Mobile Ad
Ironi! Satwa Liar Menjemput Ajal di Kandangnya Sendiri

Jumat, 19 Jan 2024

FTNews - Akhir-akhir ini, dunia konservasi dikejutkan dengan kematian tiga ekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Medan Zoo, Medan. Seharusnya, kebun binatang adalah tempat para satwa berlindung dari ancaman-ancaman, terutama satwa yang sudah masuk ke dalam kategori terancam punah.

Spesies harimau sumatera, adalah salah satu satwa yang jumlah populasinya sangat sedikit. Oleh karena itu, The International Union for Conservation of Nature (IUCN) menetapkan bahwa status satwa ini adalah terancam punah atau critically endangered.

Populasi harimau sumatera terus menurun karena terjadinya perburuan liar dan kehilangan habitatnya. Pembukaan lahan kelapa sawit sangat membantu dalam penurunan populasi harimau ini.

Sementara itu, kebun binatang merupakan kawasan di mana hewan dipelihara dalam lingkungan buatan sehingga publik bisa melihatnya. Selain rekreasi, kebun binatang memiliki tujuan sebagai pendidikan, riset, dan konservasi satwa.

Untuk mencegah stres pada satwa, perlu pembuatan habitat satwa semirip mungkin dengan habitat aslinya. Selain itu, pemberian makanan juga harus sesuai dengan kebutuhan alaminya.

Pemeliharaan satwa ini juga tidak boleh sembarangan. Pemeliharaan satwa harus memenuhi prinsip-prinsip animal welfare atau kesejahteraan hewan.

Satwa harus memiliki lima kebebasan, yang antara lain:

  1. Bebas dari rasa lapar dan haus

  2. Bebas dari ketidaknyamanan

  3. Bebas dari rasa sakit, cedera, atau penyakit

  4. Bebas untuk mengekspresikan perilaku normal

  5. Bebas dari rasa takut dan tertekan.


Itu adalah prinsip-prinsip dasar yang harus terpenuhi dan satwa miliki selama pemeliharaan. Terjadinya kematian di Kebun Binatang Medan Zoo ini merupakan sebuah pukulan keras kepada dunia konservasi di Indonesia.

Mirisnya Kondisi Harimau Sumatera di Medan Zoo


Dokter hewan sedang memberikan bantuan CPR kepada harimau di Medan Zoo. Foto: BBC

Seekor harimau sumatera bernama Nurhaliza di Medan Zoo, misalnya. Mengalami gangguan paru-paru, nafas tersengal-sengal dan bersuara, dan banyak komplikasi lainnya. Tentu hal ini tidak masuk ke dalam kesejahteraan satwa, di mana satwa harus bebas dari rasa sakit, cedera, atau penyakit.

Terdapat 10 ekor harimau yang tersisa di Kebun Binatang Medan Zoo, akan tetapi empat di antaranya sakit parah.

"Hari ini ada sisa empat harimau sumatra. Tiga (di antaranya) dalam kondisi dibius infausta. Satu masih dalam kondisi fausta (masih bisa disembuhkan)," ungkap Plt. Direktur Utama PUD Pembangunan Kota Medan, Bambang Hendarto baru-baru ini mengutip BBC.

Medan Zoo juga tidak memiliki dokter hewan sejak keluarnya dokter hewan terakhir pada bulan November 2023. Saat ini, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) membentuk kerja sama dengan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI), dan tenaga profesional profesional dari NGO.

Selain itu, Medan Zoo juga menunjukkan ketidaklayakan. Banyak kandang-kandang ditemukan tidak berpenghuni, kandang tersebut berisikan rumput dan tumbuhan liar, tanaman rambat juga merambat pagar-pagar yang berkarat.

Salah satu pengunjung, Cynthia yang mengatakan bahwa kebun binatang ini berkesan kurang nyaman karena sejumlah tempat yang “kurang terurus”.

“Hewannya juga kurang bersemangat, lemas-lemas semua,” ungkapnya.

Seorang juru kampanye dari The Wildlife Whisperer of Sumatra, mengatakan bahwa banyak sarana dan prasarana kebun binatang yang tidak menunjang kesejahteraan satwa.

“Ini sama sekali bukan kebun binatang yang mencerminkan lembaga konservasi yang menjunjung tinggi nilai konservasinya,” ungkapnya melansir BBC.

Kebun binatang ini juga pernah mendapat teguran sebanyak dua kali dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Teguran ini karena pengelolaan Medan Zoo yang tidak sesuai dengan peraturan dan kesejahteraan satwa.

