Bidik Tersangka Baru, Kejagung Periksa Pegawai LPEI

Forumterkininews.id, Jakarta – Tim penyidik jaksa pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa pegawai Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dalam kasus dugaan korupsi.

Pemeriksaan untuk menemukan tersangka baru dalam perkara ini. Pasalnya hingga saat ini, penyidik pidsus Kejagung baru menetapkan delapan tersangka dalam kasus menghalangi penyidikan terkait dugaan korupsi penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional tahun 2013-2019 yang dikucurkan kepada sejumlah perusahaan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan bahwa pejabat LPEI yang diperiksa itu yakni TS selaku Risk Analyst LPEI.

“Saksi diperiksa terkait pemberian fasilitas pembiayaan pada LPEI,” kata Leonard dalam keterangannya, Selasa (4/1/2022).

Ia mengatakan, alasan tim penyidik Kejagung memeriksa TS sebagai saksi karena diduga mengetahui atau melihat peristiwa korupsi tersebut.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, menemukan fakta hukum dalam perkara korupsi LPEI,” ujar Leonard.

Diketahui dalam perkara ini, LPEI diduga telah memberikan pembiayaan kepada debitur dengan sistem yang tidak baik. Akhirnya, terjadi peningkatan kredit macet per 31 Desember 2019 mencapai 23,39 persen.

Fasilitas pembiayaan itu diberikan kepada Group Walet, Group Johan Darsono, Duniatex Group, Group Bara Jaya Utama, Group Arkha, PT Cipta Srigati Lestari, PT Lautan Harmoni Sejahtera dan PT Kemilau Harapan Prima, serta PT Kemilau Kemas Timur.

Pembiayaan kepada para debitur tersebut sesuai dengan laporan sistem informasi manajemen resiko dalam posisi collectibility 5 (macet) per tanggal 31 Desember 2019.

“LPEI di dalam penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional kepada para debitur (perusahaan penerima pembiayaan), diduga dilakukan tanpa melalui prinsip tata kelola yang baik sehingga berdampak pada meningkatnya kredit macet/non-performing loan (NPL) pada tahun 2019 sebesar 23,39 persen,” kata Leonard beberapa waktu yang lalu.

BACA JUGA:   Tersangka Penjualan Organ Tubuh Kenal Aipda M dari Sosok Ini

Ia menyebutkan laporan keuangan LPEI pada 2019 itu mengalami kerugian senilai Rp 4,7 triliun. Jumlah kerugian itu disebabkan adanya pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).

“Selanjutnya berdasarkan statement di laporan keuangan 2019, pembentukan CKPN di tahun 2019 meningkat 807,74 persen dari RKAT dengan konsekuensi berimbas pada provitabilitas (keuntungan),” sambungnya.

Selain itu, Leonard menjelaskan bahwa CKPN yang dilakukan tersebut untuk menangani potensi kerugian akibat naiknya angka kredit bermasalah. Penyebabnya, diduga karena kesembilan debitur perusahaan tersebut.

Menurutnya, pihak LPEI sebagai tim pengusul berikut dengan pejabat yang ada dalam struktur tersebut, tidak menerapkan prinsip terkait kebijakan LPEI.

Prinsip itu tertuang dalam Peraturan Dewan Direktur No. 0012/PDD/11/2010 tertanggal 30 November 2010 tentang Kebijakan Pembiayaan LPEI. Tak cukup sampai di situ, para debitur lembaga LPEI itu mengalami gagal bayar hingga mencapai Rp683,6 miliar yang terdiri dari nilai pokok Rp576 miliar dan denda Rp107,6 miliar.

Artikel Terkait

Saat Banjir Rob Melanda, Remaja di Belawan Malah Tawuran

FT News - Meski banjir rob melanda kawasan pesisir...

Tersangka Sempat Beli Gorengan Sebelum Perkosa-Bunuh Gadis Penjual Gorengan

FT News - Polisi mengungkap kronologi pemerkosaan dan pembunuhan...

Edarkan Ganja, Pria Paruh Baya di Langkat Dicokok Polisi

FT News - Polisi menangkap seorang pengedar narkoba jenis...