Pusat Data Menjamur, Kebutuhan Listrik Akan Meningkat

FTNews – Teknologi-teknologi saat ini membutuhkan yang namanya pusat data atau data center untuk pengoperasiannya. Mulai untuk menyimpan, memproses dan menyebarkan data, serta untuk aplikasi. Namun, seiring meningginya kebutuhan pusat data tersebut, semakin meninggi juga kebutuhan listriknya.

Pada tahun 2021, sebanyak 36 miliar ton CO2 yang mengudara secara global. Sementara itu, perusahaan-perusahaan teknologi menyumbang dua hingga tiga persen dari emisi tersebut. Artinya, sektor ini setidaknya menghasilkan total emisi sebesar 720 juta – 1,08 miliar ton karbon di tahun tersebut.

Hal tersebut berkaitan dengan kebutuhan listrik yang perlu mereka penuhi untuk menghidupi yang salah satunya adalah pusat data tersebut. Menurut International Energy Agency (IEA), pada tahun 2022, pusat data membutuhkan setidaknya 240-340 tonWatt-hours (TWh).

Mereka juga mencatat bahwa terdapat kenaikan kebutuhan listrik sebesar 20-40 persen setiap tahunnya. Terutama, perusahaan-perusahaan teknologi yang kian berkembang juga.

“Total penggunaan listrik oleh Amazon, Microsoft, Google, dan Meta meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2017 dan 2021. Kenaikan tersebut hingga menyentuh 72 TWh pada tahun 2021,” papar mereka.

Mereka mengatakan bahwa tren kenaikan ini akan terus meningkat setiap tahunnya. Namun, untuk jangka panjangnya, IEA masih belum yakin apa yang akan terjadi di masa depannya. Terutama, dengan hadirnya teknologi artificial intelligence (AI) akhir-akhir ini.

Lonjakan di Amerika Serikat

Pusat data Google di Hamina, Finlandia. Foto: Google

Electric Power Research Institute mencatat seiring berkembangnya teknologi AI, kebutuhan listrik pada pusat data di AS juga meningkat hingga sembilan persen di tahun 2030 nanti. Mereka memperkirakan akan ada lonjakan energi listrik yang berkisar 3,7 persen hingga 15 persen setiap tahunnya dari industri ini.

Saat pertama kali meluncur pada 30 November 2022, ChatGPT milik OpenAI setidaknya membutuhkan 2,9 watt-hours (WH) untuk merespon penggunanya. Sementara itu, mesin pencarian Google hanya membutuhkan 0,3 WH untuk merespon.

BACA JUGA:   Pembuat iPhone Minta Maaf Usai Protes Besar-besaran di Pabrik China

Hal ini tentu menimbulkan banyak kekhawatiran di mana kebutuhan energi akan terus meningkat seiring berkembangnya AI dan teknologi lainnya. “Dengan 5,3 miliar pengguna internet global, penerapan teknologi ini berpotensi mengarah pada sebuah langkah terhadap perubahan kebutuhan daya,” jelas mereka dalam laporannya.

Mengutip dari Reuters, kebutuhan listrik di pusat data sangatlah tinggi, terutama untuk komputerisasi dengan intensitas yang tinggi dan sistem pendingin. Beberapa perusahaan energi sependapat bahwa pusat data baru berukuran besar memiliki kebutuhan yang sama untuk menghidupkan 750 ribu rumah di AS.

Permasalahan yang Sama di Jepang

Ilustrasi pusat data. Foto: canva

Jepang juga memiliki permasalahan yang sama. Yaitu, kenaikan kebutuhan listrik seiring manjamurnya pusat data. Terutama, dengan meningkatnya penggunaan teknologi AI yang di Negara Matahari Terbit tersebut.

Mereka mengatakan bahwa akan ada peningkatan kebutuhan listrik sebanyak 35 persen hingga 50 persen di tahun 2050 nanti. Perkiraannya, angka tersebut mencapai 1,35-1,5 triliun kiloWatt-hours (KWh) setiap tahunnya. Hal ini menjadi permasalahan bagi mereka karena mereka membatasi bahwa kebutuhan listrik pada dekade ini akan tidak melebihi dari 1 triliun KWh.

Artikel Terkait

Patch Update Wasteland Storm di Garena Undawn Bakal Hadir 19 September

Garena Undawn akan merilis pembaruan patch update Wasteland Storm...

Cek Nomor HP, Ada Aplikasi Selain GetContact

FT News – Akun Fufufafa semakin ramai diperbincangkan oleh...

Bukan Google, Gen Z Mulai Gunakan Aplikasi Lain Mencari Informasi di Internet

FT News – Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan bahwa Gen...