Bobroknya Mental Akademisi di Indonesia: Sistem yang Kurang Menghargai Proses

FTNews – Kasus perjokian menjadi permasalahan dalam pendidikan di Indonesia. Banyak akademisi yang menggunakan jasa tersebut sebagai jalan pintasnya. Namun, terdapat berbagai alasan di balik bobroknya mental akademisi di Indonesia.

Seorang asisten profesor di UPN Veteran Jawa Timur, Ario Bimo Utomo, mengungkapkan pandangannya terhadap kegiatan-kegiatan yang merusak integritas akademik Indonesia.

Ia mengatakan kasus seperti mahasiswa pakai joki skripsi itu masalah. Juga, dosen yang “menumpangkan” namanya di artikel karya mahasiswa itu juga merupakan masalah.

Tidak hanya itu, banyaknya predator jurnal juga menjadi permasalahan yang menyebabkan bobroknya mental akademisi di Indonesia. Predator jurnal sendiri merupakan jurnal internasional yang di dalam proses penerbitnya tidak melewati proses peninjauan ilmiah. Atas naskah yang bisa dipertanggungjawabkan.

Ilustrasi membuat karya ilmiah. Foto: Canva

Termasuk jurnal internasional yang memiliki indikasi dalam definisi universitas sebagai jurnal yang kualitasnya meragukan.

Kalau ditarik, pangkalnya sama: sistem yang kurang menghargai proses dan terlalu fokus pada pencapaian metrik-metrik belaka,” tulis Ario dalam cuitannya di X.

Selain itu, permasalahan seperti tidak adanya alternatif selain membuat skripsi bagi mahasiswa yang ingin lulus juga memicu dunia perjokian. Ditambah lagi, tuntutan kampus agar mahasiswanya untuk lulus dengan cepat demi mendapatkan akreditasi yang baik.

Ilustrasi membuat karya ilmiah. Foto: Canva

Bobroknya mental akademisi juga timbul akibat dari dosen yang memiliki beban yang sangat berat. Di mana, mereka harus membayar iuran publikasi karya ilmiah demi mendongkrak Indikator Kinerja Utama (IKU).

Dosen dibebani seabreg, tapi luaran publikasi tetap kudu ngalir demi IKU. Cara instan? Nebeng nama atau beli LoA (Letter of Admission/Acceptence) di jurnal predator,” ungkap Ario.

Menurutnya, untuk membenahi keadaan ini dengan mengakui keberadaan “penyakit-penyakit” tersebut. Jika para akademisi menghiraukan permasalah tersebut, ia mengatakan bahwa permasalahan ini tidak akan terselesaikan.

Artikel Terkait