Purbaya Bongkar Dana Rp234 Triliun Milik Pemda, KDM Kebakaran Jenggot
Pernyataan tegas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengguncang ruang publik ketika ia mengungkap fakta mencengangkan: uang milik pemerintah daerah (pemda) senilai Rp234 triliun diketahui mengendap di bank tanpa terserap optimal.
Menurutnya, angka fantastis itu bukan sekadar catatan akuntansi, melainkan potret buram ketidakcakapan daerah dalam mengeksekusi anggaran yang seharusnya menjadi penggerak ekonomi masyarakat.
Baca Juga: Terungkap! Plat RI 19 yang Viral Ternyata Digunakan oleh Menteri Purbaya Yudhi Sadewa
Dalam paparannya, Purbaya menegaskan bahwa serapan APBD nasional hingga September 2025 baru mencapai 51,3 persen, atau sekitar Rp712,8 triliun dari total pagu Rp1.389 triliun.
Serapan Lebih Tinggi Pada Tahun Lalu
Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa. [Dok. Kemenkeu]
Baca Juga: KDM Sidak Sumber Air Aqua Ternyata dari Bawah Tanah, Bukan Air Pegunungan
Padahal, seharusnya pada periode yang sama tahun lalu, serapan lebih tinggi hingga menyentuh angka 64 persen.
Ia menyoroti khusus belanja modal yang justru menurun lebih dari 31 persen, padahal pos ini memiliki efek langsung terhadap pembangunan dan pembukaan lapangan kerja di daerah.
Dari laporan yang diterima Purbaya, terdapat 15 pemerintah daerah yang paling banyak menyimpan dana di bank.
DKI Jakarta menjadi yang paling jumbo dengan nilai Rp14,6 triliun, disusul Jawa Timur Rp6,8 triliun, dan Kota Banjar Baru Rp5,1 triliun.
Sementara itu, sejumlah daerah lain seperti Bojonegoro, Kutai Barat, dan Mimika juga mencatat simpanan triliunan rupiah yang tak kunjung tersalurkan untuk kebutuhan publik.
Surplus Bukan Keberhasilan
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. [Dok. Kemenkeu]
Kondisi ini menuai kritik tajam dari Purbaya. Ia menilai, surplus APBD bukanlah simbol keberhasilan, melainkan indikasi lemahnya eksekusi dan perencanaan.
“Tujuannya bukan untuk menabung, tetapi meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya dalam rapat koordinasi bersama kepala daerah di Kementerian Dalam Negeri.
Ia bahkan mencontohkan Kabupaten Bojonegoro, daerah kaya minyak dengan APBD surplus Rp3 triliun, yang dianggap tidak sejalan dengan potensi ekonominya.
KDM Bereaksi Keras
Pernyataan tersebut memantik reaksi keras dari sejumlah kepala daerah, salah satunya Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM).
Ia membantah data tersebut dan menantang Kementerian Keuangan membuka secara terbuka bukti bahwa Jabar menyimpan dana Rp4,17 triliun dalam bentuk deposito.
“Saya sudah cek, tidak ada. Kalau memang benar, silakan buktikan,” katanya. Dedi menilai generalisasi bahwa semua daerah menimbun uang di bank tidak adil dan berpotensi merusak citra pemda yang telah bekerja maksimal.
Namun, Purbaya tidak tinggal diam. Ia menegaskan bahwa data tersebut bersumber langsung dari sistem pelaporan Bank Indonesia (BI). Bahkan, ia menyebut Gubernur Jabar mungkin mendapat laporan yang keliru dari bawahannya.
“Tanya saja ke Bank Sentral. Itu laporan resmi dari perbankan,” ujarnya.
Di tengah silang pernyataan ini, Purbaya kembali mengingatkan agar seluruh pemda mempercepat realisasi anggaran terutama dalam tiga bulan terakhir tahun ini.
Ia menegaskan, uang yang hanya diam di bank tidak memberi manfaat apa pun bagi masyarakat. “Kalau uangnya bergerak, ekonomi ikut hidup,” katanya.
Purbaya pun menutup dengan peringatan keras: menjaga kepercayaan publik dan investor jauh lebih penting daripada sekadar menampilkan angka surplus di atas kertas.
15 Pemerintah Daerah dengan Dana Mengendap Terbanyak (Data Kemenkeu 2025)
Provinsi DKI Jakarta - Rp 14,6 triliun
Provinsi Jawa Timur - Rp 6,8 triliun
Kota Banjar Baru - Rp 5,1 triliun
Provinsi Kalimantan Utara - Rp 4,7 triliun
Provinsi Jawa Barat - Rp 4,1 triliun
Kabupaten Bojonegoro - Rp 3,6 triliun
Kabupaten Kutai Barat - Rp 3,2 triliun
Provinsi Sumatera Utara - Rp 3,1 triliun
Kabupaten Kepulauan Talaud - Rp 2,6 triliun
Kabupaten Mimika - Rp 2,4 triliun
Kabupaten Badung - Rp 2,2 triliun
Kabupaten Tanah Bumbu - Rp 2,11 triliun
Provinsi Bangka Belitung - Rp 2,10 triliun
Provinsi Jawa Tengah - Rp 1,9 triliun
Kabupaten Balangan - Rp 1,8 triliun