Di WWF ke-10, Indonesia Siap Gaungkan Penyelamatan Air Bersih

FTNews – Indonesia bakal menyuarakan pentingnya penyelamatan sumber daya air di World Water Forum (WWF) ke-10 tahun 2024 di Bali, 18-24 Mei mendatang.

Sebagai tuan rumah pertemuan internasional itu, Indonesia akan menyampaikan sejumlah riset dan inovasi dalam berbagai upaya penyelamatan dari ancaman krisis air.

Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mego Pinandito menilai riset dan inovasi punya peran penting untuk mencari solusi mengatasi krisis air.

Di Indonesia, perubahan iklim terus menampakkan dampaknya. Di mana suhu terus meningkat 0,3 derajat Celcius. Curah hujan juga terus menurun setiap tahun sebesar 2-3 persen.

“Musim hujan menjadi lebih pendek. Sebaliknya musim kemarau perlahan-lahan menjadi lebih panjang,” katanya dalam konferensi pers daring bertajuk Riset dan Inovasi Solusi Krisis Air, di Jakarta, Rabu (13/3).

Perubahan musim itu lanjutnya, berdampak pada proses hidrologi dan sumber daya air. Lalu perubahan siklus air, kenaikan muka air dan kejadian iklim ekstrem.

Dalam WWF nanti, Indonesia perlu menggaungkan aksi bersama untuk mengendalikan perubahan iklim.

Saat ini populasi di dunia telah meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data Bank Dunia, populasi dunia telah bertambah sebanyak 8,32 juta jiwa setiap tahunnya, sepanjang tahun 2011-2021.

Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 11,89 persen dibanding dekade sebelumnya. Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan semakin tipisnya sumber daya alam yang tersedia, termasuk air.

Meskipun 72 persen bagian Bumi adalah air, hanya sedikit yang merupakan air tawar, dan sisanya adalah air asin. Hal ini memunculkan masalah kelangkaan air akibat penggunaan yang tidak terkontrol mengingat air adalah salah satu kebutuhan dasar hidup manusia.

Subak di Bali. Foto: Wikipedia

Belajar dari Subak

Mego pun mengingatkan, perlunya menginventarisasi tempat pengambilan air baku untuk air minum di sungai. Lalu daerah irigasi yang terkena dampak kenaikan muka air laut.

BACA JUGA:   Anak di Cakung Aniaya Ayah hingga Terjatuh, Begini Faktanya

“Kemudian secara berkesinambungan memperbaiki jaringan hidrologi di tiap wilayah sungai sebagai pendeteksi perubahan ketersediaan air. Maupun sebagai perangkat pengelolaan air dan sumber air,” tuturnya.

Mego berharap daerah di Indonesia bahkan dunia bisa melihat pengelolaan SDA berbasis masyarakat yang Bali lakukan melalui Subak.

Subak adalah sistem pengairan masyarakat Bali yang menyangkut hukum adat dan mempunyai ciri khas. Yaitu sosial, pertanian, keagamaan dengan tekad dan semangat gotong royong dalam usaha memperoleh air dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan air dalam menghasilkan tanaman pangan terutama padi dan palawija.

Artikel Terkait