DPR Sepakat Bentuk Panja Bahas Revisi UU Pemilu dan Pilkada

FTNews- Komisi II DPR RI sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) guna membahasa revisi Undang-undang Pemilu dan Pilkada. Hal itu disampaikan Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia dalam rapat dengan KPU, Rabu (15/5).

Doli menjelaskan, pembentukan panja tersebut sambil menunggu keputusan di rapat paripurna. Terrkait persetujuan proses revisi UU Pemilu.

“Tapi sambil nunggu itu saya sepakat dari usulan Pak Gaus dan segala macam kita bentuk Panja saja. Kita mulai dari Panja,” ujar Doli.

Sebelumnya, ia mengungkapkan bahwa DPR RI masih memiliki dua masa sidang lagi. Sehingga, ia akan sangat bersyukur apabila Pimpinan DPR turut menyetujui adanya revisi Undang-Undang Pemilu dan Pilkada

“Kalau memang kemudian pimpinan DPR kita setuju untuk revisi. Sepakat misalnya minggu depan ada paripurna kita jalan,” tandas Doli.

Panja ini, kata Doli, akan bertugas untuk menginventarisir segala permasalahan yang ada dalam pelaksanaan UU Pemilu.

“Nanti ini akan menjadi bahan awal. Kalau suatu saat apakah di masa sidang ini atau di masa sidang berikutnya revisi UU atau perubahan atau penyempurnaan sistem pemilu itu dilakukan,” jelasnya.

Doli juga menyebut, sebenarnya pihaknya telah memiliki draf naskah akademik dan draf RUU. Terkait UU Pemilu sejak awal periode DPR 2019-2024.

“Tapi waktu itu keburu Covid , enggak jadi. Kenapa waktu itu kami buat di awal periode, karena memang kita menginginkan bicara tentang sistem pemilu itu tidak atau jauh dari pemilu yang bisa ada efek interest-nya,” paparnya.

Evaluasi Sistem

Sebelumnya, Komisi II DPR RI menilai sistem pemilu saat ini perlu dievaluasi karena menimbulkan sejumlah masalah.

Doli menyebut, beragam pandangan tentang permasalahan pemilu dari Komisi II DPR banyak yang senada elemen bangsa lainnya.

BACA JUGA:   Sebanyak 800 Ribu Dosis Vaksin PMK Tiba di Soekarno-Hatta

“Mungkin ke depannya kita membawa kesimpulan bahwa ini perlu evalusi terhadap sistemnya dulu,”ujar Doli saat rapat dengann KPU RI, Rabu (15/5).

Setidaknya,kata Doli, ada empat indikator yang membuat pandangan tentang evaluasi sistem pemilu ini perlu terlaksana.

“Pertama, adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal parliamentary threshold,”sebut Doli.

Kedua, menurutnya, presiden terpilih Prabowo Subianto juga menilai sistem demokrasi di Indonesia ini noisy. Ketiga, Presiden Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun menyampaikan bahwa proses demokrasi ini mahal.

“Terakhir, putusan MK soal perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU). Yang memiliki tiga perbedaan pendapat dari hakim konstitusi. Yang menyebut bahwa sistem pemilu perlu dievaluasi,”tandasnya.

Artikel Terkait