Baterai Nikel Hasilkan Emisi Karbon Lebih Banyak daripada LFP?

FTNews – Indonesia adalah salah satu negara dengan cadangan sumber daya nikel terbesar di dunia. Berdasarkan laporan Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), Indonesia memiliki 55 juta metrik ton nikel pada tahun 2023.

Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia memberlakukan hilirisasi terhadap komoditas nikel. Sehingga, Indonesia tidak lagi mengekspor bahan mentah saja, namun dalam bentuk sebuah produk untuk meningkatkan nilai jualnya.

Tetapi, memiliki sebuah saingan, yaitu baterai berbasis lithium ferro-phosphate (LFP). Baterai ini merupakan baterai yang digunakan pada mobil listrik milik Tesla.

Dari penggunaan kedua baterai tersebut, terdapat sebuah permasalahan, yaitu emisi karbon. Di mana, Indonesia saat ini sedang mengejar net zero emission.

Berdasarkan penelitian dari International Energy Agency (IEA), baterai nikel menghasilkan emisi karbon lebih banyak daripada LFP.

Berdasarkan catatan mereka, produksi baterai nikel kadar tinggi, khususnya jenis nickel manganese cobalt (NMC), menghasilkan emisi 101,5 kilogram ekuivalen karbon dioksida per kilowatt-jam (kg CO2-eq per kWh).

Sementara itu, baterai LFP hanya menghasilkan emisi sebesar 69,1 kg CO2-eq per kWh. Baterai LFP lebih rendah 32,4 kg CO2-eq per kWh dari baterai nikel.

IEA mencatat emisi terbesar dari NMC berasal dari proses pengolahan mineral, yang menyumbang sekitar 55,2 kg CO2-eq per kWh. Lalu, penyumbang emisi terbesar kedua adalah dalam produksi elektrodanya yang sebanyak 25,6 kg CO2-eq per kWh. 

Sementara itu, baterai LFP menyumbang emisi terbesarnya dari tahap pembuatan baterai utuh, dengan menyumbang 31,8 kg CO2-eq per kWh. Lalu, pengolahan mineralnya berada di peringkat kedua dengan menyumbang 23,5 kg CO2-eq per kWh.

Strategi Pengurangan Emisi pada NMC

Baterai NMH. Foto: wikipedia

Dengan dunia mulai meninggalkan kendaraan dengan bahan bakar minyak, kendaraan listrik akan menjadi solusi kedepannya. Tentu, Indonesia ingin memanfaatkan peluang ini sebagai pemasok baterai nikel di dunia. 

BACA JUGA:   Pesawat Boeing Terus Bermasalah, Kali Ini Mendarat Tanpa Panel Badan

Namun, perlu adanya strategi pengurangan emisi dalam pembuatan baterai tersebut agar selaras dengan misi net zero emission. “Strategi untuk mengurangi emisi dari bahan kimia dengan kandungan nikel tinggi harus fokus pada pemrosesan mineral penting, seperti bijih nikel,” tulis IEA dalam laporannya.

Selain itu, juga meningkatkan efisiensi energi dan proses untuk pemrosesan mineral penting, produksi bahan aktif, dan manufaktur baterai juga dapat membantu. Jika memungkinkan elektrifikasi di berbagai tahapan dalam rantai pasokan juga harus ditingkatkan.

Lalu, jumlah baterai bekas dari kendaraan listrik juga akan semakin meningkat. Oleh karena itu, mengganti bahan baku dengan bahan-bahan daur ulang juga dapat mengurangi emisi. Juga, akan meningkatkan keberlanjutan rantai suplai baterai tersebut.

Artikel Terkait

Live Streaming di Indonesia, Youtuber IShowSpeed Sampai Dibikin Nangis!

FT News - Seorang Youtuber asal Amerika Serikat (AS), IShowSpeed,...

Respon Polos Orang Indonesia saat Bertemu Youtuber Speed: Dia Siapa?

FT News - Youtuber Speed atau IShowSpeed sedang berkunjung...

Patch Update Wasteland Storm di Garena Undawn Bakal Hadir 19 September

Garena Undawn akan merilis pembaruan patch update Wasteland Storm...

Cek Nomor HP, Ada Aplikasi Selain GetContact

FT News – Akun Fufufafa semakin ramai diperbincangkan oleh...