Air Hujan Jakarta Mengandung Mikroplastik, BRIN Peringatkan Bahayanya
Air hujan yang selama ini dianggap bersih ternyata tidak sepenuhnya aman. Penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap bahwa air hujan di Jakarta mengandung mikroplastik berbahaya akibat aktivitas manusia di perkotaan.
Artinya, polusi plastik kini tidak hanya mencemari tanah dan laut, tetapi juga ikut turun dari langit.
Baca Juga: Kapolri Ungkap 29 Korban Ledakan di SMAN 72 Jakarta Masih Dirawat, 2 di ICU
Peneliti BRIN, Muhammad Reza Cordova, menjelaskan bahwa penelitian sejak 2022 mendeteksi mikroplastik di setiap sampel air hujan di Jakarta. Menurutnya, partikel ini berasal dari limbah plastik yang terdegradasi dan melayang di udara.
“Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka,” jelas Reza, dikutip dalam situs resmi BRIN, Jumat (17/10/2025).
Mikroplastik Dalam Bentuk Serat Sintetis
Baca Juga: Ini Wajah Si Raja Tega Bikin Nyawa Hansip di Cakung Melayang
Ilustrasi Jakarta dilanda hujan deras. (Meta AI)
Mikroplastik yang ditemukan berbentuk serat sintetis dan fragmen kecil dari polimer seperti poliester, nilon, polietilena, polipropilena, hingga polibutadiena dari ban kendaraan.
Rata-rata terdapat 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari dalam sampel hujan di wilayah pesisir Jakarta.
Fenomena ini terjadi karena mikroplastik ikut terangkat ke udara melalui debu, asap pembakaran, atau aktivitas industri, lalu terbawa angin dan turun kembali bersama hujan. Proses ini dikenal sebagai atmospheric microplastic deposition.
“Siklus plastik tidak berhenti di laut. Ia naik ke langit, berkeliling bersama angin, lalu turun lagi ke bumi lewat hujan,” ujar Reza.
Bahaya mikroplastik bukan berasal dari air hujannya, tetapi dari kandungan kimia beracun seperti ftalat, BPA, hingga logam berat yang bisa ikut terhirup atau masuk ke tubuh manusia lewat makanan dan minuman.
“Yang beracun bukan air hujannya, tetapi partikel mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia aditif atau menyerap polutan lain,” tegas Reza.
Menyebabkan Stres Oksidatif
Studi global menunjukkan bahwa paparan mikroplastik bisa menyebabkan stres oksidatif, gangguan hormon, hingga kerusakan jaringan tubuh, serta mencemari sumber air dan laut yang berujung pada rantai makanan.
Reza menilai gaya hidup masyarakat kota adalah penyebab utama. Dengan 10 juta penduduk dan 20 juta kendaraan, Jakarta menghasilkan limbah plastik dalam jumlah besar setiap hari.
“Sampah plastik sekali pakai masih banyak, dan pengelolaannya belum ideal. Sebagian dibakar terbuka atau terbawa air hujan ke sungai,” katanya.
Untuk mengatasi masalah ini, BRIN mendorong peningkatan riset kualitas udara dan air hujan, perbaikan pengelolaan limbah plastik, hingga penggunaan filter serat sintetis di industri tekstil. Edukasi publik juga menjadi kunci penting.
“Kesadaran masyarakat bisa menekan polusi mikroplastik secara signifikan,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Reza mengingatkan bahwa hujan yang mengandung plastik adalah cerminan dari perilaku manusia.
“Langit Jakarta sebenarnya sedang memantulkan perilaku manusia di bawahnya. Plastik yang kita buang sembarangan, asap yang kita biarkan mengepul, sampah yang kita bakar karena malas memilah semuanya kembali pada kita dalam bentuk yang lebih halus, lebih senyap, tapi jauh lebih berbahaya,” tutup Reza.