Banyak Petugas KPPS Meninggal, Senator asal Jawa Tengah Minta Pemilu Serentak Dievaluasi

FTNews – Banyaknya korban anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang gugur usai menjalani tugas di Tempat Pemungutan Suara (TPS) menjadi catatan tersendiri bagi Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Lantaran itu, Anggota DPD asal Jawa Tengah Abdul Kholik berharap agar pelaksanaan Pemilu serentak agar dievaluasi. Pernyataan tersebut disampaikan Abdul Kholik lantaran Pemilu serentak yang digelar Tahun 2024 kembali merenggeut nyawa petugas KPPS.

“Tadi siang (Sabtu siang) saat melakukan kunjungan kerja di KPU Kabupaten Banyumas, saya mendapat informasi jika ada seorang anggota Satlinmas yang meninggal dunia tadi malam (16/2) setelah sakit akibat kelelahan melaksanakan tugas pengamanan TPS,” katanya.

Kholik mengaku prihatin dengan kejadian tersebut dan berharap hal itu tidak terjadi lagi. Dikatakannya, tidak bisa membayangkan betapa lelahnya tugas anggota Satlinmas karena mengamankan tempat pemungutan suara (TPS) sejak H-1 Pencoblosan hingga selesainya proses penghitungan perolehan suara.

Menurutnya, petugas KPPS maupun Satlinmas yang telah bekerja maraton saat pemungutan suara, seharusnya bisa mengambil waktu istirahat yang cukup supaya kelelahannya tidak bertambah.

Lebih lanjut, ia mengatakan pengalaman pahit Pemilu Serentak 2019, memunculkan keinginan berbagai pihak agar kejadian tersebut tidak terulang kembali namun ternyata terjadi lagi pada Pemilu Serentak 2024.

Ia mengatakan kondisi kelelahan, khususnya yang dialami petugas KPPS karena proses administrasi di tps sangat menyita waktu. Bahkan, seorang ketua KPPS bisa membubuhkan tanda tangan lebih dari 1.000 kali karena selain menandatangani berbagai formulir, setiap surat suara juga harus ditandatangani.

“Ke depan harus kembali melihat kerangka hukum berupa Undang-undang Pemilu untuk mencegah terjadinya ini,” katanya.

Kholik sendiri menyuarakan agar dalam pemilu ke depan antara pileg dan pilpres dipisahkan kembali. Dalam hal ini, pemilu yang diserentakkan hanyalah pileg, sedangkan pilpres dilaksanakan terpisah.

BACA JUGA:   Waspada Gerakan Tanah di Semarang Selatan, Ini yang Dilakukan Mbak Ita

Menurutnya, penyerentakkan pilpres bersamaan dengan pileg itu menjadikan pemilu terkesan tidak seimbang karena pemilih lebih fokus ke pilpres ketimbang pileg.

“Ketegangan kompetisi pilpres di masyarakat cukup tinggi karena ada ruang debat yang bisa menarik publik masuk pro-kontra,” katanya.

Artikel Terkait