Mengenal Lebih Jauh Pioner Rapper Kota Medan Ucok Munthe

FT News – Ardiansyah Munthe atau yang lebih dikenal dengan nama Ucok Munthe adalah salah satu nama yang tidak bisa dilupakan begitu saja di ranah musik hip-hop Kota Medan.

Ucok Munthe dan teman-temannya sempat mengalami fase jatuh bangun mengenalkan musik hip-hop di Medan di awal-awal tahun 2000an.

Perkenalan Ucok Munthe dengan musik hip-hop dimulai pada tahun 1985. Di tahun itu ia masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) dan pernah mengikuti breakdance.

“Dan dulu di rumah ada parabola, kakak dan abangku juga mencekoki aku dengan musik-musik barat pada tahun 1990. Tapi sentuhan rap pertama saat mendengar lagu-lagu Farid Hardja yang menurutnya seperti orang sedang mengoceh. Lagu yang paling membekas AIDS (Akibat Intim Dengan Sejenis),” kata Ucok Munthe.

Saat SMP, Ucok Munthe mulai kenal lagu hip-hop barat, seperti Chris Cross. Pada 1992 Iwa K merilis album pertama, semakin membuat Ucok keranjingan dengan Hip-hop. Semua lagu di album itu dia hafal.

Ucok Munthe
Album kedua Ucok Munthe “Kumasih Ada”. [Ist]

Keinginan ngerap semakin kuat. Apalagi setelah melihat satu acara di TV kala itu ada acara rap dengan lagu sendiri. Dari situ ia terinspirasi menulis lirik dan terciptalah lirik pertama yang dia tulis berjudul “Anak Sekolah”. Kebiasaan menulis lirik dia lanjutkan sampai SMA.

Di SMA, Ucok yang suka menulis lirik tak menemukan teman yang sama-sama menyukai rap atau musik hiphop. Karena tak menemukan kawan, akhirnya Ucok beralih genre ke musik metal dan menjadi front man di salah satu band metal yang sering mencover lagu-lagu milik Suckerhead.

“Waktu itu memang eranya musik metal dan alternatif. Di band ini lah aku melatih vokal menjadi ngegrowl,” ucapnya.

Pada 1999, Ucok bertemu dengan temannya di Delitua, Mahendra Ginting seorang pemain kibord. Ucok sempat memperdengarkan karya hasil merekam beat ketukan meja yang direkam di tape. Temannya pun tertarik dan coba ngulik beat dari kibord KN 2000.

Bersama Mahendra Ginting Ucok sempat merekam 9 lagu dan sempat tampil di acara kampanye partai politik kala itu. Lalu mereka membentuk Delitua Rapper Crew (DRC). Bermodalkan rekaman 9 lagu mereka bawa ke studio Musica Jakarta. Sayangnya nasib mereka kurang beruntung karena pihak label lebih memilih grup lain yang lebih berduit.

Sewaktu di Jakarta, mereka juga menyempatkan diri untuk menyambangi komunitas rapper Rontak di Kalimalang. Mereka bertemu dengan Mr Bee dan kolega yang sangat mengapresasi 9 lagu yang mereka rekam itu.

Tahun 2000, Ucok yang masih berada di Jakarta sempat terkena DBD parah, tapi akhirnya sembuh. Lalu dia dan teman-teman DRC memutuskan kembali ke Medan. Josiah memutuskan untuk jadi DJ di salah satu klub malam di Medan.

Sedangkan Ucok memutuskan untuk tetap ngerap dan kembali ke Jakarta ikut kompilasi album Berontak dengan singel “Pembunuhan” yang dirilis pada tahun 2002. Banyak informasi, perkembangan dan masukan yang dia dapat selama berkenalan dengan teman-teman rapper di komunitas Rontak.

BACA JUGA:   Wali Kota Medan Janji Kebut Program Pembangunan Sebelum Akhir Tahun
Ucok Munthe
Pioner rapper Kota Medan, Ucok Muthe. [Ist]

Pada 2003, Ucok dapat panggilan kerja melaut di Malaysia. Tapi ia di sana mengalami kecelakaan terkena tali kapal sehingga menyebabkan kaki kanannya patah. Tahun itu juga dia kembali ke Medan untuk menjalani pengobatan. Di sela-sela menjalani pengobatan Ucok kembali ngerap.

“Mau bagaimanapun keadaan aku usahakan untuk ngerap. Lalu aku bertemu teman-teman rapper di Medan. Aku langsung mendatangi tempat tongkrongan mereka di salah satu warnet persis di depan Kampus UISU. Di situ aku kenal Jeypey, Botak, Dini dan kawan-kawan lainnya,” ungkapnya.

Tapi pada masa itu, rapper di Medan masih sering mengcover dan bawakan lagu hip-hop milik musisi lain. Kedatangan Ucok Munthe memberi nuansa baru dan mematahkan stigma bahwa rapper yang keren itu harus bisa menulis lirik sendiri.

Dalam perjalanannya, memang tidak mudah. Ucok dan kawan-kawan sempat dianggap saingan oleh kelompok rapper lain yang ada di Medan. Puncaknya, di tahun 2004 menjadi momen yang akan selalu diingatnya, saat ia digebuki oleh kelompok rapper yg merasa tersaingi tersebut.

“Kehadiran Ucok Munthe dan kawan-kawan pada masa itu sepertinya jadi saingan bagi mereka. Tapi aku sempat berpesan pada teman-teman tidak perlu membalas mereka dengan kekerasan, tetap balas dengan karya,” kenangnya.

Peristiwa itu bukan malah menyurutkan Ucok Munthe dan kawan-kawan di skena hip-hop Medan. Mereka terus bergerak. Tahun 2006 hip-hop Medan semakin ramai dan berkembang, tahun 2007 Ucok merilis album kompilasi “Hiphop Tanpa Tembok (2007)” dan KAGUM (2007) yang digagas oleh Radio Most FM dan ikut serta mengisi di album Mouzafir “The Massage” (2007).

Ia memulai debut album perdananya pada tahun 2008 yang bertajuk “Aku Dan Diriku” dan disusul dengan album kedua “Ku Masih Ada” padan tahun 2018. Beberapa lagu seperti “Satu Microphone” dan “Kebersamaan” turut melambungkan nama Ucok Munthe.

“Medio 2008 sampai 2012 Medan cukup produktif dalam melahirkan rapper baru pada masa itu. Salah satu yang juga memberikan kontribusi besar bagi saya dan hiphop Medan adalah Galeri Tondi. Karena aku bisa dikenal di kalangan seniman lainnya seperti Vicky Sianipar, Heri Dono, Oscar Matuloh. Karena setiap bulannya galeri ini dulunya rutin menyelenggarakan pameran,”jelasnya.

Yang membuat Ucok tetap konsisten di musik hip-hop karena sudah ini adalah jiwa yang tak bisa dilepaskan dari kehidupannya. Kemanapun pasti terbawa karena sudah dijiwai.

Tahun 2023, Ucok Munthe kembali dengan rilisan singel terbarunya bertitel “Sandaran”. Menggandeng Maddie dan Afif Nabawi sebagi kolaboratornya, singel yang cukup personal ini merupakan pengakuan dirinya atas kesaksian bahwa Tuhanlah yang menjadi sandaran hidup.

“Lagu ‘Sandaran’ ini sebenarnya cukup personal. Bercerita soal pengakuan pribadiku yang pernah beberapa kali melewati masa-sama hampir mati. Tahun 2000 aku sempat terkena DBD dan menurut ukuran medis sebenarnya aku sudah meninggal karena trombositku rendah sekali,” tukasnya.

 

Artikel Terkait