“Birukan” Langit, Penglaju Ber-KRL Pangkas Polusi Jakarta

FTNews – Jakarta belum bernapas lega, polusi belum seluruhnya terpangkas. Indeks kualitas udara AQI malah kerap memperlihatkan tingkat polusi Jakarta terburuk di dunia. Seperti Rabu (29/5) AQI Jakarta di angka 164. Berada di urutan ke empat dari lima besar kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.

Angka 164 pada partikel udara PM2,5 di Jakarta itu masuk dalam kategori tidak sehat. Sedangkan urutan pertama Lahore, Pakistan di angka 229. Kedua Bagdad, Irak 185, Kinshasa, Kongo 167 dan di urutan kelima Delhi, India 159.

Berbagai upaya dilakukan, agar langit biru Jakarta berseri. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun menggenjot penyediaan transportasi publik salah satunya kereta rel listrik (KRL) Commuter yang PT Kereta Api Indonesia (KAI) kelola.

Mengangkut hampir 1 juta penumpang per hari, bisa dibayangkan jutaan penumpang ini menggunakan kendaraan pribadi. Polusi udara Jakarta tentu makin menjadi.

Setiyo Bardono warga Citayam, Depok mengaku moda KRL lebih efisien, cepat dan hemat waktu dibanding moda transportasi lainnya saat hendak ke Jakarta. Harus berjibaku dengan kemacetan jalanan ibu kota. Selain itu harga tiket KRL pun terjangkau.

“Stasiun KRL pun sekarang sudah terintegrasi dengan TransJakarta, LRT dan MRT. Stasiun dan fasilitas KRL pun makin lengkap,” katanya di Jakarta, Kamis (30/5).

Tak hanya itu, ia pun sadar betul, KRL menjadi transportasi massal ramah lingkungan. Semakin banyak pengguna KRL tentu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, sehingga menekan polusi.

“Semua pihak harus mendorong agar transportasi massal seperti KRL menjadi gaya hidup,” imbuhnya.

Ia pun berharap, ada pembenahan fasilitas yang terus menerus sehingga semakin nyaman dan menjadi andalan penglaju.

Merasa Terbantu

Senada Elva Septiani warga Tambun, Bekasi juga berharap KRL bisa terus bercolek sehingga penumpang tak lagi berdesakan.

Wanita yang setiap harinya melakukan perjalanan Stasiun Tambun-Sudimara ini merasa sangat terbantu dengan adanya KRL. Semakin banyak penggunanya, tentu semakin banyak masyarakat yang beralih dari kendaraan pribadi.

“Saat ini sudah banyak yang menggunakan KRL khususnya dengan jarak tempuh yang jauh. Masyarakat mulai menggunakan kereta daripada membawa kendaraan sendiri,” ungkap Elva.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam sebuah kesempatan pernah menyebut, kendaraan menjadi salah satu sumber polusi udara di Jakarta. Sebanyak 44 persen kendaraan di Jabodetebek menjadi sumber polusi.

Suasana penumpang di dalam KRL. Foto: FTNews/Ari Rikin

Genjot Perbaikan

Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno punya pandangan lebih dalam. Ia menggenjot perbaikan dan perluasan cakupan transportasi publik.

Langkahnya dengan fasilitas yang memadai atau moda transportasi yang ideal mulai dari kawasan perumahan, masyarakat tentu akan naik transportasi umum.

“Transportasi publik di Jakarta perlu dikelola dengan baik. Sebab 84,5 persen adalah pengguna kendaraan bermotor,” imbuhnya.

Dominasi kendaraan bermotor itu pun tentu membuat polusi udara Jakarta tak terkendali.

Menurut data Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi yang mereka rilis Februari 2024, sebanyak 6,7 juta penduduk di Jabodetabek membutuhkan penyediaan layanan angkutan umum setiap hari.

Berdasarkan cakupan pelayanan publik tambah Djoko, angkutan umum di Jabodetabek menampung 2,454 juta penumpang per hari.

Penumpang TransJakarta mencapai 1,17 juta per hari. KRL 952.000 penumpang, Moda Raya Terpadu (MRT) 278.955 penumpang. Lalu Lintas Raya Terpadu (LRT) Jabodetabek 29.971 penumpang.

“Upaya peningkatan transportasi publik ini secara tidak langsung juga akan memperbaiki kualitas udara,” ungkap akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata ini.

BACA JUGA:   Hujan Lebat di DKI Jakarta: Dua RT dan Empat Jalanan Tergenang

Perbaiki Kualitas Udara

Sebagai pihak yang lekat dengan upaya pengurangan polusi Jakarta, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (Kadis LH) DKI Jakarta Asep Kuswanto mengimbau agar masyarakat Jakarta menggunakan transportasi umum apalagi jika memasuki musim kemarau. Hal itu bertujuan untuk menjaga kualitas udara yang kurang baik saat musim kemarau.

