Kesimpulan Sidang Ferdy Sambo Dkk Pekan Kesepuluh

Forumterkininews.id, Jakarta – Sidang perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir) yang menjerat terdakwa Ferdy Sambo dan kawan-kawan (dkk) pada pekan kesepuluh, tepatnya Selasa (27/12).

Dalam sidang lanjutan pekan kesepuluh, kubu terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi menghadirkan sejumlah ahli yang meringankan. Salah satunya ahli hukum pidana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

Ahli Hukum Pidana Elwi Danil yang dihadirkan untuk memberikan keterangan. Dia menjelaskan bahwa motif atau latar belakang suatu kejahatan dapat menentukan berat atau ringannya suatu hukuman.

Kesimpulan di dalam persidangan tersebut, pertama kuasa hukum Ferdy Sambo, Rasamala Aritonang menanyakan kepada ahli pidana terkait kepentingan pengungkapan motif dalam suatu tindakan.

Elwi menjelaskan bahwa motif perlu diungkapkan. Selain untuk pembuktian juga untuk menentukan berat ringannya suatu hukuman yang diberikan kepada pelaku kejahatan.

“Mungkin saya memberikan sebuah ilustrasi, mohon izin yang mulia. Karena demikian pentingnya motif itu untuk diungkap, tidak saja dalam pembuktian. Akan tetapi juga berkaitan untuk menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan kepada pelaku,” ucap Elwi.

Kemudian, yang kedua, ahli hukum pidana menyebutkan bahwa dalam pembuktian suatu unsur pidana pembunuhan berencana Brigadir J perlu didukung oleh dua alat bukti yang cukup. Salah satunya terkait pasal 340 tentang pembunuhan berencana dan 338, apakah harus dibuktikan dengan dua alat bukti.

“Di dalam pembuktian kalau kita bicara pasa 340 dan 338, apakah pembuktian semua unsur harus dibuktikan. Kalau 2 alat bukti untuk membuktikan seluruh unsur atau masih masing elemen unsur. Harus dibuktikan masing-masing 2 alat bukti minimal?,” tanya Rasamala.

Elwi menjawab bahwa hukum pidana di Indonesia menganut teori dualistik yang memisahkan perbuatan melawan hukum dengan pertanggungjawaban pidana, yang salah satu elemen pentingnya adalah kesalahan.

“Nah, dalam rumusan tindak pidana ada frasa yang menunjuk pada perbuatan dan ada yang menunjuk pada pertanggungjawaban.Jika dikaitkan dengan sistem minimum alat bukti. Maka tentu konsekuensinya semua unsur dalam pasal itu harus didukung dengan 2 alat bukti. Yakni unsur kesengajaan, unsur direncanakan terlebih dahulu, dan unsur menghilangkan nyawa orang lain,” papar Elwi.

Elwi mengatakan jika tidak bisa dibuktikan maka orang yang didakwa harus divonis bebas.

“Kalau pasal yang didakwakan itu sesuai dengan asas hukum actori incumbit probatio, actori onus probandi: siapa yang mendakwa maka ia harus membuktikan dakwaannya. Ketika tidak bisa membuktikan maka konsekuensinya orang yang didakwa itu harus divonis bebas,” kata Elwi.

BACA JUGA:   Fakta Baru! Hasil Poligraf Ungkap Dua Kebohongan Pembunuh Anak Tamara Tyasmara

Selanjutnya, yang ketiga, Elwi Danil menjelaskan ada tiga unsur yang harus terpenuhi dalam kasus pembunuhan berencana.

Elwi Danil menjelaskan bahwa menurut sejumlah literatur dan pendapat ahli terdapat tiga syarat yang masuk dalam pasal 340 tentang pembunuhan berencana. Pertama, perbuatan harus diputuskan dalam suasana tenang.

“Kedua, antara timbulnya kehendak dan pelaksanaan perbuatan sebagai manifestasi dari kehendak. Harus ada waktu yang cukup, yang bisa digunakan pelaku merenungkan dan mempertimbangkan. Apakah akan kembali tidak melakukan kejahatan yang bersangkutan. Barangkali nanti akan ada perdebatan terkait suasana tenang dan waktu yang cukup,” kata Elwi.

Kemudian, syarat ketiga adalah pelaksanaan perencanaan atas kehendak. Artinya, Ferdy Sambo tetap harus dalam kondisi yang tenang jika ingin penuhi unsur pembunuhan berencana Brigadir J.

“Persoalan jangka waktu salah satu syarat bisa menyebut adanya perencanaan, tidak ada ukuran yang absolut. Berapa lama waktu yang bisa digunakan untuk memikirkan secara tenang perbuatan yang akan dilakukan. Waktu itu bisa singkat, bisa juga lama. Sekalipun waktunya itu lama, sifatnya belum tentu orang melakukan perencanaan,” ujar Elwi.

Untuk diketahui, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP. Dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice. Bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Artikel Terkait