Harimau Sumatera di Indonesia


Harimau Sumatera. Foto: Taman Safari

Indonesia memiliki tiga jenis harimau Rumpun Sunda yang hidup dan pernah hidup di Indonesia. Harimau-harimau tersebut adalah harimau jawa (Panthera tigris sondaica), harimau bali (P. t. balica), dan harimau sumatera (P. t. sumatrae).

IUCN telah menyatakan populasi harimau jawa sudah punah sejak 2008 dan harimau bali sudah punah sejak 1950-an. Saat ini, harimau endemik yang tersisa hanyalah harimau sumatera.

Pada tahun 2017, IUCN menyatakan bahwa harimau sumatera, harimau bali, dan harimau jawa merupakan hewan yang serupa. Sejak saat itu, ilmuwan merevisi nama latin ketiga harimau ini menjadi Panthera tigris sondaica.

Harimau sumatera memiliki karakteristik belang-belang hitam dengan warna rambut dasar jingga. Belang milik harimau sumatera lebih banyak dibandingkan belang harimau Rumpun Sunda lainnya.

Di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, mereka memiliki sembilan mangsa yang bobotnya lebih dari 1 kg. Hewan-hewan tersebut seperti tapir, rusa, babi hutan, dan lainnya tersedia sebagai makanan untuk harimau sumatera.

Harimau sumatera jantan memiliki panjang berkisar 2,2 hingga 2,55 meter dengan massa 100 hingga 140 kg. Sementara itu, bagi yang betina memiliki panjang sekitar 2,15 hingga 2,30 meter dengan massa 75 hingga 110 kg.

Harimau sumatera hidup di hutan dataran rendah dan dataran tinggi. Pada tahun 1978, perkiraan populasi harimau sumatera mencapai 1.000 ekor. Namun pada tahun 2017, perkiraan populasi hewan ini adalah 618 ekor.

Harimau sumatera lebih memilih hidup di hutan yang jauh dari aktivitas manusia. Mereka lebih suka hidup di area dataran tinggi dengan curah hujan yang rendah.

Harimau Sumatera Menuju Kepunahan


Masyarakat menangkap harimau sumatera di tahun 1895. Foto: wikipedia

Populasi harimau sumatera terus berkurang akibat perburuan ilegal dan adanya pembukaan lahan untuk perkebunan sawit. Tidak hanya semakin berkurangnya habitat harimau, ekspansi perkebunan sawit ini menyebabkan berkurangnya sumber makanan mereka.

Upaya konservasi sudah ada sejak tahun 1995 dengan nama Sumatran Tiger Project (STP) di sekitar Taman Nasional Way Kambas. Pada tahun 2007, Kementerian Kehutanan Indonesia dan Taman Safari bekerja sama dengan Australia Zoo untuk memelihara harimau sumatera dan beberapa satwa lainnya yang terancam punah.

Saat ini, IUCN telah menetapkan keberadaan harimau ini sangat terancam punah atau critically endangered. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), mengategorikan satwa ini ke dalam Appendix I.

Satwa yang berada di dalam Appendix I tidak dapat diperjualbelikan secara komersil. Untuk keperluan non-komersil, membutuhkan izin impor dan ekspor dengan persetujuan lembaga yang terkait antara negara pengirim dan penerima.

Apa Itu Konservasi?


Taman Nasional Bukit Barisan. Foto: National Geographic

Lestarinya satwa liar dari kepunahan juga tak terlepas dari konservasi. Kata konservasi berasal dari kata conservation dari bahasa Inggris yang artinya pelestarian atau perlindungan. Jika dipenggal, kata conservation terbagi menjadi con (together) dan servare (to keep, to save what we have).

Dari kata-kata tersebut, dapat dipahami bahwa konservasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk memelihara dan memanfaatkan apa yang kita punya dengan bijaksana.

Theodore Roosevelt mengusung konservasi untuk pertama kalinya pada tahun 1902. Konservasi tidak hanya melindungi sebatas sumber daya alam berupa flora dan fauna. 

Aspek-aspek Konservasi


Secara umum, konservasi memiliki tiga tujuan, yaitu pemeliharaan, pemanfaatan dan pengawetan. Aspek-aspek lain mencakup upaya konservasi yaitu:

  1. Konservasi Satwa Liar
    Melestarikan dan melindungi hewan beserta habitatnya adalah upaya yang penting dalam konservasi. Dengan mempelajari dan memahami ekosistem satwa liar, kita dapat melindungi dan menjaga keberlangsungan hidup mereka, begitu juga dengan habitatnya.

