Ada Aktivitas Transaksi pada Rekening Brigadir J, Padahal Sudah Almarhum

Forumterkininews.id, Jakarta – Tim pengacara keluarga Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J) menyebut adanya dugaan penyuapan atau suap kepada sejumlah pihak terkait skenario penembakan yang menewaskan Brigadir J yang dilakukan Irjen Ferdy Sambo.

Pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak mengatakan bahwa eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo diduga melakukan suap kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

“Diduga melakukan penyuapan, ada yang Rp 500 juta, ada yang Rp 1 miliar, dan sebagainya. Bahkan ada info pengakuan dari LPSK juga melakukan percobaan penyuapan itu oleh suaminya Putri Candrawathi. Jadi kita pikir ini sandiwara semua,” kata Kamaruddin dalam keteranganya di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (16/8).

Oleh karenanya, ia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut laporan dugaan suap yang dilakukan Irjen Ferdy Sambo ke sejumlah kalangan.

Suap tersebut diduga bagian dari upaya mantan Kepala Divisi Propam Polri itu menutupi dan merekayasa kasus pembunuhan Brigadir J.

“Kalau suap itu biarkan nanti kita laporkan ke KPK. Kemudian juga melibatkan LPSK,” jelasnya.

Kamaruddin juga meminta agar Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) turut melakukan pelacakan perbankan dari empat rekening milik Brigadir J.

Akun keuangan milik Irjen Ferdy Sambo dan isterinya Putri Candrawathi juga harus dilacak soal pihak yang dikirimkan sejumlah uang.

“Ada empat rekening daripada almarhum (Brigadir J) ini dikuasai atau dicuri oleh terduga Ferdy Sambo dan kawan-kawan,” ujarnya.

Menurut dia, ada kejanggalan transaksi yang berasal dari rekening tersebut kepada sejumlah pihak dalam aksi menghambat proses penyidikan pembunuhan terhadap Brigadir J. Bahkan sudah ada pengakuan juga dari keterlibatan LPSK.

“HP (handphone), ATM di empat bank, laptop, dan sebagainya ternyata benar seperti saya katakan kemarin, melibatkan PPATK, mengapa ada transaksi sedangkan orangnya sudah mati,” ucapnya dengan heran.

Lebih anehnya lagi, kata dia, pada 11 Juli 2022 itu masih transaksi yang dilakukan Brigadir J. “Masa orang mati mengirimkan duit ke pihak lain,” sambungnya.

BACA JUGA:   Bak Bumi dan Langit! Perbandingan Harta Hakim Eman Sulaeman vs Erintuah Damanik

“Nah kebayang nggak kejahatannya. Itu masih transaksi orang mati, mengirimkan duit. Orang mati dalam hal ini almarhum melakukan transaksi uang, mengirim duit ke rekeningnya salah satu tersangka,” tegasnya.

Kamaruddin menjelaskan, dari pengakuan LPSK, disebutkan adanya pertemuan bersama Irjen Sambo di Kantor Propam Mabes Polri, Jakarta, pada Rabu (13/7).

Pertemuan tersebut terkait permintaan Sambo kepada LPSK untuk memberikan perlindungan saksi dan korban terhadap Putri Sambo dan ajudannya, Bharada Richard Eliezer (E).

Usai pertemuan tersebut, Sambo lewat ajudannya memberikan sejumlah amplop cokelat kepada para komisioner LPSK. Amplop tersebut diduga berisikan sejumlah uang.

Kata Kamaruddin, dugaan suap, juga dilakukan Sambo dengan mengguyur uang ke sejumlah pihak. Namun Kamaruddin tak membeberkan pihak mana saja yang mendapatkan uang dari Sambo tersebut.

Sebelumnya terkait dugaan suap kepada para komisioner LPSK, Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias, pada pekan lalu (12/8) mengakui kabar pemberian amplop tersebut.

“Memang itu kejadiannya pada saat awal-awal kita bertemu (dengan Irjen Sambo), pada saat awal-awal permohonan perlindungan itu,” kata Susi.

Kata dia, setelah pertemuan, seseorang yang diduga sebagai ajudan Irjen Sambo memberikan amplop yang diduga berisikan uang.

“Ada dua amplopnya. Dan memang kita menduga itu isinya uang,” ujar Susi.

Akan tetapi, kata Susi, pemberian amplop tersebut ditolak oleh para komisioner LPSK.

“Dan kita langsung seketika menolak pemberian itu. Iya, kami kembalikan langsung saat itu juga,” ujar Susi.

Namun, saat ditanya mengapa pengembalian amplop yang diduga berisikan uang tersebut tidak disertai dengan pelaporan? Susi mengatakan, hal tersebut tak perlu dilakukan karena sudah kerap terjadi para komisioner LPSK mengalami hal serupa di kasus-kasus lain.

“Itu bukan kali pertama LPSK mengalaminya. Dan selalu kami menolaknya,” ujar Susi.

Artikel Terkait