FTNews – Vonis bebas dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Stabat terhadap eks Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin di kasus Tindak Perdagangan Orang atau TPPO.
Dalam amar keputusannya, ketua majelis hakim Andriansyah mengatakan bahwa Terbit tidak terbukti di kasus TPPO.
“Menyatakan terdakwa Terbit Rencana Perangin Angin alias Pak Terbit alias Cana tersebut di atas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana yang dikeluarkan dalam dakwaan satu pertama dan kedua, kedua pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima dan keenam,” ucapnya, seperti dikutip, Selasa (9/7/2024).
Majelis hakim PN Stabat juga meminta agar hak serta martabat Terbit dipulihkan.
Selain itu, hakim ketua Andriansyah mengatakan bahwa permohonan restitusi tidak dapat diterima. Besaran restitusi sendiri adalah Rp 2,3 miliar untuk 14 korban dan ahli waris.
“Keempat, menyatakan permohonan restitusi tidak dapat diterima,” ucapnya.
Sebelumnya, Terbit Rencana Perangin Angin dituntut hukuman 14 tahun penjara serta denda pidana Rp500 juta subsider 6 bulan penjara di kasus TPPO.
Profil Terbit Rencana Perangin Angin
Terbit lahir di Raja Tengah, Kuala, Langkat, Sumatera Utara, 24 Juni 1972. Suami dari Tiorita Surbakti itu merupakan lulusan kampus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pelita Bangsa Binjai.
Sebelum bergabung di partai Golkar, Terbit tercatat pernah menjadi Ketua Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila Medan sejak 1997.
Pada 2014, Terbit terpilih menjadi Ketua DPRD Kabupaten Langkat. Jabatan ini diembannya hingga 2018.
Setahun kemudian, ayah dua orang anak ini terpilih menjadi Bupati Kabupaten Langkat.
Pada 18 Januari 2022, Terbit kena operasi tangkap tangan (OTT) KPK bersama empat orang tersangka lainnya.
Terbit kena OTT KPK di kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa. Saat itu, ia ditangkap bersama dengan saudara kandungnya, Iskandar PA yang juga menjabaat sebagai Kepala Desa Balai Kasih.
Selain itu ada tiga orang kontraktor lain yakni Marcos Surya Abdi (MSA) Shuhanda Citra (SC) dan Isfi Syahfitra (IS). Sedangkan sebagai tersangka pemberi suap adalah satu orang kontraktor, Muara Perangin-angin (MR).
Menurut Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, OTT Terbit sempat diwarnai drama. Nurul Ghufron mengatakan bahwa Bupati Terbit sempat kabur saat akan ditangkap petugas.
Kasus OTT KPK ini kemudian berbuntut panjang. Terbit tersandung kasus perbudakan pekerja kelapa sawit.
Saat itu, kasus perbudakan Terbit jadi sorotan khalayak luas. Di belakang rumah Terbit Rencana Perangin Angin terdapat 2 sel penjara dyang digunakan untuk mengurung setidaknya 40 pekerja sawit.
Dalam investigasi Migrant Care terungkap para korban Terbit diperlakukan layaknya budak; dipekerjakan minimal 10 jam sehari lalu digembok dalam kerangkeng.
Selain itu, korban hanya diberi dua kali makan sehari secara tidak layak, tidak digaji, tidak punya akses keluar dan komunikasi, serta mengalami kekerasan fisik yang menyisakan luka-luka, lebam, & bonyok di tubuh mereka.
Praktik keji ini masih dari laporan Migrant Care telah terjadi sejak 10 tahun lalu (tahun 2012), jauh sebelum dia dilantik menjadi bupati (2018).