Banjir, Longsor, Tanah Bergerak Terjang Sukabumi, Ulah Siapa?

Minggu, 08 Des 2024

Jalan terputus akibat tanah bergerak di Jampangkulon, Kabupaten Sukabumi. (Twitter)

Penebangan hutan atau deforestasi yang begitu massif di banyak daerah di Indonesia, tentu saja akan menimbulkan masalah besar di masa depan.

 

Itu sudah terjadi sekarang di mana banyak kawasan Indonesia diterjang banjir bandang, seperti yang terjadi di kawasan Kabupaten Sukabumi.

 

Tak cuma banjir yang terjadi baru-baru ini, kita bisa melihat video-video viral di media sosial memperlihatkan tanah bergerak di sana.

 

Bahkan, Mahfud MD pernah mengkritik deforestasi di Indonesia selama 10 tahun di bawah kepemimpinan Joko Widodo atau Jokowi, penebangan hutan mencapai 12,5 juta hektar.

 

"Saya mencatat juga tambang ilegal 2.500 (Izin Usaha Pertambangan/IUP), tapi juga ada yang lebih dari itu. Dalam 10 tahun terakhir terjadi deforestasi hutan 12,5 (juta) hektar hutan kita," tutur Mahfud MD di acara Debat Cawapres 2024 pada Minggu (21/1/2024).

 

Mantan Menkopolhukam ini lalu menyamakan deforestasi dengan luas lahan 12,5 juta hektar itu setara dengan 23 kali luas Pulau Madura, dan lebih luas dari wilayah Korea Selatan.

 

Komunitas lingkungan Cisadane Resik, yang bermarkas di Cijeruk, Kabupaten Bogor, turut prihatin dengan bencana alam yang terjadi serentak saat ini.

 

“Pengalaman di Cisadane Resik maupun di tahun-tahun sebelumnya sejak tahun 2001. Pada tahun 2001, pasca reformasi banyak hutan dibabat oleh berbagai pihak dengan berbagai motif, termasuk di wilayah Cirata tempat saya pertama kali melakukan aksi lingkungan. Lingkungan menjadi panas dan gersang, musim hujan. Air membawa lapisan tanah yang subur dan perlu 20 tahun untuk melihat daerah tersebut asri kembali,” tutur Sutanandika, Koordinator Forum Cisadane Resik, saat berbincang dengan FTNews.co.id.  

Komunitas Cisadane Resik saat melakukan kegiatan penanaman pohon. (Cisadane Resik)

Pria yang berprofesi sebagai guru di SMA Negeri 1 Cijeruk ini lalu menceritakan pengalaman ketika menginjakkan kaki di Sukabumi pada tahun 1990-an, perjalanan dari Bogor ke Tegal Buleud melintasi hutan lebat.


Kini, kondisinya lain, 10 tahun belakangan ini sering terjadi longsor di wilayah itu, termasuk Sukabumi.

 

“Cisadane Resik Rescue pernah melakukan aksi di Agrabinta, Cicadas Sinar Resmi, Cikakak, Sukanagara, Cianjur Gempa, dengan interval kejadian semakin rapat dan tingkat kerusakan yang tinggi. Ini seharusnya menjadi catatan untuk riset daerah untuk menanggulangi hal tersebut,” ujar dia.

 

Menurutnya, program 50 juta pohon yang dicanangkan Pemerintah Jawa Barat, tentunya terlalu dini untuk dihakimi.

 

“Namun, bagaimanapun butuh minimal tiga tahun untuk terlihat rimbun dan beberapa tahun berikutnya untuk dirasakan kekuatan pohon untuk menangkap air dan menjaga tanah dari bahaya longsor dan banjir,” tandas dia.

 


Masyarakat Jadi Kunci Pelestarian Alam


Sutanandika berpendapat, masyarakat adalah kunci dalam menjaga kelestarian alam. Di banyak kasus kelestarian alam bisa terjaga ketika lembaga masyarakatnya cukup kuat untuk menghadapi godaan uang, atau tekanan baik penyalahgunaan birokrasi maupun penggunaan milisi sipil.

 

“Kuatnya masyarakat ini ditunjang oleh pengetahuan dan kesadaran yang dibangun lewat pendidikan yang memadai,” kata dia.

Topik Terkait: