Mobile Ad
Sesalkan Kuliah Kebutuhan Tersier, JPPI Kritisi Kenaikan UKT

Jumat, 17 Mei 2024

FTNews - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyayangkan pernyataan pejabat Kemendikbudristek bahwa pendidikan perguruan tinggi (PT) atau kuliah kebutuhan tersier. JPPI pun mengkritisi tingginya biaya uang kuliah tunggal (UKT) yang ramai mahasiswa kritik dan tolak.

Sebelumnya Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Tjitjik Sri Tjahjandarie menyebut pendidikan PT adalah kebutuhan tersier.

"Pernyataan ini melukai perasaan masyarakat. Menciutkan mimpi anak bangsa untuk bisa duduk di bangku kuliah," kata Ubaid di Jakarta, Jumat (17/5).

Menurut Ubaid, meletakkan pendidikan tinggi atau kuliah sebagai kebutuhan tersier adalah salah besar. Jika PT adalah kebutuhan tersier, lalu negara lepas tangan. JPPI mempertanyakan bagaimana dengan nasib pendidikan dasar dan menengah. Program wajib belajar 12 tahun.

"Program yang merupakan kebutuhan primer apakah pemerintah sudah membiayai?," ucapnya.

Selama ini kata Ubaid, skema pembiayaannya hanya skema bantuan operasional sekolah (BOS). Akibatnya, masih terdapat anak tidak sekolah (ATS) yang menggunung. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, ATS masih ditemukan di tiap jenjang.

JPPI mengungkap ATS di SD (0,67%), SMP (6,93%), dan SMA/SMK (21,61%). JPPI mengestimasi populasi ATS ini mencapai 3 juta lebih. Jumlah yang sangat besar.

Jelas, faktor utama penyebab ATS ini adalah soal ekonomi, kemampuan untuk membayar biaya sekolah. Artinya, sekolah di Indonesia hari ini masih berbayar. Pendidikan bebas biaya seperti yang UUD 1945 (Pasal 31) dan UU Sisdiknas (Pasal 34) amanahkan masih sebatas retorika.

Aksi unjuk rasa tolak kenaikan UKT. Foto: RRI

Perguruan Tinggi Mengenaskan


Lalu dengan PT lebih mengenaskan lagi. Berdasarkan data BPS pada Maret 2023, hanya ada 10,15% penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang sudah menamatkan pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi.

Akses yang masih sangat kecil ini, menurut Ubaid, tentu karena biaya yang mahal. Apalagi pemerintah menganggap PT ini sebagai kebutuhan tersier.

"PPI menuntut agar pemerintah mengembalikan pendidikan kita. Termasuk di pendidikan tinggi, sebagai public good dan menolak segala bentuk komersialisasi di perguruan tinggi, khususnya di PTNBH," tuturnya.

Sebab pendidikan menyangkut hajat hidup dan kebutuhan seluruh warga negara yang harus terpenuhi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Jadi, negara harus hadir dan berpihak kepada semua dalam menjalankan amanah konstitusi dan bertanggung jawab penuh untuk menyediakan layanan pendidikan tinggi.

JPPI juga mendesak DPR RI, Kemendikbudristek, bersama masyarakat sipil melakukan evaluasi total kebijakan Kampus Merdeka. Kebijakan yang mendorong perguruan tinggi negeri (PTN) menjadi PTN berbadan hukum (PTN-BH) berperan besar dalam melambungkan tingginya biaya UKT.

Kemendikbudristek juga tambahanya, harus cabut Permendikbudristek No 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi. Karena jadi landasan kampus menentukan tarif besaran UKT.

Ilustrasi pembungkaman pendapat. Foto: The Conservation

Jangan Ada Pembungkaman


Selain itu, pimpinan kampus harus melindungi hak mahasiswa untuk bersuara dan bisa melanjutkan kuliah. Jangan persekusi dan intimidasi mahasiswa yang sedang berpendapat di muka umum.

Juga, pimpinan kampus harus memperbaiki data KIP Kuliah supaya tepat sasaran dan menyusun kembali besaran UKT sesuai dengan kemampuan bayar mahasiswa.

JPPI pun meminta para guru besar di kampus untuk tidak diam menyikapi protes dan polemik soal UKT ini.

Gelombang protes mahasiswa terhadap melambungnya UKT juga terjadi di sejumlah daerah. Ribuan mahasiswa Universitas Riau berunjuk rasa mengkritisi mahalnya biaya UKT pada Selasa (14/5).

Ratusan mahasiswa Universitas Sebelas Maret juga menggelar aksi serupa mengkritisi UKT pada Senin (13/5).

Gelombang unjuk rasa juga Mahasiswa Universitas Sumatra gelar. Mereka memprotes kenaikan UKT tahun 2024 yang naik sekitar 200 persen dari tahun sebelumnya.

Topik Terkait:

Advertisement

Advertisement