Ekonomi Bisnis

Menkeu Purbaya Beri Kode Bakal Batasi Utang: Saya akan Dorong Pertumbuhan Ekonomi Lebih Cepat

23 September 2025 | 19:40 WIB
Menkeu Purbaya Beri Kode Bakal Batasi Utang: Saya akan Dorong Pertumbuhan Ekonomi Lebih Cepat
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di DPR RI/Foto: Kemenkeu

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberi sinyal ke pasar, pemerintah kemungkinan tidak merealisasikan seluruh pagu utang atau pembiayaan untuk menutupi defisit APBN 2026.

rb-1

Purbaya cukup yakin, dengan fokus mendorong pertumbuhan ekonomi, kebutuhan utang akan menurun seiring dengan naiknya pendapatan pajak.

Menurut Menkeu Purbaya, batas-batas terkait utang seharusnya tidak rigid atau saklek. Karena utang atau kebutuhan pembiayaan APBN seharusnya disesuaikan dengan kondisi perekonomian.

Baca Juga: Kini Gaya Cowboy Menkeu Purbaya Dipuji: Mampu Longgarkan Likuiditas Perbankan

rb-3

“Jika ekonomi berjalan kencang, utang bisa direm. Sebaliknya, jika sedang menurun dan butuh stimulus, utang bisa ditambah,” katanya.

Batas Defisit Anggaran Pemerintah Maksimal 3 Persen dari PDBRUU APBN 2026 resmi disahkan menjadi Undang-Undang, Selasa (23/9/2025)/Foto: dok KemenkeuRUU APBN 2026 resmi disahkan menjadi Undang-Undang, Selasa (23/9/2025)/Foto: dok Kemenkeu

Batas-batas yang dimaksud Purbaya adalah batas defisit anggaran pemerintah maksimal 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sedangkan batas maksimal untuk total utang pemerintah adalah 60 persen dari PDB.

Baca Juga: Istrinya Hidup Sederhana, Segini Harta Kekayaan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa

“Jadi batas-batas utang itu harusnya enggak rigid, tapi tergantung pada kondisi ekonomi. Tapi kalau saya lihat ke depan, harusnya kita gak akan terpaksa menambahkan utang lebih, karena saya akan mendorong pertembuhan ekonomi lebih cepat,” ujarnya usai menghadiri Rapat Paripurna pengesahan APBN 2026 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (23/9/2025).

Ia yakin, dengan strategi yang dijalankannya ke depan, sekalipun dengan kondisi APBN yang sama, Indonesia akan mendapatkan pertemuan ekonomi yang lebih cepat dan pendapatan pajak yang lebih tinggi.

“Jadi harusnya saya tidak akan utang terlalu besar. Mungkin saya perkirakan, ada kemungkinan utang yang saya terbitkan tidak akan sebesar yang ada di APBN. Nanti kita lihat semester pertama tahun depan bagaimana realisasi pertumbuhan ekonominya,” ucapnya.

Tumbuh Setengah Persen Saja Dapat Tambahan Income Rp110 Triliun

Menkeu Purbaya Yudi Sadewa di Paripurna DPR RI, Selasa (23/9/2025)/Foto: dok KemenkeuMenkeu Purbaya Yudi Sadewa di Paripurna DPR RI, Selasa (23/9/2025)/Foto: dok Kemenkeu

Menurutnya, dengan mengatur uang yang dimiliki pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat, maka negara akan mendapatkan kembali penerimaan yang lebih besar.

Purbaya berhitung, setidaknya dengan satu persen pertumbuhan ekonomi saja, akan ada tambahan pendapatan sekitar Rp220 triliun.

“Itu yang kami kejar. Jika tumbuh setengah persen saja (pertumbuhan ekonomi) kita dapat tambahan income Rp110 triliun,” imbuhnya, dilansir InfoPublik.

Postur APBN 2026

Foto: dok KemenkeuFoto: dok Kemenkeu

Berdasarkan postur final UU APBN 2026 (setelah revisi di Banggar DPR RI), pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp3.153,6 triliun (naik Rp5,9 triliun). Pendapatan negara berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp2.693,7 triliun (naik Rp1,7 triliun).

Penerimaan perpajakan sendiri terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp2.357,7 triliun (tetap) dan penerimaan dari kepabeanan dan cukai: Rp336 triliun (naik Rp1,7 triliun). Penerimaan lainnya berasal dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp459,2 triliun (naik Rp4,2 triliun) dan hibah sebesar Rp0,66 triliun (tetap)

Adapun untuk pos belanja negara ditetapkan sebesar Rp3.842,7 triliun (naik Rp56,2 triliun). Terdiri dari belanja pemerintah pusat senilai Rp3.149,7 triliun (naik Rp13,2 triliun), belanja K/L Rp1.510,5 triliun (naik Rp12,3 triliun) dan belanja non-K/L: Rp1.639,1 triliun (naik Rp0,9 triliun) dan Transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp693 triliun (naik Rp43 triliun)

Defisit Anggaran secara Keseluruhan Naik 0,2 Persen

Dari postur tersebut, keseimbangan primer tercatat sebesar surplus Rp89,7 triliun (naik Rp50,3 triliun). Namun, defisit anggaran secara keseluruhan mencapai Rp689,1 triliun (2,68 persen terhadap PDB/ atau naik 0,2 persen).

Dari defisit tersebut pembiayaan anggaran menjadi sebesar Rp689,1 triliun (naik Rp50,3 triliun). Pembiayaan anggaran inilah yang menjadi pagu utang untuk tahun 2026 nanti.

Menurut Menkeu Purbaya, batas defisit 3 persen dari PDB dan batas penarikan utang sebesar 60 persen dari PDB berasal dari The Maastricht Treaty yang diterapkan di Eropa dan menjadi rujukan dunia. Padahal, di Eropa sendiri, batasan-batasan tersebut sudah lama dilangar oleh banyak negara-negara besar.

“Di Jerman saja udah hampir 100 persen ke PDB. (4:56) Amerika 120 persen lebih. Jepang 250 persen katanya. Jadi kita amat prudent. Jadi kalau nanti ada rating agency yang mempertanyakan itu, suruh bandingkan negara-negara yang lain yang maju yang menjadi acuan dia. Habis itu suruh bawa cermin,” tegasnya.

Singkatnya, kata Menkeu Purbaya, alih-alih hanya fokus pada defisit dan upaya untuk berutang demi membiayai defisit, ia sedang mencoba lebih dulu melakukan efisiensi bujet, mengektifkan penerimaan pajak, menghapus segalam macam penggelapan dan sebagainya.***

Tag Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa