Mobile Ad
Muncul saat Debat Capres, Yuk Kenali Bahasa Isyarat di Indonesia!

Senin, 05 Feb 2024

FTNews - Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, kita bertemu dengan berbagai macam orang. Dengan berbagai macam asal muasal dan kebudayaan orang-orang, kita juga bertemu dengan penyandang disabilitas.

Saat ini, penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 22,97 juta jiwa atau sekitar 8,5 persen dari jumlah penduduk di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 3,2 juta orang di Indonesia mengalami kesulitan memahami atau dipahami orang lain ketika berbicara. Lalu, hampir sebanyak 5 juta penduduk di Indonesia mengalami gangguan pendengaran.

Dalam debat capres, Minggu malam (4/2) di Jakarta Convention Center, Capres Anies Baswedan saat memulai paparan visi dan misinya membukanya dengan bahasa isyarat.

Sontak, aksinya itu pun ramai di media sosial. Saat itu, Anies sempat menunjuk jam dan kemudian tangannya berputar. Rupanya itu mengandung pesan 'waktunya perubahan'.

Debat kelima capres cawapres 2024 semalam bertema kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia dan inklusi.

Menurut Kementerian Kesehatan, tunawicara adalah seseorang yang memiliki gangguan atau hambatan saat melakukan komunikasi secara verbal. Gangguan ini dapat berasal dari suara, artikulasi dari bunyi bicara, hingga kelancaran berbicara.

Sebagai salah satu solusi untuk memperlancar komunikasi, mereka menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi. Tidak hanya para penyandang disabilitas, bagi yang tidak memiliki pun harus mempelajari bahasa isyarat untuk mempermudah komunikasi kepada para penyandang.

Terdapat dua jenis bahasa isyarat yang resmi di Indonesia, yaitu Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) dan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI). 

BISINDO


Abjad dalam BISINDO. Foto: Yayasan Peduli Kasih ABK

BISINDO merupakan bahasa isyarat yang muncul secara alami di kebudayaan Indonesia. Penggunaan bahasa isyarat ini praktis untuk dalam kesehari-harian sehingga bahasa ini memiliki variasi yang berbeda di setiap daerahnya.

Istilah BISINDO sendiri muncul pertama kali di dalam kongres ke-7 Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (GERKATIN) tahun 2006 silam. Seorang ahli bahasa yang juga tuli, Nicholas Palfreyman, memiliki tiga pandangan mengenai BISINDO.

  1. BISINDO adalah bahasa isyarat yang kaum tuli gunakan di Indonesia dan setiap isyarat harus ada ragam baku yang definitif.

  2. Saat ini, BISINDO adalah bahasa isyarat yang populer di Jakarta. Menurut Palfreyman, pemopuleran ragam ini ke seluruh Indonesia adalah sebuah keharusan.

  3. Keanekaragaman dari keunikan BISINDO di setiap daerahnya harus dipromosikan tanpa harus dibakukan.


Saat ini, BISINDO masih belum beragam di seluruh Indonesia. Bahkan, penelitian mengatakan bahwa bahasa isyarat antara Jakarta dan Yogyakarta itu berbeda meski memiliki 65 persen kesamaan dalam leksikonnya.

Sama halnya seperti bahasa lisan daerah yang berbeda-beda di setiap daerahnya. Bahasa isyarat pun juga memiliki “dialek” tersendiri di setiap daerahnya.

SIBI


Abjad dalam SIBI. Foto: Yayasan Peduli Kasih ABK

SIBI adalah bahasa isyarat yang pemerintah Indonesia ciptakan dan mereka ajarkan di Sekolah Luar Biasa (SLB). Bahasa ini muncul pada tahun 1978 saat Baron Sutadisastra mengajarkan American Sign Language (ASL) kepada SLB-B Karya Mulya dan SLB-B Zinnia.

Pada tahun 1989, SLB-B Karya Mulya meluncurkan Pedoman Isyarat Bahasa Indonesia. Lalu, pada tahun 1990, SLB-B Zinnia mengembangkannya lagi menjadi Kamus Dasar Bahasa Isyarat Indonesia dan terus berkembang di tahun-tahun selanjutnya.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pun mengambil kebijakan berupa pemaduan kamus-kamus bahasa isyarat untuk menjadi Sistem Isyarat Nasional. Pemerintah juga bekerja sama dengan pengembang bahasa isyarat dari Australia, Associate Prof. Merv Hyde, Ph.D.

Kerja sama ini untuk menyusun rekomendasi pemilihan dan pengembangan bahasa isyarat di Indonesia. Berdasarkan rekomendasi ini, terdapat juga kriteria yang sudah diakui secara internasional dan diusulkan untuk digunakan sebagai tolak ukur pemilihan dan pengembangan perangkat isyarat di Indonesia.

Topik Terkait:

Advertisement

Advertisement