Komnas Perempuan Angkat Bicara Soal Dugaan Pelecehan Seksual Rektor UP

FTNews – Komnas Perempuan menyoroti soal adanya dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Rektor Universitas Pancasila (UP), ETH terhadap pegawai kampus.

Ketua Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Andy Yentriyani mengatakan kasus telah pihak korban laporkan ke Komnas Perempuan.

“Kasus ini memang sudah dilaporkan ke Komnas Perempuan. Saat ini kami sedang mendalami kasusnya,” kata Andy, kepada wartawan, Senin (26/2).

Sementara itu Andy mengungkapkan bahwa pihaknya tidak memberikan pendampingan terhadap korban, namun akan tetap mengawal proses hukum kasus tersebut.

“Komnas Perempuan tidak melakukan pendampingan satu per satu kasus, sesuai amanat Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), Komnas Perempuan akan turut mengawal kasus ini sesuai dengan mandatnya sebagai pemantau,” jelas Andy.

Kemudian saat ini pihaknya masih akan mendalami untuk langkah pemantauan yang diberikan dalam pengawalan kasus ini.

“Untuk pemantauannya ini kami perlu pendalaman terlebih dahulu,” ujar Andy.

Dugaan Pelecehan Seksual

Sebelumnya, salah satu korban pelecehan rektor Universitas Pancasila, R melayangkan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk menghadapi proses hukum dugaan pelecehan.

Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi membenarkan adanya permohonan perlindungan yang korban layangkan kepada LPSK.

“Permohonannya masuk dari 1 orang korban berinisial RZ,” kata Edwin, kepada wartawan, Senin (26/2).

Lebih lanjut Edwin mengatakan nantinya LPSK akan meminta keterangan korban dan berkoordinasi dengan pihak lain untuk mendalami peristiwa yang terjadi.

“Kami akan ambil keterangan dari korban, koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mendalami kronologi, proses hukum, dan kondisi korbannya,” jelas Edwin.

Hal ini merupakan mekanisme yang telah undang-undang atur dan harus seseorang lalui ketika mengajukan permohonan perlindungan.

“Karena berdasarkan UU kami harus dalami sifat penting keterangan, situasi ancaman yang dihadapi. Kondisi medis/psikologis pemohon dan terakhir rekam jejak pemohon,” ucap Edwin.

Artikel Terkait