Prediksi BMKG: Musim Hujan Siap Gantikan Cuaca Panas Ekstrem di Indonesia

Tahun 2025 menjadi salah satu periode terpanas dalam sejarah Indonesia. Sejak awal musim kemarau, hampir seluruh wilayah Nusantara mengalami lonjakan suhu ekstrem yang mencapai 36–38°C di beberapa daerah.
Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran besar, tidak hanya bagi masyarakat umum tetapi juga sektor pertanian, kesehatan, hingga lingkungan.
Namun, pertanyaan besar kini muncul: kapan gelombang panas ekstrem ini akan benar-benar berakhir?
Baca Juga: Seorang Warga Bantul Meninggal Dunia Akibat Gempa Jumat Malam
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), fase panas ekstrem diperkirakan akan mulai mereda pertengahan hingga akhir Oktober 2025.
BMKG mencatat perubahan signifikan dalam pola cuaca nasional, terutama dari sisi tekanan udara, kelembapan, dan arah angin.
Kepala Pusat Informasi Iklim BMKG menjelaskan bahwa angin muson barat kini mulai menguat, membawa udara lembap dari Samudra Hindia menuju wilayah barat dan tengah Indonesia.
Baca Juga: Beras Masih Mahal, Pemprov Sumut Gencarkan Pasar Murah
Proses ini menandai datangnya musim hujan lebih awal di beberapa daerah, sekaligus menjadi tanda berakhirnya cuaca panas ekstrem yang telah berlangsung selama berbulan-bulan.
Daerah yang Pertama Merasakan Perubahan
Ilustrasi suhu panas ekstrem. [Pexels]BMKG menyebut sejumlah wilayah akan lebih dulu merasakan efek pendinginan alami akibat turunnya hujan lokal, yaitu:
- Sumatera bagian selatan dan tengah, termasuk Lampung dan Jambi.
- Jawa Barat hingga Jawa Tengah, dengan potensi hujan petir pada sore hari.
- Kalimantan bagian timur dan tengah, yang mulai dilalui awan konvektif.
- Nusa Tenggara Barat dan Timur, yang akan mengalami penurunan suhu secara bertahap.
Bahkan, data prakiraan dari AccuWeather dan ECMWF (European Centre for Medium-Range Weather Forecasts) turut memperkuat proyeksi BMKG: sebagian besar wilayah Indonesia akan mulai diguyur hujan antara 17–28 Oktober 2025.
Selain berdasarkan data meteorologis, tanda-tanda alam pun mulai tampak.
Suhu malam hari di sejumlah daerah mulai turun hingga di bawah 25°C,
Awan cumulonimbus mulai sering terlihat di langit sore hari, dan kelembapan udara meningkat hingga 70–80% di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Medan.
Fenomena ini memperkuat analisis bahwa periode panas ekstrem tengah memasuki masa transisi menuju musim penghujan.
Dampak Positif Saat Suhu Mulai Turun
Ilustrasi cuaca panas ekstrem. [Ist]Berakhirnya cuaca panas ekstrem tidak hanya membawa rasa lega, tetapi juga berdampak langsung pada berbagai sektor:
1. Sektor pertanian kembali produktif — tanah yang sempat retak mulai pulih dan siap ditanami.
2. Ketersediaan air meningkat — curah hujan membantu mengisi waduk dan sumber air tanah.
3. Risiko kebakaran hutan menurun — kelembapan meningkat membuat vegetasi lebih basah.
4. Kasus heatstroke berkurang — suhu udara yang lebih rendah membantu menjaga kesehatan masyarakat.
BMKG Tetap Ingatkan Waspada Cuaca Ekstrem
Meski suhu udara akan menurun, BMKG mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada terhadap cuaca peralihan.
Musim pancaroba sering kali ditandai dengan hujan lebat mendadak, petir, dan angin kencang, terutama di siang hingga sore hari.
BMKG juga mengimbau masyarakat untuk:
- Menghindari berteduh di bawah pohon saat hujan petir,
- Menjaga kesehatan tubuh di tengah perubahan suhu yang cepat,
- Memantau prakiraan cuaca harian melalui kanal resmi BMKG.
Panas ekstrem tahun ini juga berkaitan erat dengan fenomena El Niño yang masih terasa meski mulai melemah.
El Niño menyebabkan penurunan curah hujan di wilayah Indonesia bagian selatan, sehingga memperpanjang masa kering.
Namun, BMKG memperkirakan fenomena ini akan sepenuhnya berakhir pada akhir 2025, membuka peluang bagi kembalinya kondisi iklim yang lebih seimbang pada awal tahun 2026.