Mobile Ad
Subak di Bali Peradaban Hidrologi untuk Merawat Bumi

Jumat, 24 Mei 2024

FTNews – Subak di Bali, dunia akui dan menjadi warisan budaya global. Keberadaan Subak di Bali memberikan pelajaran penting air menjadi bagian yang krusial dalam hidup manusia di Bumi.

Oleh sebab itu Subak di Bali sangat lekat dengan kebudayaan masyarakat di Pulau Dewata itu.

Hal tersebut Kepala Organisasi Riset Orkeologi Bahasa dan Sastra, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Herry Yogaswara ungkapkan di sela-sela World Water Forum di Bali, Kamis (23/5).

Herry menyatakan dalam kebudayaan Bali, Subak merupakan salah satu warisan budaya yang diakui dunia. Peran penting air tidak hanya untuk kebutuhan sehari-hari. Tetapi juga memiliki makna spiritual dan religius yang kuat.

"Menjaga kelestarian dan ketersediaan air menjadi suatu hal yang krusial bagi masyarakat Bali,” tegas Herry.

Pemahaman yang kuat tentang akar-akar peradaban dan kebudayaan merupakan prasyarat agar sejarah subak di masa lalu dapat masyarakat pelajari.

Benteng Jaga Alam


Senada, Peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim dan Budaya Berkelanjutan I Made Geria mengungkapkan, bagi masyarakat Bali subak bukan saja persoalan irigasi pertanian, tetapi sebagai benteng dalam menjaga alam dan budaya Bali.

“Subak merupakan hilirisasi peradaban hidrologi Bali mengajari masyarakat merekayasa ekologi merawat Bumi. Melalui implementasi konsep sosio kultural,” ucap Made.

Filosofi “Trihita Karana“ masyarakat Bali, menguatkan peran harmoni antara manusia dengan penguasa alam (Tuhan) melalui spirit dan ritual sebagai wujud tanggung jawab moral. Menjaga alam dan lingkungan berkelanjutan.

Menurutnya, warisan dari masyarakat zaman dulu sangat luar biasa. “Masyarakat zaman dulu telah membangun lingkungan buatan yang disebut sebagai world environment. Lingkungan buatan tersebut dirancang untuk memberikan kehidupan bagi lingkungan di masa selanjutnya,” paparnya.

Sebagai contoh, Tirta Empul, Jatiluwih, dan lainnya yang masih masyarakat manfaatkan sampai saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa warisan lingkungan buatan di Bali masih tetap terpelihara dan terkelola dengan baik.

Subak Jatiluwih Bali. Foto: BRIN

Situs Masa Lalu


Peneliti Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan Sastri Sunarti, juga menyebut bahwa nenek moyang bangsa Indonesia memiliki tradisi pengelolaan air.

Hasil riset para arkeolog menemukan tiga kota kuno yang memiliki sistem pengelolaan air yang menarik. Dari masa Majapahit, ada sebuah candi yakni Candi Tikus, yang berbentuk mandala, dengan sistem pengaliran air di bawah tanah.

Kemudian, di Sumatera Selatan peneliti temukan sistem saluran air suak bujang. Sementara itu, di situs Muaro Jambi juga ada sistem serupa. Meskipun berada di dua provinsi yang berbeda, kedua situs ini saling terkait.

“Pengelolaan air tersebut benar-benar para leluhur kita terapkan di masa lalu. Para raja di masa lalu mengelola air kesejahteraan masyarakatnya,” ungkapnya melansir laman BRIN.

Topik Terkait:

Advertisement

Advertisement