FT News – Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Nuraini Rahma Hanifa mengungkapkan ada pekerjaan rumah buat negara untuk menghadapi ancaman gempa besar megathrust. Menurutnya, persiapan menghadapi gempa megathrust ini akan menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh elemen negara, baik pemerintah maupun masyarakat agar dapat meminimalisir korban terdampak. Ia menjelaskan, kepanikan menjadi salah satu penyebab tingginya korban jiwa dalam sebuah bencana alam, termasuk gempa megathrust dan potensi tsunami.
“Jujur, kayaknya kita masih punya banyak PR untuk meningkatkan kesiapan menghadapi gempa megathrust,” ucapnya, dikutip dari Antara. Rahma menerangkan, dalam konteks gempa bumi, kepanikan umumnya disebabkan oleh tingginya kemungkinan bangunan akan runtuh. Hal ini kemudian akan menyebabkan kepanikan di mana warga akan berlarian tak beraturan. Rahma memberikan contoh bagaimana Jepang membuat bangunan yang memiliki standar khusus. Sama halnya seperti Indonesia, Jepang juga menjadi negara yang kerap mengalami gempa bumi. Jepang sendiri memiliki standar khusus untuk bangunan yang tahan gempa. Tahan gempa bukan berarti bangunan itu tidak akan roboh. Akan tetapi, bangunan itu tidak akan roboh ketika gempa terjadi. “Kita di Indonesia mungkin nggak merasa yakin dengan bangunan ataupun rumah yang kita tempati. Sehingga mungkin kita punya insecurity terhadap bangunan dan kita juga panik,” ucapnya. Rahma juga menilai masyarakat Indonesia memiliki bayangan traumatis terhadap gempa yang pernah terjadi di Aceh pada tahun 2024 lalu. Pasalnya, gempa tersebut diiringi dengan gelombang tsunami yang mengharuskan setiap orang untuk berlarian keluar rumah. Menurutnya, mitigasi bisa diawali dengan upaya berbasis sains, teknologi dan inovasi seperti pembuatan rumah tahan gempa dan modernisasi sistem peringatan dini, sambil terus melakukan sosialisasi jalur evakuasi saat bencana terjadi. Sebelumnya, Peneliti Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) juga sempat menyoroti penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) bangunan tahan gempa di dalam negeri hanya berfokus pada gedung, bukan perumahan rakyat. [caption id="attachment_191379" align="aligncenter" width="640"]