Beranda Berita Terkini Soal President Club, Ketua MPR: Jika Ingin Jadi DPA harus Amandemen UUD...

Soal President Club, Ketua MPR: Jika Ingin Jadi DPA harus Amandemen UUD 1945

Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam sambutan pelantikan Rektor Universitas Jayabaya, di kampus Universitas Jayabaya, Jakarta, Senin (6/5/24)./foto: Tim Media Bamsoet

FTNews, Jakarta — Ketua MPR Bambang Soesatyo menyatakan mendukung rencana Presiden Terpilih Prabowo Subianto membentuk Presidential Club yang berisi para mantan Presiden RI, sebagaimana halnya yang berada di Amerika Serikat negara kampiun demokrasi.

Di Amerika Serikat keberadaan Presidential Club yang diisi para mantan Presiden AS lebih bersifat informal. Di Indonesia, jika presiden terpilih Prabowo Subianto setuju bisa diformalkan melalui Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Presiden.

“Dasar hukumnya dengan menghidupkan kembali Pasal 16 UUD NRI Tahun 1945 melalui amandemen kelima. Yakni, Presiden dapat membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden yang selanjutnya diatur dalam undang-undang,” jelas Bambang Soesatyo dalam sambutan pelantikan Rektor Universitas Jayabaya, di kampus Universitas Jayabaya, Jakarta, Senin (6/5/24).

Ia menjelaskan, pada masa pemerintahan Orde Baru, keberadaan DPA sejajar dengan presiden sebagai lembaga tinggi negara. Namun pasca amandemen keempat konstitusi dan bergulirnya reformasi, keberadaan DPA dihapuskan.

Sebagai gantinya, konstitusi melalui pasal 16 memberikan kewenangan kepada presiden untuk membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang.

Kemudian, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo dibentuklah Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres).

“Pasal 16 konstitusi memberikan kewenangan kepada presiden untuk membentuk suatu dewan pertimbangan. Nomenklatur penamaannya bisa apa saja. Jika nanti dalam pemerintahan Prabowo – Gibran diberikan nama Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Presiden melalui perubahan konstitusi karena ada penyematan nama ‘Agung’, juga tak masalah.”

“Kita pun tak perlu alergi dengan penamaan DPA sebagaimana yang pernah tersematkan pada masa pemerintahan Orde Baru. Karena diisi oleh para mantan presiden dan bahkan bila perlu ditambah dengan para mantan wakil presiden, maka sangat tepat dan pantas apabila diberikan nomenklatur DPA,” papar Bamsoet panjang-lebar.

Bamsoet berpendapat, pelibatan para mantan presiden dan wakil presiden sangat penting bagi presiden terpilih dalam memastikan kesinambungan program pembangunan dari para presiden dan wakil presiden periode sebelumnya.

Sekaligus, dapat memberikan saran, masukan, dan nasihat yang bernas, mengingat mereka sudah memiliki pengalaman dalam memimpin pemerintahan.

“Dengan melibatkan para mantan presiden dan mantan wakil presiden, presiden terpilih memiliki ‘mentor’ yang kredibel. Mengingat untuk memajukan Indonesia, tidak cukup hanya dalam waktu satu, dua periode pemerintahan. Butuh kesinambungan, keberlanjutan, sekaligus peningkatan perbaikan dari satu periode pemerintahan ke periode pemerintahan penggantinya,” kata Bamsoet.

Pembenahan SDM Parpol

Di bagian lain ia juga menyinggung tentang membenahi berbagai persoalan Indonesia harus dimulai dengan membenahi SDM partai politik yang merupakan hulu demokrasi.

Menurut Bamsoet, bagaimana pun dalam sebuah negara demokrasi, partai politik memiliki peran sangat menentukan arah kebijakan negara, baik di legislatif (DPR/DPRD), eksekutif, hingga di tingkat yudikatif.

“Termasuk, dalam menentukan kebijakan dalam meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di Indonesia,” ujar Bamsoet.***

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini