Kepulauan Aru, Simpan Keindahan yang Kini Terusik Konflik

FTNews, Jakarta – Kabupaten Kepulauan Aru adalah kepulauan yang berada di Provinsi Maluku. Beribukotakan Dobo. Dari 187 pulau, hanya 89 pulau yang dihuni oleh manusia. Jumlah penduduk Kepulauan Aru pada tahun 2021 berjumlah 102.920 jiwa.

Topografi Kabupaten Kepulauan Aru berupa dataran rendah berawa dengan ketinggian 0 meter di atas permukaan laut (mdpl) hingga 17 mdpl.

Walaupun hanya pulau kecil, Kepulauan Aru memiliki kekayaan alam yang sangat luar biasa dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Mulai dari hutan bakau, terumbu karang, bahkan hutan alaminya itu sendiri.

Menjadi rumah beberapa spesies endemik, seperti burung cendrawasih. Tak hanya menjadi burung endemik, tetapi burung cendrawasih juga menjadi simbol bagi leluhur masyarakat adat setempat.

Masyarakat merasa aman dan nyaman selama mereka bisa pergi ke hutan atau laut karena itu adalah sumber ekonomi mereka.

Konflik di Kepulauan Aru

Adat rumpun fanat berdiskusi tentang penolakan PT Melchor Group. Foto: Istimewa

Belakangan, terjadi konflik antara penduduk Kepulauan Aru dengan PT Melchor Group. Masyarakat setempat menolak kehadiran dan beroperasinya PT Melchor Group di tanah di Kepulauan Aru.

Mengutip berbagai sumber, Agustus 2023, Tua Adat Rumpun Fanan, Jedid Tarpono menyuarakan penolakan tersebut. Hal itu sudah ia sampaikan dalam musyawarah adat I pada Juni 2023.

“Hasil musyawarah adat yang dibacakan salah satu tokoh adat Fanan, Mindu Kwaitota, dengan tegas menolak PT Melchor Group melakukan aktivitas dalam bentuk apapun di wilayah hukum adat rumpun fanan,” ungkap Tarpono.

Terdapat empat pokok pikiran utama dalam penolakan ini.

  1. Seluruh masyarakat rumpun adat Fanan sepakat untuk menjaga, melindungi, dan melestarikan adat yang meliputi hutan dan laut. Masyarakat menolak aktivitas perusahaan apapun di wilayah adat untuk menjaga keseimbangan dan keberlangsungan ekologi.
  2. PT Melchor Group menkapling menjadi wilayah konsesi hutan adat milik adat rumpun Fanan yang tersebar di di Kecamatan Aru Tengah dan Aru Tengah Timur. Masyarakat adat rumpun Fanan menyikapi secara serius dan menganggap ini adalah ketidakwajaran.
  3. PT Melchor Group masuk ke Aru dengan membuat gagasan budidaya kepiting bakau. Masyarakat Aru menerima gagasan ini merespon secara positif. Masyarakat merasa kecewa karena melihat belum adanya progres dalam pembudidayaan tersebut.
  4. Hutan di Kepulauan Aru adalah rumah bagi burung endemik burung cendrawasih. Adat rumpun Fanan sangat menjunjung akan kelestarian hutan dan merasa investasi yang dilakukan PT Melchor Group akan merugikan bagi keseimbangan ekologi.
BACA JUGA:   HPN 2023, Gubernur Sumut Minta Wartawan Kedepankan Profesionalitas dan Proporsional

Ini bukan kali pertamanya masyarakat Kepulauan Aru menolak investasi asing. Pada tahun 2013, masyarakat Aru menolak untuk masuknya investasi tebu milik Menara Grup yang luasnya mencapai hampir 70 persen luas daratan Aru.

Konflik terjadi lagi di tahun 2018, di mana masyarakat menolak izin peternakan sapi terluas di Indonesia dengan luas sekitar 6.000 hektare.

Terancam Eksplotasi

Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia Mufti Barri mengatakan, keindahan Aru tidak hanya terusik konflik. Tetapi juga ada ancaman eksploitasi dari berbagai macam sektor.

“Kami ikut mengadovaksi kasus yang ada di Aru. Yang paling utama ialah pengakuan dan perlindungan wilayah masyarakat adat Aru,” katanya kepada FTNews, di Jakarta, Rabu (20/12).

Selain itu penting juga untuk mengubah persepsi pembangunannya. Dari yang sebelumnya sangat bias daratan besar menjadi pembangunan yang ramah dan berkelanjutan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Khususnya di Aru.

Artikel Terkait