Kesimpulan Sidang Ferdy Sambo: Ahli Pidana Enggan Jawab Pertanyaan Jaksa Soal Jeda Waktu Terima Kabar Hingga Penembakan

Forumterkininews.id, Jakarta – Sidang pembunuhan Ferdy Sambo terus berjalan. Ahli hukum pidana dari Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan, Said Karim tidak bisa menjawab saat dicecar oleh

Jaksa penuntut umum (JPU) terkait jeda waktu selama satu hari saat Ferdy Sambo mendapat laporan dari istrinya, Putri Candrawathi terkait kejadian yang dialami saat di Magelang.

Kesimpulan dalam sidang perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, mengagendakan keterangan saksi ahli pidana yang meringankan terdakwa.

Dalam keterangan dan kesaksiannya, penjelasan ahli pidana membela terdakwa Sambo dan Putri. Hal itu terlihat saat menjawab pertanyaan kuasa hukum terdakwa.

Jaksa meminta pendapat ahli pidana Said Karim dari sisi kriminologi mengenai waktu saat menerima informasi hingga tindakan melakukan penembakan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Namun pertanyaan jaksa enggan dijawab oleh Said dari sisi perspektif kriminologi. Padahal dia merupakan ahli pidana dan kriminologi yang dihadirkan oleh kubu terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi sebagai ahli yang meringankan.

Pada awalnya jaksa menggali soal pembuktian terkait pasal 340 tentang pembunuhan berencana, yang dikaitkan jeda waktu antara mendapatkan informasi dengan pelaksanaan penembakan Brigadir J.

“Tadi ahli mengatakan terdakwa FS (Ferdy Sambo) ditelepon oleh istrinya tangal 7 malam, dia mendengar terjadi sesuatu yang belum tentu pasti kebenarannya yang kita masih belum tahu. Akhirnya tangal 8 pagi, dia melakukan aktifitas seperti biasa. Tanggal 8 siang hari dia (Sambo) bertemu dengan istri di rumah Saguling, pada saat itu dia bertemu dan mendengar lagi secara langsung apa yang disampaikan oleh istrinya,” papar jaksa dipersidangan pekan kesebelas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (3/1).

“Namun pada saat itu tidak mengambil keputusan untuk melakukan kehendak (penembakan), dia menunggu lagi. Akhirnya tangal 8 petang untuk melakukan sesuatu tindak pidana,” sambungnya.

“Saya tanyakan kepada ahli, waktu dari tangal 7 malam sampai tangal 8 petang, menurut ahli, waktu tersebut memadai tidak dalam perspektif kriminologi untuk memikirkan kehendak untuk melakukan sesuatu,” tanya jaksa kepada ahli di persidangan.

Namun, Said berdiam sejenak dan jawaban tidak nyambung apa yang dimaksudkan oleh jaksa.

“Kalau kita bicara soal waktu. Tadi saya sudah kemukakan, mohon bapak mengenang baik-baik, tidak juga terlalu lama,” jawab Said Karim.

“Tadi kan ahli mengatakan dalam literatur, tidak melulu waktu dia harus singkat atau terlalu lama, Tapi dikembalikan, apakah waktu itu memadai cukup,” timpal jaksa.

Ahli pidana Said lagi-lagi tidak menjawab substansi pertanyaan jaksa soal waktu yang cukup bagi terdakwa untuk memikirkan dan mengambil keputusan melakukan penembakan terhadap Brigadir J. Bukan menjawab, Said malah melontarkan pernyataan yang menyerang jaksa.

“Tidak juga terlalu lama, bukan saja memadai atau cukup. Ijin yang mulia saya boleh jawab, sudah selesai pertanyaan bapak, tidak menarik sekali pertanyaan bapak, jadi saya tidak sabaran menjawabnya. Silahkan selesaikan dulu pertanyaannya,” ucap Said.

Kemudian jaksa kembali melontarkan pertanyaan serupa soal jeda waktu saat menerima informasi dengan pelaksanaan eksekusi penembakan.

“Pertanyaan saya, dari tangal 7 Juli malam, dia mendengar sesuatu yang mengguncang jiwanya, dia (Sambo) melaksanakan kehendaknya tangal 8 Juli petang, ada waktu jeda hampir 24 jam lebih, menurut kacamata ahli sebagai ahli kriminologi, itu waktu yang memadai tidak?,” tanya jaksa kembali.

Namun tiba-tiba penasehat hukum keberatan dengan kata-kata kehendak yang dimaksudkan jaksa merupakan perbuatan penembakan.

“Keberatan yang mulia, jaksa penuntut umum menyimpulkan dengan mengatakan dia melaksanakan kehendaknya, padahal itu materi pembuktian yang belum clear hingga saat ini,” tanya salah satu kuasa hukum terdakwa Sambo.

Lantas ahli agak lama berdiam untuk memberikan jawaban dihadapan majelis hakim. Said menjelaskan bahwa dirinya hanya menjelaskan dari perspektif hukum acara secara yuridis terkait jeda waktu itu antara perencanaan dan penembakan tidak terlalu lama.

Namun Said tidak menjawab dari sisi perspektif kriminologis secara pertanyaan jaksa kepada ahli pidana.

