Mobile Ad
Bareskrim Tangkap Jaringan Pelaku TPPO dengan Dijanjikan Bekerja di Luar Negeri

Rabu, 05 Apr 2023

Forumterkininews.id, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengungkap kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan menangkap para pelaku dari dua jaringan yang memberangkatkan pekerja migran Indonesia (PMI) secara ilegal ke sejumlah negara di wilayah Timur Tengah (Timteng).

Para korban dijanjikan bekerja di luar negeri secara ilegal, seperti di Turki dan Abu Dhabi.

Atas pengungkapan tersebut, penyidik Bareskrim Polri menahan enam orang tersangka dari dua jaringan

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo mengatakan bahwa jaringan pertama, Indonesia-Amman, Yordania- Arab Saudi menjerat pelaku utama dengan dua tersangka ZA dan SA.

"Jaringan tersebut telah beroperasi sejak 2015, diperkirakan sudah mengirimkan 1.000 PMI secara ilegal. Kemudian jaringan kedua adalah Indonesia-Turki-Abu Dhabi dengan tersangka OP," kata Djuhandhani kepada wartawan di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (4/4).

Ia menjelaskan kronologi pengungkapan berawal adanya informasi dari Kedutaan Besar RI di Amman, Yordania, tentang penanganan kasus warga negara Indonesia atau PMI yang terindikasi menjadi korban TPPO.

Atas laporan tersebut, kata Djuhandhani, Bareskrim Polri melakukan penyelidikan dan pendalaman kepada para korban.

Hasil penyelidikan, sejumlah pelaku menjanjikan korban dipekerjakan secara ilegal ke negara tujuan Arab Saudi melalui negara Yordania sebagai negara transit, yang mengakibatkan PMI tersebut tereksploitasi secara tenaga.

"Dari jaringan pertama, petugas menangkap lima tersangka, yakni MA (53) berperan sebagai perekrut korban dari daerah asal Jawa Barat, selanjutnya menyerahkan korban kepada tersangka SR dengan keuntungan yang diperoleh MA sebesar Rp 3 juta per orang," tuturnya.

Kemudian tersangka kedua, yakni ZA (54) ditangkap di Kramat Jati, Jakarta Timur, yang berperan memproses dan membiayai keberangkatan korban ke negara Arab Saudi dan berhubungan langsung dengan perekrutan di Arab Saudi.

“Keuntungan yang diperoleh ZA per orang Rp6 juta,” ujar Djuhandhani.

Setelah menangkap tiga orang tersangka itu, lanjut dia, penyidik kepolisian melakukan pengembangan dari jaringan tersebut, dan akhirnya tersangka SR (53) ditangkap di Jawa Timur, yang berperan sebagai pengurus paspor calon PMI ilegal.

“SR juga menerima korban dari tersangka MA membantu proses keberangkatan PMI baik itu kesehatan, penyediaan tiket. SR memperoleh keuntungan Rp 4 juta per orang,” ucapnya.

Kemudian dari jaringan AS, tim menangkap dua orang tersangka, yakni RR (38) ditangkap di Sukabumi, Jawa Barat, berperan sebagai penyedia tempat penampungan, memproses keberangkatan korban ke negara tujuan Arab Saudi dan menyediakan paspor dan visa.

Dan tersangka RR juga berperan mengirimkan langsung korban ke Arab Saudi. Dari para korban, tersangka memperoleh keuntungan rata-rata Rp 6,5 juta.

Tersangka AS (58) ditangkap di Duren Sawit, Jakarta Timur, berperan menyediakan tempat penampungan dan memproses keberangkatan para korban ke Arab Saudi.

“AS memiliki hubungan langsung dengan perekrut di Arab Saudi, ini sedang didalami. Keuntungan diperoleh saudara AS yaitu Rp 5 juta per orang,” ungkap Djuhandhani.

Selanjutnya jaringan Indonesia-Turki-Abu Dhabi, tersangka OP (40), ditangkap di Bali, berperan menyediakan tempat penampungan dan memproses keberangkatan para korban ke negara tujuan. Ia juga berperan menyediakan paspor, visa dan melakukan tes kesehatan.

Djuhandhani menjelaskan jaringan OP terungkap berdasarkan informasi dari KBRI di Singapura terkait adanya WNI yang menjadi korban TPPO. Dari keterangan korban, diperoleh informasi mengenai tersangka.

Modus yang dilakukan tersangka PO, merekrut pekerja menggunakan perusahaan PT Savanah Agency Indoensia yang tidak terdaftar sebagai penempatan pekerja migran.

Tersangka menjanjikan kepada korban untuk bekerja sebagai tenaga profesional ke luar negeri seperti Turki, Abu Dhabi, Polandia, dan Inggris.

Kepada korban, tersangka OP meminta korban membayar sebesar Rp15 juta hingga Rp 40 juta sebagai biaya pengurusan keberangkatan ke luar negeri.

"Setibanya di Singapura dengan alasan transit, para korban tidak melanjutkan keberangkatan ke negeri yang dijanjikan, namun ditelantarkan,” papar Djuhandhani.

Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan ancaman pidana 15 tahun penjara dan denda Rp600 juta.

Kemudian Pasal 81 Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI) dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp 15 miliar. []

Topik Terkait:

Advertisement

Advertisement