Makna Arakan Sahur di Jambi sebagai Tradisi Turun Temurun

FTNews – Tak hanya menarik animo warga, Arakan Sahur sebuah festival turun temurun di Jambi juga membuat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno penasaran.

Sandi pun hadir dalam festival itu di Kuala Tungkal, Jabung Barat, Jambi, Minggu (17/3).

Festival ini merupakan salah satu dari 110 acara terpilih dari seluruh Indonesia yang oleh Kemenparekraf masukkan dalam program Kharisma Event Nusantara (KEN).

Arakan Sahur merupakan tradisi dan budaya turun temurun warga Kuala Tungkal untuk membangunkan warga sekitar untuk melakukan sahur di bulan Ramadan.

Kegiatan ini sudah ada sejak sebelum kemerdekaan Indonesia, namun baru tercatat sebagai festival rakyat pada tahun 1966. Hingga saat ini, festival ini masih terus berlangsung dan berpotensi untuk menjadi daya tarik wisatawan di Bulan Ramadan.

“Festival ini adalah kolaborasi budaya dan tradisi arakan sahur sebagai simbol harmoni,” jelas Sandiaga.

Penyelenggaraan festival dilakukan oleh 16 rombongan remaja masjid. Mereka melaksanakan kegiatan Arakan Sahur setiap hari Minggu dalam bulan Ramadan.

Menparekraf menganggap bahwa kegiatan ini dapat membantu untuk menggerakan perekonomian masyarakat. Buktinya, banyak kehadiran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) di sekitar lokasi acara yang berada di Alun-alun Kota Kuala Tungkal.

“Jadi saya harap festival Arakan Sahur ini menjadi daya tarik wisata religi. Bukan hanya nasional, tapi kita juga berharap akan ada kunjungan wisatawan mancanegara untuk melihat keunikan dari Festival Arakan Sahur,” ungkap Sandiaga.

Makna dari Festival Arakan Sahur

Festival Arakan Sahur. Foto: Kemenparekraf

Festival Arakan Sahur sendiri merupakan adat dan budaya dari Kuala Tungkal, Kabupaten Jabung Barat, Jambi. Kegiatan ini merupakan salah satu ikon budaya lokal yang masyarakat sangat nanti-nanti.

Pengunjung festival tahunan ini mulai dari orang dewasa, anak-anak muda, hingga anak kecil. Festival ini berlangsung dari minggu pertama hingga minggu terakhir dari bulan Ramadan. 

BACA JUGA:   Gandeng Jakarta, Cirebon Kembangkan Wisata Edukasi Budaya

Dalam perayaan ini, anak-anak muda yang berasal dari sanggar ataupun kelompok masjid menampilkan berbagai pameran atau atraksi. Mulai dari musik, penampilan atraksi, hingga pernak-pernik truk bernama maket yang dapat menarik perhatian.

Tidak hanya sekadar sebuah perayaan, kegiatan ini juga mengandung nilai-nilai moral yang sudah berakar dari nenek moyang mereka. Sebuah penelitian dari di Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity (JIREH) mempelajari nilai-nilai moral yang terkandung dalam festival Arakan Sahur.

“Pada tradisi Arakan Sahur, banyak terdapat nilai-nilai yang belum dipahami oleh masyarakat. Nilai-nilai tersebut beragam,” mengutip Bapak Samardi, juru kunci Masjid Kuala Tungkal, dari jurnal JIREH.

“Nilai-nilai yang secara khusus adalah nilai gotong royong, nilai musyawarah, nilai persatuan, nilai silaturahmi, dan nilai hiburan. Itu lah nilai terpenting yang diajarkan nenek moyang kita,” lanjutnya.

Nilai-nilai moral itu sudah tertanam dari nenek moyang mereka dan masyarakat menurunkannya secara turun-temurun.

Uniknya, penelitian menilai bahwa masyarakat lebih mengutamakan nilai gotong royong dari pada nilai religinya. Penyebabnya, masyarakat sekitar harus bergotong royong demi menghidupkan festival tersebut.

Artikel Terkait