“Ijin yang mulia untuk menjawab. Kalau bapak penuntut umum mendengarkan penjelasan saya, saya menjelaskan dalam perspektif hukum, bahwa waktu yang dimaksudkan tidak boleh terlalu singkat, tetapi juga tidak boleh terlalu lama, itu saya kemukakan dalam perspektif tinjauan yuridis, sesuai dengan pemahaman kita bersama, dengan membaca literatur hukum pidana,” papar Said.

BACA JUGA:   Selundupkan 20 Kg Sabu ke Medan, 2 Pria Terkapar Ditembak Polisi

“Saya tidak ketengahkan dari segi aspek kriminologis. Jadi bapak kalau menanyakan saya, takaran dari aspek kriminologis, lamanya waktu itu dari aspek kriminologi sangat relatif. Jadi saya tidak kemukakan itu. Saya mengemukan dari aspek yuridis, tolonglah bapak menanya dari perspektif yuridis,” tambah dia.

Menanggapi jawab Said, jaksa mengatakan bahwa penuntut umum tidak menggali dari sisi perspektif yuridis hukum acara pidana. Namun lebih kepada dari sisi yuridis.

“Kami tidak gali dari perspektif hukum. kami gali dari aspek kriminologis. Dan ahli ini ahli kriminologi untuk memberikan khasanah bagi kita untuk mengetahui seluas-luasnya ilmu yang ahli pelajari. Ahli mengatakan itu relatif,” ucap jaksa.

Kemudian ahli pidana Said tidak berani menjawab pertanyaan jaksa dan menjelaskan dihadapan majelis hakim di persidangan, PN Jaksel.

“Saya jawab singkat yang mulia, bahwa bapak jangan menggeser keterangan saya. Kita ganti-ganti bicara. Bapak bicara tadi, saya diam. Kalau bapak yang mau bicara, saya diam, sampai selesai bapak bicara,” tutur Said.

Lantas kembali penjelasan ahli pidana tidak nyambung, karena jawaban Said tidak berdasarkan pertanyaan JPU soal ada rentan waktu selama satu hari yang dinilai dari sisi kriminologi, apakah dalam 24 jam itu cukup memadai atau tidaknya dalam sebuah perencanaan pembunuhan.

“Jadi tadi kan saya sudah jelaskan dari perspektif hukum dan bapak semua tahu dengan baca literatur hukum. Bapak menanyakan itu dari perspektif kriminologi. Kedudukan kriminologi adalah ilmu pembantu bagi hukum pidana. Tetapi untuk pembuktian, terjadinya tindak pidana itu, penerapan pasal, kita tidak bisa gunakan kriminologi, dan kita gunakan hukum acara pidana formal, KUHAP, berkesuaian tidak, terbukti tidak unsur-unsurnya,” jawab Said.

Setelah mengalami perdebatan, ahli pidana memberanikan diri untuk menyampaikan tidak bersedia menjawab pertanyaan jaksa untuk menggali pembuktian pasal 340 KUHP.

“Mohon maaf kalau itu yg bapak masih pertanyakan lebih lanjut, dengan segala hormat dan penuh hormat, saya tidak berkenan menjawab secara kriminologi,” ucap Said.

Selain itu, jaksa sempat beradu argumen dengan ahli pidana Said Karim di persidangan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat. Pasalnya jaksa meminta ahli menjawab kontekstual soal makna kata ‘Hajar’.

Jaksa bertanya kepada Said Karim tentang makna kata ‘Hajar’ dalam kasus pembunuhan terhadap Brigadir J. Jaksa meminta ahli menjelaskan apakah makna ‘Hajar’ itu berarti memukul atau mempunyai makna lain.

“Terima kasih dibolehkan oleh majelis hakim untuk menjawab. Nah kalau ada rangkaian peristiwa itu sebelum kata ‘Hajar’ apa makna ‘Hajar’ itu? Apakah mukul atau ada perbuatan lain? Silakan Saudara Ahli,” tanya jaksa.

“Jadi itu memang kata ‘Hajar’ muncul di dalam pemeriksaan perkara ini, ada keterangan yang menyatakan ‘Hajar’ saya lalu tertarik makna kata ‘Hajar’ ini saya kemudian membuka ‘Kamus Besar Bahasa Indonesia’ apakah ada kata makna kata ‘Hajar’ ini sinonim dengan atau tembak, tampaknya dalam ‘Kamus Besar Bahasa Indonesia’ kita tidak menemukan pengertian itu,” jawab Said.

Said mengatakan tidak ada yang memberikan jaminan bahwa ‘Hajar’ itu berarti perintah untuk menembak. Dia kembali menegaskan tidak ada sinonim kata ‘Hajar’ dengan ‘Tembak’.

“Tadi Anda bilang sinonim. Saya tidak katakan sinonim. Saya hanya menyatakan kontekstual. Dari konteksnya yang tadi dibilang tadi ada permintaan isi amunisi. Ada perintah berani tidak tembak korban? Kontekstual dihubungkan dengan ‘Hajar’ apa? Bukan semantiknya, bukan sinonimnya, tapi kontekstualitasnya,” kata jaksa.

Sebelumnya, Ferdy Sambo menceritakan detik-detik penembakan Brigadir Yosua Hutabarat di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. Sambo mengklaim saat itu memerintahkan Bharada Richard Eliezer menghajar, tapi yang terjadi adalah penembakan.

 

Artikel Terkait