Menanti Realisasi Pemolisian Humanis dari Korps Bhayangkara

Forumterkininews.id, Jakarta – Korps Bhayangkara saat ini menjadi perhatian publik. Cacian serta kekecewaan terus mengalir atas peristiwa yang terjadi belakangan ini. Sebut saja terkait kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat dan Tragedi Kanjuruhan. Namun dibalik itu semua sebenarnya ada cita-sita mulia Polri yang masih terus diupayakan oleh seluruh jajarannya. Hal ini yang masih jarang diketahui oleh masyarakat luas.

Konsep Pemolisian humanis merupakan salah satu ‘Pekerjaan Rumah’ Polri yang harus segera diselesaikan. Pasalnya konsep ini begitu lentur untuk mengimbangi perkembangan Zaman. Namun hal ini merupakan bentuk dari proses dinamika yang harus disikapi dengan metoda yang sejalan.

Konsep Pemolisian Humanis

Wakapolri, Komnjen Pol Gatot Eddy Pramono sosok dibalik lahirnya konsep pemolisian humanis memastikan, tramsformasi pemolisian yang mengalami perkembangan tersebut dipastikan tegak lurus bersama undang-undang dan peraturan yang berlaku.

Jenderal Polisi bintang tiga ini memaparkan, praktik pemolisian selalu mengalami perkembangan. Hal ini disebabkan kondisi sosial masyarakat yang terus berubah. Dinamika perubahan tersebut disebabkan banyak hal. Mulai dari pergeseran nilai-nilai sosial, kemajuan teknologi hingga globalisasi.

Gatot menjelaskan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri tegas menyatakan bahwa tugas pokok, peran dan fungsi Polri dalam mendukung penyelenggaraan fungsi pemerintah di bidang kamtibmas, penegakan hukum, perlindungan dan pelayanan masyarakat.

“Dasar inilah yang menjadi inti dari pemolisian di Indonesia. Namun menjalankan sistem pemolisian konstitusional adalah tantangan dinamis bagi kepolisian,” terangnya.

Polisi Harus Bisa Menghadirkan Keadilan di Tengah Masyarakat

Sebelum adanya pemolisian modern, standar pemolisian hanya disandarkan pada metode kepolisian tradisional yang mengukur peran polisi seperti patroli rutin, respons cepat dan investigasi kejahatan.

“Pola pemolisian tradisional ini cenderung lebih bersifat legalistik dan teknokratik-birokratis sehingga dikhawatirkan tidak bisa mengatasi tantangan penegakan hukum terhadap jenis kejahatan,” tutur Eddy.

Dia berharap, Polri lebih dari institusi seiring berkembangnya tuntutan masyarakat seturut dengan semakin dinamisnya perubahan sosial.

“Saya lebih menempatkan konsep policing sebagai “pemolisian” yang melekat dengan penyelenggara tugas pokok, fungsi dan salah satunya adalah penegakan hukum dalam rangka menciptakan keteraturan sosial,” ujarnya.

Lebih lanjut, terkait transformasi penegakan hukum yang berkeadilan kata dia, Polri terus melakukan perubahan semuanya itu bermuara pada tekad yang kuat menghadirkan keadilan di tengah masyarakat.

“Adil bukan hanya memproses hukum pelaku kejahatan, tetapi yang lebih penting memberikan pemenuhan hak-hak dasar seluruh anggota masyarakat,” ungkapnya.

Ia menyebut, salah satu bagian dari semangat transformasi itu adalah Polri akan selalu menghadirkan Pemolisian Humanis untuk penegakan hukum yang berkeadilan.

“Pemolisian Humanis dan penegakan hukum berkeadilan adalah dua sisi koin mata uang yang saling melengkapi. Keduanya adalah keseimbangan dari suatu wajah pemolisian yang benar-benar bernilai untuk tegaknya supremasi hukum serta keadilan masyarakat,” ujarnya.

BACA JUGA:   Gegara ini, Kanwil Kemenkumham NTT Raih Empat Penghargaan
Peran Penting Media dalam Merubah Citra Polri

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian (Lemkapi) Edi Hasibuan menilai upaya Kapolri untuk merealisasikan pemolisian yang humanis terus dijalankan. Namun hal tersebut menrutnya tidak bisa semudah membalik telapak tangan. Mantan Komisioner Kompolnas ini melihat Kapolri ingin jajaran kepolisian menjauhi arogansi dan mengedepankan sikap humanis pada pemberantasan kejahatan.

“Kapolri ingin seluruh jajarannya profesional memberantas kejahatan dan tidak perlu memamerkan sikap keras yang berlebihan,” kata Edi Hasibuan.

Yang menjadi perhatian dirinya adalah pembangunan citra kepolisian melalui berbagai saluran media. Media menurutnya bisa menjadi bahan untuk mempercepat realisasi konsep Pemolisian Humanis.

Seperti diketahui, saat ini hampir semua stasiun televisi menyajikan tayangan kerja-kerja polisi. Baik itu penindakan terhadap pelanggaran hukum, maupun sisi humanis dari para anggota korps bhayangkara ini. Seperti anggota satuan lalu lintas yang membantu pengendara motor.

“Yang pasti, tayangan ini memiliki rating yang terbilang tinggi. Artinya masyarakat senang melihat kerja-kerja aparat kepolisian,” ujar mantan wartawan Poskota ini.

Perbanyak Tayangan Sisi Humanis Polri

Lebih lanjut Edi mengatakan, harusnya ini bisa jeli dilihat oleh para pengambil kebijakan di tubuh Polri. Ketika masyarakat sudah merasa tayangan yang ada cukup memberi informasi, selanjutnya sisi humanis aparat kepolisian yang harus ditambah porsi durasinya.

“Polisi bisa dinilai masih kerap mengedepankan kekerasan dan belum sepenuhnya humanis, karena banyaknya tayangan soal penangkapan. Tapi tayangan soal anggota polisi yang membantu ibu-ibu melahirkan atau membantu pengendara lain masih minin. Ini yang harus diperbanyak,” ucapnya.

Lebih lanjut Edi Hasibuan mengatakan, jadi sebenarnya untuk merealisasikan pemolisian yang humanis merupakan hal yang bisa dikatakan tidak sulit. Untuk keluar instansi harus diperbanyak kerja-kerja kepolisian yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Dengan kata lain, polisi berada di tengah masyarakat dalam kondisi apapun. Dalam keadaan bencana, keberadaan polisi harus dipastikan untuk menjamin terselenggaranya keteraturan.

Namun hal ini bisa dilihat masyarakat ketika ada media yang memang menyampaikan atau menayangkan. Dengan demikian masyarakat mengerti akan perilaku anggota kepolisan.

Sementara untuk ke dalam, yakni untuk seluruh personel Polri, hal tersebut bisa dikatakan mudah. Karena Polri merupakan institusi yang berada di bawah satu komando Kapolri. Artinya ketika Kapolri sudah memulai praktik pemolisian humanis, anggotanya juga akan mengikutinya.

“Saya rasa seluruh anggota Polri harus mengikuti peraturan yang dibuat Kapolri. Jika ada anggota yang melanggar, artinya anggota tersebut adalah disertir. Harus diberi tindakan. Yang agak sulit itu adalah merubah citra Polri, salah satunya dengan penguatan di media,” ucap mantan Mahasiswa IISIP ini

Artikel Terkait