Bukan Tapera, BPJS TK Juga Ada Program Perumahan

FTNews – Hujan kritik Tapera belum usai, aturan yang banyak kalangan pandang memaksa dan memberatkan. Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) pun menegaskan, Undang-Undang Tapera tumpang tindih dengan BJPS Ketenagakerjaan (BPJS TK) yang menyelipkan aturan terkait perumahan program jaminan hari tua (JHT).

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menyebut, saat ini sudah ada fasilitas perumahan bagi pekerja formal swasta dan BUMN, BUMD di BPJS Ketenagakerjaan melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 17 Tahun 2021 (junto Permenaker No 35 Tahun 2016) tentang Manfaat Layanan Tambahan (MLT) Perumahan program JHT.

Peraturan yang memberikan manfaat yang sama dengan UU Tapera yaitu KPR, pembangunan rumah, atau renovasi rumah.

“Di Permenaker No 17 Tahun 2021 menyebut nilai besaran Program Uang Muka Perumahan yang diberikan kepada peserta paling banyak sebesar Rp150 juta. Untuk KPR paling banyak Rp 500 juta, dan untuk renovasi paling banyak Rp 200 juta,” katanya di Jakarta, Rabu (29/5).

Timboel menambahkan, selain MLT Perumahan, pekerja formal swasta, BUMN, BUMD pun bisa menggunakan Pasal 37 ayat (3) UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk menggunakan paling banyak 30 persen dari saldo JHT-nya untuk perumahan, setelah menjadi peserta minimal 10 tahun.

“Jadi ada overlapping antara MLT Perumahan (dan Pasal 37 UU SJSN) dengan UU Tapera,” tandasnya.

Sekjen OPSI Timboel Siregar. Foto: Antara

Pasal Memaksa

Selain overlapping, OPSI juga menyorot adanya sejumlah pasal dalam UU Tapera yang cenderung memaksa. Tiga pasal itu yakni Pasal 7,9 dan 18 dalam UU Tapera terbaru yang cenderung memaksa. Revisi lanjut Timboel harus DPR lakukan, sehingga Tapera tidak wajib tetapi sukarela.

Awalnya, kehadiran UU No 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) baik untuk mendukung semua masyarakat memiliki rumah. Rumah adalah kebutuhan pokok bagi semua rakyat.

BACA JUGA:   Puncak Arus Mudik Diprediksi Terjadi H-2 Lebaran

UU itu hanya untuk mengakomodir perumahan bagi pegawai negeri melalui program Taperum. Namun dengan hadirnya UU No 4 Tahun 2016 junto PP No 25 Tahun 2020 junto PP 21 Tahun 2024 maka seluruh pekerja dan masyarakat mandiri diikutkan dalam penyediaan perumahan tersebut.

Opsi pun tegas mendorong pemaksimalan MLT perumahan dan Pasal 37 UU SJSN untuk keperluan perumahan pekerja. Sehingga pekerja dan pengusaha swasta, BUMN, BUMD tidak perlu lagi membebani dengan membayar iuran wajib di Tapera.

Ilustrasi membeli rumah. Foto: Canva

Masyarakat Tidak Mampu

Di samping itu, kebutuhan perumahan masyarakat miskin dan tidak mampu belum UU Tapera akomodir. Seharusnya Pasal 7 ayat (2) UU Tapera dimaknai oleh pemerintah dengan memberi prioritas fasilitas perumahan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.

“Skemanya bisa seperti skema Penerima Bantuan Iuran (PBI) di program Jaminan Kesehatan Nasional. Sumber pembiayaan dari Dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan yang berasal dari APBN,” tandasnya.

Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penguasaan bangunan tempat tinggal di Indonesia (milik sendiri) mencapai 83,99 persen di tahun 2023. Wilayah dengan presentasi kepemilikan tinggi berada di Sulawesi Barat 92,51 persen lalu Lampung 91,81 persen.

Di sisi lain, hanya 56,13 persen dari penduduk DKI Jakarta yang memiliki tempat tinggal pribadi. Sedangkan sisanya terbagi mengontrak atau sewa 25,47 persen dan lainnya 18,4 persen.

Artikel Terkait

Digulingkan Karena Timses Ganjar, Arsjad Rasjid: Tidak Relevan

FT News – Arsjad Rasjid menjawab isu mengenai dirinya...

Mengenal Anindya Bakrie, Ketua Kadin Melalui Munaslub

FT News – Pengusaha Anindya Bakrie akhirnya diumumkan menjadi...

Menko Marves Kunjungi TSTH2 di Pollung, Cek Ribuan Bibit Tanaman Herbal

FT News - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi,...