Dai Bachtiar: Reformasi Kultural Polri Butuh Waktu

Forumterkininews.id, Jakarta – Kapolri ke-17 Jenderal Pol. (Purn) Tan Sri Dai Bachtiar mengatakan reformasi kepolisian sudah lama dilakukan bahkan di era kepemimpinannya, namun untuk reformasi dari aspek kultural masih membutuhkan waktu.

“Reformasi sudah lama dilakukan sejak berpisahnya TNI dan Polri, dari 2001 sampai 2005 saya sudah melakukan reformasi seperti itu. Tapi memang reformasi yang perlu waktu adalah aspek kultural,” ujar Bactiar di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (27/10).

Menurut Bachtiar, reformasi aspek kultural ini memerlukan peran serta dari lingkungan sekitar. Aspek kultural tidak hanya terkait perilaku personel Polri semata.

“Kultural bukan hanya karena perilaku polisinya, tetapi juga tergantung pada lingkungannya. Lingkungannya siapa? masyarakat itu terjadi. Jadi perubahan kultural di polisi juga dipengaruhi oleh perubahan pada masyarakat itu sendiri, itu yang dirasakan menjadi beban kita semua,” tutur Bachtiar, seperti dilansir dari Antara.

Termasuk juga terkait gaya hidup personel Polri yang menjadi perhatian Presiden Joko Widodo, menurut Bachtiar persoalan gaya hidup itu bukan terjadi sekarang saja, tetapi dari masa seniornya hingga Kapolri berikutnya sudah ada arahan yang mengimbau personel untuk bergaya hidup sederhana, merakyat sesuai lingkungannya.

“Jangan sampai polisi berada di lingkungan masyarakat tetapi polisinya tampil berbeda itu sudah disampaikan, kembali masalah kultural memang membutuhkan waktu,” ucap matan Kapolda Jatim ini.

Menanggapi pernyataan Dai Bactiar, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai reformasi kepolisian belum berjalan, terutama yang menjadi masalah adalah reformasi struktural dan instrumental.

Tidak berjalan nya reformasi struktural dan instrumental Polri, mengakibatkan selama 20 tahun setelah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, aspek kultural di institusi Polri lebih parah daripada saat masih berada dalam ABRI.

BACA JUGA:   Seluruh Stakeholder Diminta Turunkan Angka Stunting hingga 14 Persen

“Kultur ‘hedon’, arogansi, lebih parah daripada saat orde baru,” ucap Bambang.

Ia juga menyebutkan, saat orde baru, arogansi dilakukan militer. Saat ini setelah TNI kembali ke barak, arogansi yang dulu dilakukan militer dilakukan oleh polisi.

“Kultur ‘hedon’ juga tercipta karena struktur dan instrumen tak mampu untuk mencegah gaya hidup mewah itu terjadi,” ujarnya.

Artikel Terkait