendapatkan nasi, sawi, chicken katsu, dan sup tahu pada anak yang mengalami stunting. Namun demikian, perlu diketahui bahwa terdapat perbedaan antara PMT tiap bulan di Posyandu dan PMT untuk mencegah stunting. Penentuan PMT harus sesuai Petunjuk Teknis Kementerian Kesehatan 2023.

Adapun PMT di Posyandu bertujuan meningkatkan status gizi balita, terutama balita dengan gizi kurang, dengan cara melengkapi kebutuhan gizi hariannya agar anak mencapai berat badan yang sesuai usianya.

“Fokus pada protein hewani,” kata DR.dr. Tan Shot Yen, M.hum Dokter Ahli Gizi Masyarakat kepada Forumterkininews.id, di Jakarta, Kamis (16/11).

Menunya antara lain, bubur kentang daging+melon, bubur udang tahu+pepaya. Kudapan ini untuk makanan tambahan lokal bagi bayi berusia 6-8 bulan. Kemudian, makanan tambahan lokal untuk berusia 9-11 bulan, ialah nasi tim tongkol+apel dan nasi tim ayam+sari buah jeruk.

Sementara, Pemberian Makanan Tambahan untuk mencegah stunting tidak bisa hanya diberikan makanan bergizi hanya sebulan sekali.

“Jika buat mencegah stunting. Harus sesuai dengan Petunjuk Teknis PMT yang diterbitkan oleh Kemenkes RI 2023,” ujar Tan Shot Yen.

“Mestinya ini, sebagai tambahan yang diberi 28-90 hari berturut-turut di samping ibu juga memberi makan dari menu keluarga 3x makan sehari-hari,” tambahnya.

Merujuk  Petunjuk Teknis (Junkis) Kementerian Kesehatan 2023, makanan lokal bagi anak berusia 12-23 bulan antara lain, nasi bola tahu ayam+jeruk dan nasi soto lamongan+jeruk. Selanjutnya, nasi goreng+pepaya dan nasi goreng udang+pisang.

Junkis Kementerian Kesehatan 2023 bisa menjadi rujukan bagi kader posyandu untuk pemberian makanan tambahan mencegah stunting pada anak

Salah Persepsi Soal Stunting

Selanjutnya, sebagian besar masyarakat mengira stunting hanya pada asupan gizi yang kurang. Sehingga bantuan yang diberikan hanya sekadar menyumbang makanan dan minuman bergizi.

“Stunting dapat dikatakan gangguan gizi menahun yang berawal dari ketidaktahuan beruntun,” kata Tan Shot Yen.

Padahal, pendekatan sensitif menyumbang 70 persen penyelesaian stunting. Pengetahuan orang tua terhadap anak, pola asuh, dan layanan kesehatan.

“Cakupan imunisasi, kebersihan lingkungan, pengadaan air bersih, jamban keluarga yang dikelola dengan benar, hingga pengentasan masalah polusi serta manajemen keuangan rumah tangga juga penting,” tambahnya.

Kemudian, alih-alih memahami buku panduan  KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), ibu muda lebih memilih bubur kemasan jadi yang tinggal diseduh air panas. Selain itu, membeli bubur pinggir jalan yang katanya ‘organik’ dan ‘sehat’ menurut penjualnya.

“Untuk mengatasi stunting, berarti harus dimulai dari mengatasi kesimpangsiuran terminologi, penyebab, dan efektivitas berbagai program penanggulangannya,” kata Tan Shot Yen.

Pemberian Makanan Tambahan
Ilustasi, pemberian makanan tambahan berguna untuk mencegah stunting pada anak. Foto: ANTARA

Lima Tanda Ini Mengarah ke Stunting

Pertama, ibu hamil mengalami anemia, lingkar lengan atas kecil mengakibatkan anak yang baru lahir akan menderita anemia dan berat badan lahir rendah (BBLR). Kondisi ini lantaran ibu memiliki pengetahuan yang cukup untuk memberikan gizi saat kehamilan.

Kedua, Ketika anak lahir, ibu tidak mengerti pentingnya  air susu ibu (ASI) pada anak.

“Berbagai studi telah mengungkap banyak manfaat dari menyusui langsung: terutama fakta bahwa ASI selalu berubah komposisinya mengikuti kebutuhan anak” katanya.

Kemudian, bertemunya air liur bayi dan saluran susu menciptakan reaksi unik yang menyebabkan ASI diproduksi dengan antibodi yang dibutuhkan bayi.

Ketiga, pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif gagal. Kondisi ini akan mengakibatkan anak sering sakit, anak jadi mengonsumsi susu formula. Padahal, menyusui merupakan proses alamiah untuk mendapatkan nutrisi pertama ketika dilahirkan.

Keempat, makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) tidak benar secara kualitas dan kuantitas.

“Seakan-akan memberi makan bayi di usia 4 atau 5 bulan bisa mengganti kebutuhan ASInya. Padahal, di usia 6-8 bulan saja kebutuhan ASI masih 70 persen. Makanya makanan pertama tersebut disebut makanan pendamping ASI. Bukan pengganti ASI. Sekali lagi, saatnya seorang ibu harus belajar,” ujarnya.

Kelima, anak sering tertular batuk, pilek, diare, TBC. Hal ini disebabkan karena orang tua tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan yang baik bagi anak-anaknya untuk mencegah stunting. Orang tua justru lebih memilih membeli produk hanya untuk memuaskan ego pribadi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button