“Bullying” Siswa Binus Serpong, Kemendikbudristek Diminta Turun Tangan

FTNews – Prihatin atas dugaan perundungan/kekerasan fisik yang menimpa siswa SMA Binus Serpong, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendesak Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) segera turun tangan.

Tak hanya itu, FSGI juga mendorong sejumlah hal yang penting untuk pihak terkait lakukan dalam penanganan kasus kekerasan di satuan pendidikan ini.

Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti mengatakan, FSGI juga mendorong Kemendikbudristek menerapkan Permendikbudristek No 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

“Dalam Permendikbudristek No 46 Tahun 2023 dapat dikategorikan sebagai kekerasan fisik berupa penganiayaan,” kata Retno dalam pernyataan di Jakarta, Rabu (21/2).

FSGI menyayangkan pernyataan sekolah yang terkesan cari aman dan lepas tangan dengan alasan peristiwa ini terjadi di luar sekolah.

“Padahal lokasi kejadian di sebuah warung tongkrongan yang letaknya di belakang sekolah. Dan yang terlibat seluruhnya peserta didik dari sekolah,” ungkapnya.

Padahal anak korban maupun pelaku diduga kuat semuanya bersekolah di tempat yang sama, yaitu Binus International School.

Retno menambahkan, FSGI menduga kuat, sekolah ini kemungkinan belum mengimplementasikan Permendikbudristek 46 tahun 2023.

Karena menurut Permendikbudristek 46 cakupan kekerasan yang Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Sekolah tangani di antaranya terjadi di luar sekolah. Tapi peserta didik yang terlibat merupakan siswa sekolah tersebut.

“Apalagi ini adalah geng sekolah yang melibatkan peserta didik di Binus International School. Seharusnya sekolah dapat mengindetifikasi munculnya geng ini. Mencegah geng ini berkembang dengan merekrut adik-adik kelas melalui cara kekerasan,” papar Retno yang juga seorang pendidik ini.

Ilustrasi perundungan pelajar. Foto: Istimewa

Usut Tuntas

Di samping itu, mereka pun mendorong pihak kepolisian mengusut tuntas kasus ini sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

BACA JUGA:   Panglima TNI, Kapolri dan Kepala Staf Adu Akting di Pementasan Wayang Orang

Jika korban dan pelaku masih usia anak (18 tahun ke bawah) polisi harus merujuk pada undang-undang terkait. Yakni UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Bagi korban perundungan juga harus dapat pemulihan psikologi. Pemerintah daerah juga harus mengambil peran dalam pemulihan itu.

Terkait menjamurnya geng-geng di sekolah, FSGI mendorong dinas-dinas pendidikan di daerah bersama Kemendikbudristek bisa mencegah potensi kekerasan itu.

Meski pengusutan tetap jadi pandu, FSGI tetap berharap identitas anak-anak pelaku dirahasiakan sebagaimana ketentuan dalam UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi baik oleh kepolisian maupun media massa.

“Hentikan pula share video ke media sosial. Berpotensi ada peniruan peserta didik lain di Indonesia. Menimbulkan trauma dan jejak digital akan berdampak buruk pada anak korban maupun anak-anak pelaku,” ungkap Retno.

Artikel Terkait

BPBD Ungkap Potensi dan Risiko Megathrust

FT News – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI...

DPR Sahkan UU Kementerian, Jumlah Sesuai Kebutuhan

FT News – DPR RI secara resmi telah mengesahkan...

KPPU Duga Lion Air Group Lakukan Monopoli Harga Tiket Pesawat

FT News – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga...