Refleksi 24 Januari Hari Pendidikan Internasional: Angka Putus Sekolah Tinggi

FTNews – Dunia memperingati hari pendidikan internasional atau International Day of Education setiap 24 Januari. Peringatan ini menjadi pengingat bahwa akses pendidikan adalah bagian dari hak asasi manusia. Ironisnya, di Indonesia saja masih ada anak yang putus sekolah.

Pendidikan yang berkualitas mampu memutus siklus kemiskinan yang bisa menyebabkan jutaan anak, remaja dan orang dewasa tertinggal.

Mengutip laman Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sejarah Hari Pendidikan Internasional bermula dari pencanangan oleh Majelis Umum PBB. Peringatan ini dijadikan sebagai sarana untuk merayakan peran pendidikan bagi perdamaian dan pembangunan.

Meski kemajuan di bidang teknologi telah berkembang lebih baik untuk mendukung pendidikan, tetapi faktor ekonomi menjadi penghambat lain dari kurangnya pemerataan pendidikan di seluruh dunia.

UNESCO mencatat, saat ini ada sekitar 250 juta anak-anak dan remaja putus sekolah. Sementara itu, 773 juta orang dewasa buta huruf.

Hari Pendidikan Internasional berangkat dari Konvensi Hak Anak 1989 yang menyebutkan bahwa semua negara seharusnya menyediakan akses pendidikan tinggi bagi seluruh warganya.

Peringatan ini juga berkaitan dengan salah satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan oleh PBB poin keempat. Yakni PBB menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua. Hak atas pendidikan diakui dalam Pasal 26 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Suasana anak sekolah di pelosok negeri. Foto: Koin untuk Negeri

Putus Sekolah

Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu) Aris Adi Leksono mengatakan, peringatan ini menjadi momentum penting dan sarana refleksi, evaluasi termasuk juga pada dunia pendidikan di Indonesia.

“Selamat memperingati hari pendidikan internasional. Menjadi momentum penting bagaimana kemajuan pendidikan di Indonesia. Khususnya pemertaan mutu dan akses pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Khususnya di daerah 3 T (terpencil, terluar dan terdepan),” katanya kepada FTNews, di Jakarta, Rabu (24/1).

BACA JUGA:   Kombes Endra Zulpan Dimutasi dari Kabid Humas Polda Metro, Diganti Kombes Trunoyudo

Sampai saat ini lanjutnya, data statistik pendidikan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan, angka putus sekolah masih cukup besar.

“Di tingkat SD mencapai 40 ribuan. Di tingkat SMP mencapai 13 ribuan. Bahkan di tingkat SMA dan SMK 10 ribuan anak putus sekolah,” papar Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia ini.

Adi menyebut ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama bagaimana mengevaluasi capaian kinerja anggaran 20 persen dari APBN maupun APBD untuk pendidikan.

Bagaimana pula alokasi anggaran tersebut bisa memenuhi hak pendidikan dasar dan menengah anak-anak di Indonesia. Sebab terbukti masih ada anak yang putus sekolah.

“Saya kira ini jadi perhatian bagi pemangku kebijakan agar dana pendidikan betul-betul tersalurkan, terimplementasi untuk memenuhi hak dasar pendidikan anak-anak di Indonesia,” ungkapnya.

Termasuk juga perlindungan anak di lingkungan pendidikan. Mencegah dan menangani kekerasan di satuan pendidikan juga menjadi tantangan bagi dunia pendidikan saat ini.

Artikel Terkait