Jawa Barat
Biodata dan Agama Kyai Masturo Rohili, Pendiri Pesantren di Bekasi yang Jadi Tersangka Pelecehan Seksual
 011020254.jpg)
Nama Kyai Masturo Rohili mendadak menjadi sorotan publik setelah terseret kasus dugaan pelecehan seksual.
Selama bertahun-tahun, ia dikenal sebagai pendakwah dan pengasuh yayasan pendidikan Islam di Kabupaten Bekasi.
Baca Juga: Pengendara NMax Ini Jadi 'Buronan' Usai Setop Bus di Tikungan Ciwidey
Namun reputasinya runtuh setelah polisi menetapkannya sebagai tersangka atas laporan dua perempuan muda yang mengaku menjadi korban sejak mereka masih anak-anak.
Profil dan Latar Belakang Agama
Kyai Masturo Rohili, pendiri pesantren di Bekasi jadi tersangka pelecehan seksual. (dokumen istimewa)
Baca Juga: Bupati Cianjur Dibully Usai Undang Pelaku Intimidasi Wisatawan Majalengka, Polisi Kini Tangkap Pelaku
Masturo Rohili adalah tokoh agama asal Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Ia beragama Islam, dan dikenal masyarakat sebagai ustaz sekaligus pembina kegiatan dakwah.
Dalam berbagai forum keagamaan—baik di tingkat lokal maupun regional—nama Masturo cukup dikenal dan dihormati. Banyak warga menyebutnya sebagai sosok ustaz kharismatik yang kerap mengisi pengajian.
Selain berdakwah, Masturo juga membangun lembaga pendidikan berbasis Islam. Ia merupakan pendiri Yayasan Al Hidayah Arrohiliyah Bekasi (YAHIB) yang berada di Jalan Raya Madrasah Rawa Kalong, Desa Karang Satria, Kecamatan Tambun Utara.
Yayasan itu membawahi TK Roudlatul Athfal, panti asuhan, dan sejumlah unit pendidikan nonformal.
Beberapa anggota keluarganya, termasuk adik dan keponakannya, ikut mengelola yayasan tersebut.
Aktivitas di Luar Pendidikan
Kyai Masturo Rohili, pendiri pesantren di Bekasi jadi tersangka pelecehan seksual. (dokumen istimewa)
Selain berkecimpung di dunia pesantren dan dakwah, Masturo juga aktif menjadi tour leader perjalanan umrah. Ia pernah bekerja sama dengan beberapa biro travel umrah dan dipercaya memandu jamaah.
Pada masa lalu, namanya juga dikaitkan dengan aktivitas politik tingkat lokal, meski rekam jejaknya tak banyak terekspos.
Ia pernah disebut sebagai Ketua Forum Penjaga Alim Ulama (FPAU), meskipun keberadaan organisasi itu belum pernah terverifikasi secara resmi.
Posisi Kyai dan Pengaruh Sosial
Dalam tradisi pesantren Islam, posisi kyai dianggap sangat mulia. Mereka bukan hanya pengajar agama, tetapi juga panutan moral, pembina kedisiplinan santri, dan pemimpin spiritual.
Tugas seorang kyai mencakup mengajar kitab, memimpin ibadah, menanamkan nilai akhlak, hingga menjaga keikhlasan dalam mendidik umat. Karena itu, Masturo selama ini dihormati, diberi tempat istimewa, dan dipercaya oleh masyarakat sekitar.
Awal Munculnya Kasus
Nama Masturo mulai menjadi kontroversi setelah pada Juli 2025 dua perempuan berusia 21 dan 22 tahun melapor ke Polres Metro Bekasi. Keduanya merupakan anak angkat sekaligus keponakan Masturo.
Dalam laporan tersebut, mereka mengaku menjadi korban pelecehan seksual sejak duduk di bangku kelas 6 SD. Perbuatan itu diduga dilakukan berulang kali di rumah Masturo di Perumahan Taman Kebalen, Kabupaten Bekasi.
Para korban menyebut tindakan tersebut disertai unsur ancaman dan pemaksaan. Masturo bahkan disebut pernah meminta video tidak senonoh. Salah satu korban mengalami trauma berat hingga pernah mencoba bunuh diri.
Polisi menduga masih ada kemungkinan korban lain, sehingga penyelidikan diperluas.
Pengumpulan Bukti dan Status Tersangka
Setelah menerima laporan, penyidik memeriksa saksi, meminta visum, serta mengumpulkan bukti digital. Salah satu yang mencuat ke publik adalah rekaman suara yang diduga berisi pengakuan Masturo.
Dalam rekaman itu, terdengar suara laki-laki mengakui perbuatannya dengan alasan kedekatan emosional. Selain itu ditemukan juga percakapan bernuansa pelecehan yang menguatkan dugaan.
Berdasarkan alat bukti yang dinilai cukup, polisi kemudian menetapkan Kyai Masturo Rohili sebagai tersangka. Ia dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) serta UU Perlindungan Anak karena para korban mengalami pelecehan sejak usia dini.
Reaksi Keluarga dan Kontroversi
Kasus ini semakin memicu polemik setelah istri Masturo ikut memberi pembelaan. Ia menuding bahwa para korban memiliki andil dalam kejadian tersebut dan menyiratkan bahwa kesalahan tidak sepenuhnya berasal dari suaminya.
Pernyataan tersebut memancing kemarahan netizen dan pemerhati perlindungan anak yang menilai pembelaan itu tidak pantas, apalagi datang dari pihak terdekat pelaku.
Penangkapan Oleh Polisi
Setelah menyandang status tersangka, penyidik memanggil Masturo untuk pemeriksaan lanjutan. Karena dikhawatirkan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti, polisi akhirnya melakukan penangkapan. Ia ditahan untuk memperlancar proses hukum dan mencegah intimidasi terhadap korban.
Penangkapan itu langsung menjadi pemberitaan luas dan viral di media sosial. Banyak pihak yang awalnya menghormatinya ikut merasa kecewa dan marah.
Kasus ini juga membuka kembali diskusi publik tentang perlindungan santri dan anak di lingkungan pendidikan agama.
Ancaman Hukuman
Dengan pasal-pasal yang dikenakan, Masturo terancam hukuman penjara bertahun-tahun. UU TPKS mengatur ancaman pidana berat bagi pelaku kekerasan seksual, sementara UU Perlindungan Anak memperberat hukuman jika korban masih di bawah umur.
Proses persidangan nantinya akan menentukan vonis akhir, tetapi publik sudah menaruh perhatian besar karena statusnya sebagai tokoh agama.
Dampak Sosial dan Moral
Kasus ini menjadi salah satu skandal paling mengejutkan di lingkungan pendidikan Islam lokal. Sosok yang semula dianggap panutan justru diduga menyalahgunakan otoritasnya.
Kejadian ini juga menjadi pengingat pentingnya pengawasan terhadap lingkungan pesantren, yayasan pendidikan, dan lembaga asuhan anak.
Publik kini menantikan jalannya proses hukum sampai tuntas. Banyak pihak berharap kasus ini tidak berhenti di satu orang, dan jika ada korban tambahan, mereka bisa berani melapor.
Sementara itu, yayasan dan lembaga yang dipimpin Masturo terancam mengalami pembekuan hingga penataan ulang pengelolaan.