Boeing Mengaku Salah, Tapi Keluarga Korban Tidak Senang

FTNews – Salah satu perusahaan manufaktur pesawat terbesar di dunia, Boeing, akhirnya mengaku bersalah. Mereka mengakui kelalaian mereka yang menyebabkan kecelakaan dua pesawat Boeing 737 MAX JT610 milik Lion Air dan ET302 milik Ethiopian Airlines yang memakan 346 korban jiwa. Meski mengaku bersalah, namun keluarga korban tidak senang dengan keputusan tersebut.

Sebabnya, mereka menganggap ada kesepakatan yang dapat meringankan hukuman Boeing. Mereka mengaku bersalah atas tuduhan konspirasi penipuan kriminal dan harus membayar denda $243,6 juta atau sekitar Rp3,96 triliun (kurs Rp16.282,50). 

Namun, keluarga korban menginginkan hal yang lebih dari itu. Mereka menginginkan Boeing tidak hanya mengaku bersalah, namun mengikuti pengadilan dan menghadapi hukuman yang lebih berat. Jika Boeing tidak mengambil kesepakatan tersebut, mereka berpotensi untuk mendapatkan denda sebesar $24,8 miliar atau Rp405 triliun.

Ilustrasi pesawat Boeing 737. Foto: Boeing

“Pihak keluarga merasa mereka tidak digubris oleh pemerintah Amerika Serikat (AS). Orang-orang yang mereka percayai untuk melakukan hal yang benar dan membuat Boeing bertanggung jawab,” ungkap Erin Applebaum, pengacara di Kreindler & Kreindler, yang merepresentasikan keluarga korban dari Ethiopian Airlines, kutip dari Guardian.

“Kesepakatan ‘pilih kasih’ ini gagal untuk memahami akibat dari konspirasi Boeing, 346 orang meninggal dunia. Melalui kuasa hukum antara Boeing dan Departemen Kehakiman AS, konsekuensi kriminal dari Boeing ditutupi,” jelas Paul Cassell, salah seorang pengacara dari korban 737 MAX.

Berpotensi Mengekspos Bobroknya Boeing

Meskipun dengan mengaku salah, Boeing berpotensi tidak menerima hukuman yang keluarga korban inginkan. Namun mereka harus menghadapi masalah yang tidak kalah besarnya. Di mana, mereka telah mengaku di mana kelalaian mereka menjadi penyebab 346 nyawa menghilang yang tentu mencoreng namanya.

Selain itu, Pemerintah AS akan melakukan peninjauan ulang kesepakatan dari Boeing dengan Departemen Kehakiman AS. Mengutip dari Reuters, permasalahan ini akan berdampak pada kontrak Boeing kepada Pemerintah AS. Di mana, kontrak eksklusif seperti dengan Departemen Pertahanan AS dan NASA terancam hilang.

BACA JUGA:   Erdogan Unggul Sementara pada Pemilu Turki

 

Artikel Terkait