“Dengan menggunakan transportasi publik berarti kita ikut membantu menciptakan udara bersih di Jakarta,” kata Asep baru-baru ini.

Asep mengungkapkan penggunaan transportasi pribadi di DKI Jakarta selama ini menyumbang 70 persen polusi udara. Sehingga dengan banyaknya yang warga yang berpindah ke transportasi publik tentunya akan berkontribusi pada turunnya polusi udara.

Kembali ke kiprah KRL Commuter sebagai moda yang ikut berjuang mengurangi polusi Jakarta, KAI mencatat saat ini rata-rata volume pengguna commuter line Jabodetabek mencapai 1 juta penumpang per hari.

Vice President Corporate Secretary Kereta Api Indonesia (PT KAI) Commuter Line, Anne Purba mengungkapkan, untuk peningkatan layanan dan antisipasi naiknya volume pengguna, KAI Commuter terus memenuhi sarana KRL.

Menyadari kondisi lingkungan, KAI Commuter berinovasi menyediakan Commuter Shelter Bike. Fasiltas parkir sepeda gratis di area stasiun.

“Upaya ini menjadi bagian dari gerakan ramah lingkungan KAI Commuter,” imbuh Anne.

Selain itu KAI juga terus mengembangkan sistem integrasi antarmoda. Tujuannya agar memudahkan pengguna transportasi publik berpindah moda. Bahkan KAI menargetkan layanan semakin prima hingga mampu menjadi moda andalan dengan target 2,5 juta pengguna per hari pada tahun 2025.

KRL menjadi transportasi andalan penglaju. Foto: FTNews/Ari Rikin

Transportasi Terintegrasi

Pengamat tata kota Nirwono Yoga berpandangan, idealnya memang para penglaju sebagian besar naik angkutan umum menuju Jakarta.

Namun karena ada permasalahan seperti lokasi tempat kerja tidak terintegrasi angkutan itu, maka tetap memilih kendaraan pribadi yang lebih cepat, mudah dan murah.

Meski begitu Nirwono menyarankan, perlunya pengembang transportasi di Jabodetabek. Integrasi antarmoda transportasi.

“Pemda se-Jabodetabek harus mengembangkan transportasi publik terintegrasi,” ucapnya.

Juru Kampanye Walhi Jakarta, Muhammad Aminullah, “angkat topi” bagi penglaju yang menggunakan transportasi umum. Peran penglaju penting dalam pengurangan polusi udara Jakarta.

“Seharusnya pemerintah mendukung upaya mereka. Dukungannya dengan pemberian subsidi, insentif atau perbaikan sarana prasarana,” ungkapnya.

Pria yang akrab disapa Anca ini menilai, ditinjau dari hierarki pengguna jalan, mereka (penglaju) pengguna transportasi umum paling rentan tapi berjasa.

Alasannya, karena fasilitas penunjang seperti trotoar, penyeberangan jalan dan kedekatan transit antarmoda masih menjadi masalah di beberapa wilayah.

Misalnya banyak yang harus menggunakan ojek atau kendaraan pribadi menuju halte/stasiun. Selain itu ketersediaan moda armada entah itu KRL Commuter ataupun TransJakarta. Di saat jam-jam tertentu sangat berdesakan, membuat masyarakat tidak nyaman menggunakan angkutan publik.

“Jelas harus dimaksimalkan dari berbagai sisi. Jadi bukan hanya berfokus pada ketersediaan angkutan. Tapi bagaimana masyarakat bisa sampai ke lokasi dari rumah juga harus diperhatikan,” tegasnya.

Yang juga penting lanjutnya, transportasi publik harus inklusif. Bisa semua orang jangkau secara mandiri, dan aman untuk semua kalangan. Desain trotoar untuk pengguna kursi roda juga harus diperhatikan.

Program Langit Biru Jakarta sudah digaungkan beberapa tahun lalu. Gerakan yang mendorong berkurang dan terpangkasnya polusi Jakarta dari berbagai sumber emisi. Salah satunya dari kendaraan bermotor dan industri.

Membirukan langit Jakarta, harus dengan aksi yang bukan basa-basi tapi mampu melahirkan solusi.

Artikel Terkait

Begini Cara Ridwan Kamil Buat Budaya Betawi Meresap ke Gen-Z

FT News - Ridwan Kamil berencana menerapkan karakter budaya...

Catat, Ini Keunggulan Ridwan Kamil Dibanding Kandidat Lain di Pilgub Jakarta 

FTNews - Calon Gubernur Jakarta Ridwan Kamil mengungkapkan keunggulan...

Anak Pramono Anung: Bapak Saya Terlalu Old Style

FT News - Pramono Anung mengaku sering dikritik anaknya...