Jan Djuhana: Musisi Sekarang Lebih Memilih Memanfaatkan Medsos untuk Promosi Karya

FT News – Perkembangan musik di era digital sangat berbeda dengan zaman analog saat rilisan fisik banyak diburu. Di era digital promosi singel atau album baru tidak mesti lewat TV atau radio. Musisi atau band yang akan melepas singel atau album kini bisa memanfaatkan media sosial seperti Tiktok atau Youtube.

“Kalau sekarang promosi singel atau album tidak perlu radio dan TV. Malah radio dan TV mengacu apa yang viral di medsos seperti Tiktok atau YouTube, kalau sudah viral, baru mereka mau ajak tampil di TV atau lagunya di airplay di radio,” kata mantan Artis & Repertoire (A&R) Sony Music Indonesia, Jan Djuhana.

Di era saat ini, kata Jan, label atau produser yang ingin mengorbitkan artis harus melihat followers akun media sosialnya seperti Instagram, Facebook atau Twitter.

Jan Djuhana
Jan Djuhana saat berbincang dengan FT News belum lama ini. [FT News/yogi]
“Kalau follower mereka sampai 5 juta itu menarik. Kalau followernya 1000 atau 2000 susah naiknya walaupun karya mereka bagus. Beda, kalau dulu kan gak ada Medsos. Yg ada dulu radio, TV dan media cetak,” ujarnya.

Tapi keuntungan musisi dan band sekarang, untuk promosi video klip tidak harus rilis ke TV. Video klip bisa dirilis di YouTube, sedangkan untuk audio bisa dirilis ke platform musik digital seperti, Spotify, Joox, Youtube Music dan lainnya.

“Kita gak perlu lagi buat kaset atau CD. Sebab kalau buat kaset atau CD kan perlu biaya mulai dari cetak cover, cetak CD dan ini harus dibayar dulu. Kalau gak laku balek lagi kembali ke gudang lalu dihancurkan. Itu resikonya zaman dulu. Zaman sekarang gak ada risiko cuman dapat uangnya kecil jadi tetap ada plus minusnya,”ungkap Jan.

BACA JUGA:   BTS dan Seventeen Raih Award Super Bergengsi di Jepang

Di tengah gempuran platform musik digital, label rekaman besar seperti Sony Music Indonesia, Musica, Trinity Optima masih bertahan. Karena label-label tersebut punya backcataloge yang sampai sekarang masih sering di dengar di berbagai plaltform musik digital. Seperti Sony Music Indonesia, backcatalogenya kuat. Ada Sheila On 7, Padi, Cokelat, Dewa dan SID yang semuanya masih terus di streaming.

media sosial
Ilustrasi media sosial. [canva]
Jadi, lanjut Jan, label-label besar saat ini lebih fokus mengorbitkan artis-artis baru. Kalau artis atau band band yang sudah lama mereka sudah aman. Karena setiap bulannya dapat royalti yang uangnya akan terus mengalir selama karyannya masih sering di streaming.

Seperti diketahui, Jan Djuhana adalah nama besar di industri musik Indonesia. Berkat kejelian dan intuisinya dalam melihat potensi, banyak lahir band-band besar tanah air. Sebut saja Sheila On 7, Padi, Cokelat dan /rif.

Cerita perjalan Jan Djuhana dalam industri musik Indonesia juga sudah dibukukan dengan judul “Di Balik Bintang, Jan Djuhana Dalam Industri Musik Indonesia”yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG).

Buku setebal 400 halaman lebih yang ditulis Frans Sartono ini begitu detail mengulas kembali bagaimana proses Jan Djuhana dalam menemukan dan mengorbitkan band dan artis terkenal di Indonesia.

Artikel Terkait