  2. Konservasi Ekologi
    Kegiatan ini untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Terjadinya ketidakseimbangan ekosistem menimbulkan kerugian bagi flora dan fauna. Ketidakseimbangan ekosistem dapat mengancam jumlah populasi flora dan fauna yang ada hingga menimbulkan kepunahan.

  3. Konservasi Sumber Daya
    Hutan dapat menghasilkan banyak sumber daya. Baik berupa kayu, non kayu, dan jasa lingkungan. Akan tetapi, penggunaan sumber daya ini tidak dapat dilakukan semena-mena. Pembatasan dalam penggunaan sumber daya sangat penting bagi keberlangsungan dan kualitas sumber daya untuk masa depan.

  4. Konservasi Warisan budaya
    Konservasi tidak hanya kegiatan mengenai alam. Budaya juga satu hal yang harus dilestarikan. Mulai dari warisan budaya, monumen arkeologi, bangunan bersejarah, dan lanskap bersejarah. Jika tidak adanya konservasi warisan budaya, kemungkinan besar untuk budaya itu akan punah semakin besar.


Manfaat Konservasi


Konservasi memiliki banyak manfaat dalam kehidupan. Baik secara jangka pendek maupun jangka panjang. Kepentingan konservasi juga untuk memberikan rasa keamanan dan kenyamanan bagi manusia dalam keberlangsungan hidupnya.

Manfaat konservasi terbagi menjadi dua aspek, yaitu;

  1. Manfaat Secara Ekologi
    Manusia tidak akan bisa hidup tanpa sumber daya alam yang ada. Sumber daya yang kita gunakan akan berkurang terus menerus jika penggunaan tidaklah bijak. Keseimbangan ekologi sangatlah penting bagi manusia maupun alam.
    Selain itu, melindungi spesies-spesies flora dan fauna yang sudah langka maupun hampir punah juga sangat penting. Kita juga harus menjaga kualitas lingkungan agar tetap terjaga.

  2. Manfaat Secara Ekonomi
    Alam juga dapat mempengaruhi ekonomi manusia. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, manusia membutuhkan alam untuk hidup. Oleh karena itu, dalam penggunaan sumber daya alam haruslah bijak. Kondisi lingkungan yang tidak seimbang dapat mengubah siklus ekonomi kita. Contohnya adalah jika terjadinya kerusakan pada daerah aliran sungai (DAS), maka sumber-sumber air akan menghilang dan menurunnya kualitas air sungai.Dampak langsung juga dapat kita rasakan jika kita tidak dapat menjaga alam kita. Mulai dari banyaknya bencana alam seperti banjir, longsor, kekeringan, dan lain sebagainya akan memakan korban dan merusak infrastruktur yang sudah dibangun.


Strategi Konservasi Indonesia


Kegiatan konservasi di Indonesia sendiri sudah mulai dari tahun 1863 oleh Dr. Sijfert Hendrik Koorders. Dr. Sijfert Hendrik Koorders sendiri merupakan seorang botanis yang mendirikan Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belanda (Nederlandsch Indische Vereeniging tot Natuurbescherming) yang didirikan pada 22 Juli 1912.

Lembaga tersebut memelopori dan mengusulkan jenis flora dan fauna untuk dikonservasi. Ketika Indonesia sudah merdeka, dibentuk Lembaga Pengawetan Alam yang merupakan bagian dari Pusat Penyelidikan Alam Kebun Raya Bogor.

Munculnya taman nasional dan cagar alam merupakan adalah salah satu kemajuan dalam bidang konservasi di Indonesia. Tidak hanya berhenti di situ, Indonesia menindaklanjuti dengan pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang sekarang menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkingan Hidup.

Beberapa poin penting dari peraturan di atas adalah:

  1. Strategi konservasi sumber daya alam disusun untuk memberikan pedoman dalam pengelolaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan pembangunan.

  2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa daerah memiliki wewenang penuh dalam seluruh bidang kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama serta kewenangan lain.

  3. Kewenangan lain yang dimaksud adalah kewenangan dalam penggunaan sumber daya alam dan konservasi. Kebijakan ini ditulis lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2004 tentang Tugas Pemerintah yang Berkaitan dengan Konservasi Sumber Daya Hayati.

Topik Terkait:

Advertisement

Advertisement