Bukan EV Saja, Ini Alasan Mobil China Tetap Laku Keras di Eropa
Upaya Uni Eropa membatasi laju kendaraan listrik asal China lewat kebijakan tarif impor tinggi belum memberikan dampak signifikan.
Sepanjang 2023 hingga awal 2025, kehadiran mobil buatan China di pasar Eropa justru semakin kuat dan mencatatkan tren pertumbuhan.
Fenomena ini menunjukkan bahwa tekanan regulasi belum mampu meredam ekspansi pabrikan otomotif dari Negeri Tirai Bambu.
Baca Juga: 3,316 Juta Kendaraan Terjual, China Sumbang 41 Persen Penjualan Mobil Global pada November 2024
Tarif Impor Uni Eropa Punya Celah Regulasi
Penjualan Mobil China di Eropa Tetap Naik Meski Dihantam Tarif Impor. [Instagram]
Kebijakan tarif impor tinggi sejatinya difokuskan untuk melindungi produsen otomotif lokal Eropa.
Baca Juga: Takut Dimata-matai, Inggris Larang Kendaraan Listrik Buatan China di Area Militer
Namun, aturan tersebut hanya menyasar kendaraan listrik murni.
Sementara itu, mobil bermesin pembakaran internal dan kendaraan hybrid masih dikenai tarif yang lebih ringan.
Celah inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pabrikan China untuk tetap bersaing secara harga.
Pabrikan China Ubah Strategi Penjualan
Menghadapi tekanan pada segmen EV, produsen China dengan cepat menyesuaikan arah bisnis.
Fokus penjualan mulai dialihkan ke mobil bermesin bensin dan hybrid yang tidak terdampak tarif tinggi.
Perubahan strategi ini membuat total volume penjualan tetap tumbuh, meski kontribusi kendaraan listrik mengalami penyesuaian.
Merek China Kian Menguasai Jalanan Eropa
Beberapa merek China kini berhasil mengamankan posisi penting di pasar Eropa.
MG masih menjadi pemain terbesar dari sisi penjualan, didukung jaringan distribusi yang luas.
BYD menyusul dengan pertumbuhan agresif, sementara merek lain seperti Omoda & Jaecoo, Xpeng, Zeekr, serta Lynk & Co mulai memperluas eksistensi mereka di berbagai negara Eropa.
Perang Tarif Belum Menahan Laju Ekspansi
Beberapa merek China kini berhasil mengamankan posisi penting di pasar Eropa. [Instagram]
Kondisi ini memperlihatkan bahwa kebijakan tarif tidak selalu berjalan sesuai harapan regulator.
Alih-alih menekan dominasi produsen China, kebijakan tersebut justru mendorong perubahan strategi yang membuka peluang baru.
Dengan fleksibilitas tinggi dan kemampuan membaca regulasi, pabrikan China tetap mampu memperluas pangsa pasar di Eropa meski berada di bawah tekanan kebijakan impor.