Timeline Sejarah Pembuangan Sampah Bantar Gebang, Tahun Ini Setinggi 16 Lantai
Jalan Panjang Mencari Solusi
Gunungan sampah setinggi gedung 16 lantai ini menjadi pengingat bahwa persoalan sampah tidak bisa lagi ditunda. Selain mengancam lingkungan dan kesehatan warga sekitar, Bantar Gebang juga menunjukkan betapa kompleksnya tata kelola sampah perkotaan.
Jika rencana konversi sampah menjadi energi benar-benar diwujudkan, maka Bantar Gebang bisa berubah dari simbol masalah menjadi pusat solusi.
Namun, tanpa sistem penyortiran yang jelas dan komitmen jangka panjang, persoalan sampah hanya akan bergeser tanpa pernah benar-benar terselesaikan.
Timeline Sejarah Bantar Gebang
1986–1989
Pemerintah DKI Jakarta mencari lokasi baru untuk pembuangan sampah karena TPA Cililitan, Jakarta Timur, sudah penuh. Bantar Gebang, Bekasi, dipilih sebagai lokasi alternatif.
1989
TPA Bantar Gebang resmi dibuka dan mulai menerima sampah dari Jakarta. Konsep awalnya menggunakan sistem sanitary landfill (penimbunan dengan lapisan tanah).
1990-an
Volume sampah terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk Jakarta. TPA Bantar Gebang menerima lebih dari 3.000 ton sampah per hari. Mulai muncul keluhan warga sekitar akibat bau menyengat, pencemaran air tanah, dan masalah kesehatan.
2000-an
Pemerintah DKI beberapa kali menggulirkan proyek modernisasi, termasuk rencana pembangunan insinerator (pembangkit listrik tenaga sampah). Namun, sebagian besar terhambat masalah pendanaan, perizinan, dan penolakan warga.
2010
DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Bekasi sering bersitegang karena Bantar Gebang dianggap membebani wilayah Bekasi. Pemerintah pusat mulai ikut campur untuk mencari solusi.
2015
Mulai diperkenalkan program bank sampah di tingkat masyarakat, dengan tujuan mengurangi beban Bantar Gebang. Namun, volume sampah yang masuk tetap tinggi.
2019
Pemerintah membangun fasilitas pengolahan sampah dengan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) di Bantar Gebang. Teknologi ini memungkinkan sampah diolah menjadi bahan bakar alternatif untuk industri semen.
2020–2022
Masalah kapasitas semakin mendesak. Bantar Gebang diperkirakan hanya memiliki umur pakai beberapa tahun lagi karena tumpukan sampah semakin menjulang.
2025
Kondisi Bantar Gebang kembali jadi perhatian publik setelah Menteri Zulkifli Hasan menyebut tumpukan sampahnya sudah setara gedung 16 lantai.
Pemerintah berencana mempercepat pembangunan fasilitas konversi sampah menjadi energi dengan menunggu Instruksi Presiden.