Mobile Ad
Pembubaran Ibadat Mahasiswa Unpam: Gejala Lemahnya Toleransi

Rabu, 08 Mei 2024

FTNews - SETARA Institute memberi sejumlah catatan penting terkait aksi pembubaran ibadat yang kembali terjadi. Kali ini menimpa mahasiswa Katolik Universitas Pamulang (Unpam) saat berdoa Rosario. Hal ini menunjukkan lemahnya ekosistem toleransi.

Aksi pembubaran ibadat mahasiswa Unpam itu pun viral di media sosial. Pihak kepolisian juga telah menangkap dan menetapkan 4 tersangka.

Direktur Ekskutif SETARA Institute Halili Hasan mengatakan, SETARA menilai peristiwa tersebut pelanggaran atas kebebasan beragama atau berkeyakinan (KBB). Sekaligus cerminan lemahnya ekosistem toleransi di tengah tata kebhinekaan Indonesia.

"Kasus ini mempertegas bahwa situasi pelanggaran KBB stagnan serta gangguan atas tempat ibadah dan peribadatan masih terus terjadi," katanya di Jakarta, Rabu (8/5).

Data SETARA Institute menunjukkan, dalam periode tahun 2007-2022 terdapat 573 kasus gangguan terhadap tempat ibadah dan peribadatan yang terjadi di Indonesia.

Halili menambahkan, kasus pembubaran ibadat Rosario Mahasiswa Katolik Unpam menunjukkan bahwa intoleransi dan kebencian terus menjadi ancaman terhadap hak atas KBB. Yang secara konstitusional harus negara dan pemerintah jamin.

Dalam kasus pembubaran ibadat mahasiswa Unpam, ada dua faktor utama yang mendorong pembubaran. Yaitu intoleransi di kalangan masyarakat dan kegagalan elemen negara.

Dalam konteks ini RT/RW sebagai unsur negara di tingkat terkecil, di ranah masyarakat, untuk menjamin hak seluruh warga atas KBB.

"Upaya pihak kepolisian untuk mendamaikan para pihak mesti kita apresiasi. Namun demikian, kepolisian perlu memastikan adanya dugaan tidak pidana yang terjadi," imbuhnya.

Empat tersangka penyerangan mahasiswa Unpam saat ditampilkan di Polres Tangerang Selatan, pada Selasa (7/5/2024) (Foto: Istimewa)

Penegakan Hukum


Penegakan hukum atas kasus-kasus persekusi penting untuk mencegah perluasan persekusi dan pelanggaran KBB. Dalam pemantauan SETARA Institute selama ini, lemahnya penegakan hukum sering terjadi berkenaan dengan pelanggaran KBB dan secara umum menjadikan kelompok minoritas sebagai korban.

Kemudian, SETARA Institute mendorong seluruh pihak untuk menahan diri. Narasi-narasi lanjutan terkait peristiwa yang mereproduksi kebencian dan menaikkan tensi konfliktual mesti dihentikan.

SETARA Institute juga mendesak para pihak untuk menolak politisasi terkait kasus tersebut dalam rangka dinamika elektoral. Khususnya terkait Pilkada pada November 2024 mendatang.

Selain itu, SETARA Institute mendesak pemerintah untuk melakukan tindakan lanjutan seperti penanganan korban pembubaran ibadat mahasiswa Unpam. Jaminan perlindungan hak atas KBB, dan penegakan hukum atas tindak kekerasan yang terjadi.

"Agenda besar yang harus menjadi perhatian bersama yaitu membangun ekosistem toleransi di tingkat masyarakat. Ekosistem toleransi ini mesti dibangun dengan prakarsa kepemimpinan politik. Yang mana wali kota dan seluruh kepemimpinan politik mesti memberikan perhatian untuk agenda pemajuan toleransi," tuturnya.

Seluruh elemen masyarakat terkait, baik dalam bentuk entitas resmi seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Forum Pembauran Kebangsaan (FPK). Majelis-Majelis Keagamaan, maupun komunitas-komunitas sosial di berbagai bidang, seperti kebudayaan tradisional, kesenian, dan sebagainya, mesti terlibat dalam pembangunan ekosistem toleransi.

Topik Terkait:

Advertisement

Advertisement