Beras Mahal, Pilih Pangan Lokal Alternatif Lainnya!

FTNews – Beberapa pekan terakhir masyarakat gusar. Tak hanya harganya meroket, pasokan beras pun sulit konsumen temukan di pengecer dan gerai modern. Ini momentum untuk mengingatkan masyarakat, kalau sumber pangan lokal tidak hanya beras.

Harga beras bahkan sempat menembus Rp18.000 per liter. Tertinggi sepanjang sejarah. Pemerintah menyebut, El Nino tahun 2023 lalu memberi dampak masa tanam dan panen gabah dan memengaruhi produksi beras.

Roadmap Diversifikasi Pangan Lokal Sumber Karbohidrat Non Beras 2020-2024 Badan Ketahanan Pangan menyebut, Indonesia kaya diversifikasi pangan.

Indonesia bahkan negara terbesar ketiga dunia atas keragaman hayatinya. Bayangkan saja, terdapat 77 jenis sumber karbohidrat. Lalu 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan. Kemudian 228 jenis sayuran dan 110 jenis rempah dan bumbu-bumbuan yang Indonesia miliki.

Roadmap itu juga menyebut jenis pangan penyedia kalori selain beras ada ubi kayu, ubi jalar, talas/keladi, kentang, garut, ganyong, sukun, pisang, sagu dan sorgum.

Pangan lokal tersebut memiliki keunggulan dari sisi kandungan gizi. Misalnya saja ubi kayu memiliki kandungan serat tinggi. Angka indeks glikemik rendah. Ubi jalar kaya vitamin dan antioksidan.

“Konsumsi pangan yang beragam merupakan aspek penting untuk mewujudkan sumber daya
manusia Indonesia yang berkualitas,” sebut roadmap tersebut.

Ubi kayu atau singkong salah satu jenis tanaman lokal

Ketahanan Pangan

Diversifikasi dan pemanfaatan pangan lokal dapat mewujudkan ketahanan pangan nasional berdasarkan kedaulatan dan kemandirian pangan.

Sayangnya pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia saat ini belum beragam. Capaian skor pola pangan harapan (PPH) tahun 2019 hanya sebesar 90,8. PPH ideal 100. Artinya semakin tinggi skor PPH, konsumsi pangan semakin beragam dan bergizi seimbang.

Mengacu pada skor PPH 2019 itu, konsumsi padi-padian sebesar 114,4 kg per kap per tahun. Melebihi jumlah anjuran konsumsi ideal 100,4 kg per kap per tahun. Di mana 82,9 persen dari total konsumsi kelompok pangan ini disumbang oleh konsumsi beras. Sebanyak 1,5 persen konsumsi jagung dan sisanya konsumsi terigu.

BACA JUGA:   Ini 5 Cara Agar Harimu Menjadi Produktif

Sedangkan konsumsi umbi-umbian cenderung masih di bawah anjuran yaitu 15,9 kg per kap per tahun dari konsumsi ideal 36,5 kg per kap per tahun.

Kemarau sebabkan lahan pertanian alami kekeringan. Foto: Freepik

Antisipasi Krisis Pangan

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pun tengah memaksimalkan pangan lokal. Hal ini untuk mengantisipasi ancaman krisis pangan dunia.

Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN Puji Lestari mengungkap, pangan lokal seperti umbi lokal juga menjadi sumber karbohidrat.

Pangan lokal ia yakini bisa mengentaskan stunting dan membantu meningkatkann gizi masyarakat.

“Formulasi pangan lokal kita. Kita menambah komponen vitamin dan mineral. Pangan lokal cita rasanya bisa jadi kaya,” katanya baru-baru ini.

Artikel Terkait