Ini Kunci ET 45 Tetap Eksis Sampai Sekarang

FT News – Di tengah gempuran platform musik digital, ET 45 sebagai toko penjual rilisan fisik (kaset, CD dan Vinyl) masih bertahan sampai saat ini.  Salah satu kunci ET 45 tetap eksis bertahan sampai sekarang karena terus mengikuti tren dan selera pasar. Apapun  jenis musik yang digemari saat ini harus diikuti.

Owner ET 45, Hansen mengatakan dalam dunia bisnis atau usaha pasti selalu ada persaingan. Namun baginya persaingan atau kompetisi itu harus saling melengkapi, bukan malah saling mematikan.

Seperti di era awal ET 45 berdiri, toko musik dan film yang menyediakan rilisan fisik ini harus bersaing dengan radio yang sering memutarkan lagu-lagu terbaru. Namun, sebagai seorang pebisnis tidak boleh terlalu idealis.

“Harus ada strategi marketing dengan mengikuti selera pasar saya. Kami terus ikuti perkembangan dan tidak bisa hanya menjual satu produk saja,” katanya.

ET 45
Owner ET 45, Hansen Teo saat memperlihatkan koleksi vinyl yang ada di gerai ET 45 Jalan Mangkubumi Medan. [FT News/yogi].
“Tapi jiwa bisnis saya ini harus saya kolaborasikan dengan jiwa seni saya agar seimbang. Sebab, kalau saya fokus ke seni saja saya jadi idealis. Begitu juga kalau saya pure bisnis saya hanya akan memikirkan ‘cuan’ saja,” sambungnya.

ET 45 pertama kali beroperasi pada 1984 di Medan Plaza. Dari situ, ia memberanikan diri untuk membuka toko lagi di Gedung Majestyk Medan dengan mempekerjakan dua karyawan.

Singkat cerita, ET 45 semakin berkembang dan sampai pada masa keemasannya ketika Hansen membuka 60 cabang dan toko afiliasi ET 45 yang tersebar di Sumut dan Aceh.

“Waktu itu memang ada target saya hanya sampai 60 toko saja tidak mau lebih. Jadi sempat kita buka 60 toko cabang dan afiliasi ET 45 di Sumut dan Aceh,” kenangnya.

Tahun 1991 sampai 1997, sambung Hansen, merupakan puncak kejayaan penjualan rilisan fisik untuk musik Indonesia di semua genre. Di era 1996 sampai awal 2000an kita juga sama ketahui beberapa band di Indonesia seperti Sheila On 7, Dewa, Jamrud dan Padi bahkan pernah menjual album hingga jutaan copy.

BACA JUGA:   Ditanya Kapan Pisah Ranjang dengan Erin, Andre Taulany Lempar Guyon Bapak-bapak

ET 45
Toko ET 45. [Ist]
Di era tersebut, kata Hansen, musik Indonesia cukup berjaya bahkan mengalahkan musik luar negeri untuk penjualan album fisik (tape/CD). Baru pada 1998 sampai 2015, pembajakan kaset dan CD sedang marak di Indonesia.

Hal ini jelas mempengaruhi penjualan album fisik. Penjual kaset dan CD bajakan tersebar sampai ke pelosok-pelosok desa. Pembajak untung besar, dan kondisi ini juga turut berdampak terhadap industri musik di Indonesia.

Meski demikian, Hansen tetap optimis untuk terus mempertahankan ET 45. Karena menurutnya, ET 45 bisa mendapatkan hati 3 kategori konsumen yakni, penikmat, kolektor dan pembeli kualitas.

“Kalau penikmat rilisan fisik itu biasanya apapun genre musiknya dia beli yang penting bisa diterima di telinganya. Mau itu musik rock, pop , jazz dan sebagainya,” urainya.

“Kalau kolektor biasanya lebih idealis. Kalau dia suka dengan 1 band atau musisi dia hanya akan membeli album band dan musisi yang dia sukai saja. Misalnya ia penggemar The Beatles dia akan cari dan beli album-album The Beatles. Sedangkan kalau pembeli kualitas itu dia mau menikmati hasil rekaman yang highend atau kualitas tinggi walaupun harganya bisa beberapa kali lipat jika dibanding dengan rilisan biasa,” ungkapnya.

Asal-usul nama ET 45 yang sudah cukup melekat bagi para penikmat rilisan fisik ini terinspirasi dari judul film karya sutradara Steven Spielberg yang berjudul Extra-Terrestrial yang disingkat (ET).

Film fiksi ilmiah yang dirilis pada 1982 ini menceritakan seorang anak yang berteman dengan makhluk luar angkasa. Sedangkan 45 terinspirasi dari salah satu klub malam di New York, Amerika yakni, Studio 54 yang selalu ramai dengan pilihan lagu yang cukup bagus.

“Jadi tinggal saya balik saja angkanya dari 54 menjadi 45. Itulah sebenarnya asal kata ET 45. Semakin singkat nama brand akan semakin mudah orang mengingatnya,” kata Hansen.

Artikel Terkait