Ini Dugaan Penyebab Tewasnya Pebulutangkis China!

FTNews – Seorang pebulutangkis berusia 17 tahun asal China, Zhang Zhi Jie, harus meregangkan nyawanya pada Minggu (30/6). Pemuda tersebut tewas saat bertanding di dalam kompetisi Badminton Asia Junior Championship (BAJC) 2024, melawan Jepang.

Zhi tiba-tiba tumbang saat sedang bermain di GOR Amongrogo, Yogyakartam, Indonesia. Lalu, ia mengalami kejang-kejang sebelum akhirnya pingsan.

Naasnya, nyawanya tidak terselamatkan meskipun tim medis sudah memberikan pertolongan pertama dan membawanya ke rumah sakit. Ia pun dinyatakan meninggal pada Minggu pukul 23.20 WIB.

Hal ini mengundang perhatian dari dokter, pengusaha, dan influencer, dr. Tirta Mandira Hudhi. Sebelumnya, ia ikut berbelasungkawa atas kematian Zhi melalui media sosialnya. Lalu, ia lanjutkan dengan sebuah edukasi mengenai kemungkinan penyebab dari tewasnya pebulutangkis China tersebut.

Analisa Kemungkinan

Ilustrasi bermain bulu tangkis. Foto: Canva

“Yang pertama, ketika pebulutangkis jatuh, terkapar, dan ada keadaan kejang, itu kemungkinan besar ada kelainan elektrik pada jantung. Atau gangguan ritme pada jantung. Yang mengakibatkan pasokan darah ke seluruh tubuh, terutama pada otak, itu berkurang secara drastis,” ujarnya.

Menurutnya, ada dua kemungkinan yang dapat menjadi dugaan penyebab tewasnya pebulutangkis asal China ini jika melihat sekilas melalui video yang beredar. Pertama, adanya ventrikular fibrilasi dan ventrikular takikardi.

Berdasarkan penjelasan di Halodoc, ventrikular fibrilasi merupakan salah satu jenis gangguan irama jantung atau aritmia. Sehingga, jantung tidak dapat memompa darah sebagaimana mestinya. Hal ini membuat impuls listrik di jantung berjalan lebih cepat dan tidak menentu dan dapat mengakibatkan ventrikel bergetar. Alih-alih memompa darah dengan baik ke seluruh tubuh.

Lalu, ventrikular takikardi adalah sebuah kondisi di mana sinyal elektrik yang terbagi dua antara menuju atrium dan menuju ventrikel jantung. Di mana, detang jantung yang terlalu cepat membuat ventrikel tidak bisa terisi dan berkontraksi secara efisien dalam memompa darah.

BACA JUGA:   Onde-onde dan Alas Kaki Buatan Mojokerto Hits di Gelaran Apeksi

Menurut dr. Tirta, untuk menghadapi permasalahan ini, pertolongan pertama hanya memiliki jeda waktu sekitar satu hingga dua menit saja. “Dua menit pertolongan awal itu dapat memperpanjang kemungkinan hidup dari atlet untuk dibawa ke rumah sakit. Untuk menjalani penanganan lebih lanjut,” ungkapnya.

Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa risiko hal ini untuk terjadi dalam dunia kompetitif sangatlah tinggi. Meskipun, sekalipun yang melakukannya adalah atlet yang terlatih itu sendiri.

Artikel Terkait