Internasional

9 Negara yang Menolak Rayakan Natal

29 Desember 2025 | 00:21 WIB
9 Negara yang Menolak Rayakan Natal
Ilustrasi warga Arab merayakan Natal. [Meta AI]

Di seluruh dunia, Desember identik dengan gemerlap lampu Natal, lagu-lagu khas, dan perayaan keluarga.

rb-1

Namun, tahukah Anda? Bagi warga di 9 negara ini, bulan Desember berlalu seperti biasa, tanpa satu pun simbol Natal.

Baca Juga: Natal Penuh Kasih, Kumpulan 13 Ucapan Hangat untuk Orang Tersayang

rb-3

Larangan ini bukan tanpa alasan, melainkan berakar pada tradisi agama, budaya, hingga kebijakan politik yang kuat.

Mengapa Natal bisa menjadi hal yang tabu? Simak ulasan lengkap negara-negara yang menolak perayaan Natal, dan alasan di balik kebijakan mengejutkan mereka.

Ilustrasi warga Arab sedang merayakan Natal [Meta AI]Ilustrasi warga Arab sedang merayakan Natal [Meta AI]

Baca Juga: Apakah Arab Saudi Ikut Merayakan Natal?

1. Afghanistan: Warisan Konflik dan Tradisi Islam

Setelah puluhan tahun konflik, Afghanistan berpegang teguh pada identitas Islamnya. Natal sama sekali tidak dirayakan. Fokus perayaan hanya pada hari-hari besar Islam, sementara simbol-simbol Kristen tidak ditemui di ruang publik.

2. Korea Utara: Loyalitas pada Pemimpin, Bukan Agama

Di bawah rezim ketat Kim Jong-un, ekspresi keagamaan ditekan. Natal dianggap sebagai pengaruh asing yang berbahaya. Tanggal 25 Desember justru digunakan untuk memperingati hari-hari penting keluarga penguasa.

3. Somalia: Menjaga Kemurnian Islam

Pemerintah Somalia secara tegas melarang semua perayaan non-Islam, termasuk Natal. Tujuannya adalah menjaga persatuan agama. Tak ada mall berdendang lagu Natal atau pasar malam bertema.

4. Maladewa: Islam di Surga Wisata

Meski jadi destinasi wisata mewah, Maladewa sangat menjaga tradisi Islam. Natal hanya boleh dirayakan terbatas di dalam resor untuk turis. Bagi warga lokal, perayaan tersebut tidak ada dan tidak diakui.

5. Bhutan: Fokus pada Kebahagiaan Nasional dan Buddha

Kebahagiaan Nasional Bruto lebih penting daripada Natal. Sebagai negara Buddha, perayaan terbesar adalah festival Tshechu. Kekristenan hampir tidak berpengaruh pada budaya dan hari libur nasional.

6. Libya: Stabilitas melalui Tradisi Islam

Pasca konflik, Libya menjaga stabilitas dengan berpegang pada norma Islam. Natal tidak diakui secara hukum maupun budaya. Perayaan musiman hanya berpusat pada hari raya Islam.

7. Nepal: Dominasi Festival Hindu dan Buddha

Meski ada kebebasan beragama, kalender nasional Nepal didominasi festival Hindu seperti Dashain dan Tihar. Natal bukan hari libur dan hanya dirayakan minoritas kecil di perkotaan.

8. Turki: Natal Hanya Dekorasi, Tahun Baru yang Utama

Lampu dan pohon Natal di Turki hanyalah dekorasi Tahun Baru yang bersifat komersial. Sebagai negara mayoritas Islam, Natal tidak dianggap hari raya keagamaan. Perayaan utama tetap Idul Fitri.

9. Jepang: Natal Hanya untuk Berbelanja dan Kencan

Natal di Jepang murni fenomena komersial, tanpa makna religius. Orang Jepang bertukar kado dan kue natal, tetapi perayaan sesungguhnya adalah Tahun Baru (Oshogatsu) dengan tradisi keluarga yang kental.

Mengapa Penting Diketahui?

Daftar ini menunjukkan betapa beragamnya dunia. Di balik gemerlap globalisasi, identitas budaya dan agama lokal masih sangat kuat.

Larangan Natal bukan sekadar aturan, tetapi bagian dari upaya mempertahankan warisan dan nilai-nilai yang telah dianut selama berabad-abad.

Tag natal