Dirty Vote di Masa Tenang, Kemana “Swing Voters” Berlabuh?

FTNews – Publik heboh dengan kemunculan Dirty Vote, film dokumenter yang rilis di masa tenang, beberapa hari jelang pemungutan suara 14 Februari 2024. Film ini mengungkap potongan-potongan peristiwa yang dijahit dengan ulasan mendalam dari tiga pakar hukum tata negara. Memotret potensi kecurangan di Pemilu 2024.

Lantas apakah kemunculan film ini akan memengaruhi pemilih jelang hari pencoblosan, terutama bagi massa mengambang (swing voters)?

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komaruddin menilai, rilisnya Dirty Vote di hari tenang tentu punya tujuan.

“Saya melihatnya, bisa degradasi pasangan calon (paslon) tertentu dan mengunggulkan paslon yang lain,” katanya menjawab, FTNews, di Jakarta, Senin (12/2).

Menurutnya, film ini bisa saja memengaruhi swing voters. Namun bisa juga tidak memiliki pengaruh sama sekali terhadap mereka.

“Bisa iya juga bisa tidak. Tidak ada ukurannya. Swing voters itu terpengaruh atau tidak, bisa iya bisa tidak bergantung swing votersnya itu sendiri,” tutur Ujang.

Peluang pengaruh terhadap swing voters itu lanjutnya, fifty-fifty. Sebab video (film) itu bisa saja benar atau fitnah. Jadi banyak persepsi dalam konteks itu.

Justru Ujang melihat, debat, kampanye akbarlah yang bisa memengaruhi swing voters.

Apa Itu Swing Voters?

Mengutip laman Kominfo, swing voters adalah pemilih yang pilihannya dapat berubah sesuai dengan ide atau gagasan dari calon presiden atau calon legislatif.

Meski keberadaanya kerap diabaikan, namun massa ini bisa memberikan pengaruh besar terhadap terpilihnya presiden, wakil presiden hingga calon legislatif.

Swing voters ini akan menilai kemampuan dari semua calon. Sikap netralnya memacu para paslon berlomba menunjukkan kemampuannya. Jika mereka tidak mendapatkan sesuatu yang menarik dari paslon, mereka ini akan memilih golput alias tidak memilih.

BACA JUGA:   Jokowi Sebut Pemimpin yang Mikirin Rakyat Rambutnya Berwarna Putih, Kode ke Ganjar?

Mayoritas swing voters ini adalah generasi milenial dan generasi Z yang dapat dengan mudah mengakses internet. Tak heran di era digitalisasi ini, ruang kampanye mewarnai dunia maya.

Mengutip berbagai sumber, jumlah swing voters mengalami kenaikan di setiap pemilu. Pemilu 1999 jumlah swing voters mencapai 7,3 persen. Naik menjadi 15,9 persen pada Pemilu 2004. Lalu naik lagi menjadi 28,3 persen pada Pemilu 2009. Kemudian menjadi 29,1 persen pada Pemilu 2014.

Ilustrasi seorang pemilih menggunakan hak pilihnya. Foto: Antara

Dewa Elektoral

CEO Voxpol Center Research Pangi Syarwi Chaniago pun pernah menyebut, swing voters sebenarnya sudah menentukan pilihan kandidat. Namun kalangan ini akan mengubah pilihannya menjelang pencoblosan karena dinamika politik yang terjadi.

Ia menilai swing voters berpotensi mengubah peta pemilu. Mereka pun kerap dapat sebutan dewa elektoral.

Namun perlu publik bedakan massa mengambang ini dengan pemilih bimbang (undecided voters). Mereka ini adalah orang-orang yang memang sama sekali belum punya pilihan.

Survei terbaru Litbang Kompas pada akhir Desember 2023 mencatat, angka undecided voters pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mencapai 28,7 persen.

Artikel Terkait