Mantan Presiden Rusia Medvedev: Sanksi Barat Bahayakan Umat Manusia

Forumterkininews.id, Moskow- Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev mengatakan upaya Barat untuk memberi sanksi pada kekuatan nuklir Rusia atas perang di Ukraina berisiko membahayakan umat manusia, karena hampir lima bulan konflik menyebabkan kota-kota hancur dan ribuan kehilangan tempat tinggal.

Invasi Rusia 24 Februari ke Ukraina telah memicu krisis paling serius dalam hubungan antara Rusia dan Barat sejak Krisis Rudal Kuba 1962, ketika banyak yang khawatir dunia berada di ambang perang nuklir.

“Gagasan untuk menghukum negara yang memiliki salah satu potensi nuklir terbesar adalah tidak masuk akal. Dan itu berpotensi menimbulkan ancaman bagi keberadaan umat manusia,” kata  Medvedev dalam unggahan Telegramnya, Rabu (6/7) dikutip Reuters.

Saat ini, Rusia dan Amerika Serikat mengendalikan sekitar 90 persen hulu ledak nuklir dunia, dengan masing-masing sekitar 4.000 hulu ledak dalam inventaris militer mereka, menurut Federasi Ilmuwan Amerika.

Medvedev yang kini menjabat wakil ketua Dewan Keamanan Rusia itu menyebut, Amerika Serikat telah menumpahkan darah di seluruh dunia, mengutip pembunuhan penduduk asli Amerika, serangan nuklir AS di Jepang dan perang mulai dari Vietnam hingga Afghanistan.

Upaya untuk menggunakan pengadilan atau tribunal untuk menyelidiki tindakan Rusia di Ukraina, kata Medvedev, akan sia-sia dan berisiko menimbulkan kehancuran global.

Putin melancarkan invasinya, menyebutnya sebagai “operasi militer khusus”, untuk mendemiliterisasi Ukraina, membasmi apa yang dia katakan sebagai nasionalis berbahaya dan melindungi penutur berbahasa Rusia di negara itu.

Ukraina dan sekutunya mengatakan Rusia melancarkan perampasan tanah bergaya kekaisaran, memicu konflik terbesar di Eropa sejak Perang Dunia Kedua.

Pada hari Minggu, Putin mengklaim kemenangan terbesarnya ketika pasukan Ukraina menarik diri dari provinsi Luhansk. Pasukan Rusia kemudian melancarkan serangan untuk merebut provinsi tetangga Donetsk. Donetsk dan Luhansk terdiri dari Donbas.

BACA JUGA:   Istri Kim Jong Un Muncul ke Publik Setelah 5 Bulan Tidak Terlihat

Rusia mengatakan ingin merebut kendali wilayah timur dan industri berat atas nama separatis yang didukung Moskow di dua republik rakyat yang memproklamirkan diri.

Artikel Terkait