Polrestabes Medan Ungkap Perdagangan Beruang Madu dan Trenggiling Lewat Medsos
Sat Reskrim Polrestabes Medan mengungkap perdagangan ilegal satwa dilindungi di Medan, Sumatera Utara (Sumut).
Melalui penyelidikan yang dilakukan secara intensif, polisi menggagalkan dua kasus sekaligus yang melibatkan penjualan bagian tubuh satwa dilindungi melalui platform marketplace di media sosial.
Dari pengungkapan ini, petugas menyita satu offset beruang madu dan 13 kilogram sisik trenggiling.
Baca Juga: Kebakaran Hebat di Uluan Toba, Anak Perempuan Meninggal di Kamar
Kapolrestabes Medan Kombes Pol Jean Calvijn Simanjuntak menjelaskan kronologi kasus tersebut dalam konferensi pers di Mapolrestabes Medan pada Jumat (14/11).
Pengungkapan pertama berawal dari laporan masyarakat soal adanya upaya pengiriman offset, bagian tubuh beruang madu yang diawetkan, oleh seorang pria berinisial ASM (49) warga Medan Denai. ASM rencananya mengirimkan paket tersebut ke Aceh melalui loket bus di kawasan Sunggal.
“Petugas menemukan tersangka membawa kotak besar. Setelah diperiksa, ternyata isinya offset beruang madu yang akan dikirim ke Lhokseumawe,” jelas Kapolrestabes.
Baca Juga: Brimob Polda Sumut Tangkap 11 Anggota Geng Motor di Fly Over
Polisi mengamankan offset beruang madu. [Istimewa]
Dalam pemeriksaan, ASM mengaku membeli offset itu dari seorang pemasok berinisial DON, yang kini telah masuk daftar pencarian orang (DPO), seharga Rp 2,5 juta. Offset tersebut rencananya dijual kembali kepada pembeli berinisial AS, yang dikenalnya lewat media sosial, dengan harga Rp 7,5 juta.
Pengungkapan berikutnya terjadi di kawasan Medan Johor. Polisi menerima informasi adanya transaksi sisik trenggiling yang dipasarkan lewat medsos. Tim segera bergerak dan mengamankan tersangka OT saat hendak bertransaksi, lengkap dengan barang bukti 13 kilogram sisik trenggiling.
Ilustrasi penangkapan. [Istimewa]
“Modusnya hampir sama, pelaku menawarkan barang melalui media sosial. Sisik itu rencananya dijual dengan harga Rp 2 juta per kilogram,” ujar Kapolrestabes.
Polisi juga tengah memburu seorang lagi pelaku berinisial OS, yang turut terlibat dan kini berstatus DPO.
Para tersangka dijerat Pasal 40 Ayat 1 jo. Pasal 21 Ayat 2 UU RI Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (KSDAE). Ancaman hukuman maksimal mencapai 15 tahun penjara.